ANALISIS SOSIAL SAMPAI PADA DESIGN PASTORAL BAGI MASYARAKAT LOKAL DI
PERDAGANGAN KOTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang masalah
1.1.2
Analisis Sosial
Analisis sosial dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk
menggali/memahami permasalahan-permasalahan di dalam masyarakat yang
berhubungan dengan hubungan-hubungan historis dan strukturalnya sehingga
diperoleh gambaran yang lebih lengkap dan pasti tentang situasi sosial.
Analisis sosial itu bagaikan sebuah perangkat yang memungkinkan kita untuk
memahami realitas yang sedang dihadapi. Analisis sosial pada dasarnya menggali
realita dengan berbagai dimensi. Kadang hanya masalah-masalah tertentu, misalnya
pengangguran, penindasan. Tetapi analisis sosial juga menggali
kebijakan-kebijakan yang tertuju pada masalah-masalah, misalnya, latihan kerja,
moneter, dll. Pada penyelidikan lebih jauh sampai pada struktur-struktur dari
lembaga-lembaga ekonomi, politik, sosial dan budaya, karena dalam struktur
tersebut muncul masalah. Dalam mengadakan analisis sosial, pertama-tama
analisis sosial memusatkan diri pada system-sistem yang berlaku, baik system
ekonomi, pilitik, dll. System ini juga bertingkat, mulai dari hal kecil sampai
ke hal yang mendunia. System sosial perlu dianalisis baik menurut waktu
(historis) maupun ruang (structural).
Menurut waktu yaitu analisis terhadap system yang pernah terjadi bagaimana
perubahan-perubahan system sosialnya. Sedang analisis structural yaitu
menganalisis muatan atau struktur dari historis tadi. Pada akhirnya, kita dapat
membedakan dimensi-dimensi objektif (mencakup berbagai organisasi, pola-pola
perilaku, dan lembaga/institusi-institusi yang memuat struktur secara eksternal)
dan dimensi-dimensi subjektif ( menyangkut kesadaran, nilai-nilai dan
ideology-ideologi).[1]
Batas-batas analisis sosial adalah,
pertama tidak dirancang untuk menjawab pertanyaan; apa yang kita perbuat?
Tetapi analisis sosial membuka konteks dimana sebuah program sosial dapat
diperlihatkan. Kedua, analisis sosial bukanlah kegiatan esoteric monopoli kaum
intelektual. Setiap hari setiap orang menggunakan perangkat itu dalam berbagai
cara. Ketiga, analisis sosial bukanlah perangkat yang bebas nilai, bukan sebuah
pendekatan yang netral atau sudut pandang yang semata-mata ilmiah dan objektif
terhadap realitas. Tetapi perlu kemitmen yang mendahului, baik inplisit maupun
eksplisit.[2]
1.2
Rumusan Masalah
Penulis melihat bahwa ada beberapa masalah penting yang
harus diperhatikan, diantaranya:
a.
Sejarah Dinamika,
struktur dan sistem Sosial
b.
Bagaimana keadaan
kultur masyarakat?
c.
Bagaimana keadaan
interaksi masyarakat?
d.
Bagaimana struktur
sosial masyarakat?
e.
Masalah sosial yang
terjadi dalam masyarakat
f.
Bagaimana
kehidupan perekonomian masyarakat Perdaagangan?
g.
Siapakah
yang mendominasi situasi perekonomian masyarakat perdagangan?
h.
Bagaimana
pengaruh kehidupan beragama masyarakat Perdagangan jika diperhatikan sistem perekonomian
yang ada?
i.
Bagaimana
kehidupan sosial-budaya masyarakat perdagangan terhadap keadaan ekonomi?
j.
Bagaimana
pandangan masyarakat terhadap gejolak politik di seputar kehidupan Perdagangan?
1.3
Tujuan Penelitian
Melalui
penelitian ini, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, diantaranya:
a.
Bagaimana sebenarnya
sejarah, struktur dan sistem sosial daerha perdagangan
b. Bagaimana keadaan kultur masyarakat
c. Bagaimana interaksi masyarakat
d.
Masalah yang
dihadapi masyarakat perdagangan
1.4
Manfaat Penelitian
Sejarah terbentuknya dan berkembangnya suatu
daerah akan mempengaruhi kemana arah perkembangan masyarakatnya, namun bukan
berarti sejarah tersebut sebagai satu-satunya faktor yang mempengaruhi
perkembangan daerah dan masyarakat. Oleh karena itu, melalui penelitian ini,
setiap orang akan bisa mengambil cerminan untuk daerah lainnya ataupun program
lainnya dan supaya setiap orang bisa memahami perkembangan dan permasalahan
yang dihadapi oleh daerah perdagangan saat ini.
Setelah membahas masalah seputar permasalahan sosial masyarakat
perdagangan, maka saya melakukan penelitian ini untuk menjadikan keadaan sosial
tersebut sebagai studi banding dan pengetahuan dasar untuk melihat corak
kehidupan masyarakat di berbagai daerah sebagai penunjang untuk kegiatan berteologi
saya kemudian di tengah-tengah masyarakat. Sehingga kemudian saya dapat
berteologi tepat pada sasaran kebutuhan masyarakat dan menjawab pergumulan
masyarakat. Kemudian saya berharap teologi kemudian merupakan keseluruhan
kehidupan masyarakat bukan permasalahan agama di tempat peribadahan
masing-masing saja.
Penelitian
ini akan bermanfaat kepada mahasiswa/i STT-HKBP supaya mereka dapat mengerti
dan melihat realita yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat, sehingga
mahasiswa/i STT HKBP kemudian tidak berteologi hanya sekedar teori saja, namun
secara langsung teologi tersebut berbenturan atau berinteraksi dengan
masyarakat secara langsung dalam realitas kehidupan.
1.5
Batasan Masalah
Untuk memahami Perdagangan dengan lengkap,
seharusnya penulis harus membahas Simalungun secara keseluruhan karena
Perdagangn merupakan bagian dari Simalungun bawah yang pastinya tidak lepas
drai kota lainnya. Perdagangan juga tidak bisa dikatakan sebagai daerah yang
diduduki oleh suku-suku yang datang dari indonesia, banyak orang cina di daerah
tersebut, sehingga seharusnya penulis juga harus membahas keberadaan cina di
tempat tersebut dan hubungannya dengan cina yang ada di Negeri Cina. Namun,
penulis berusaha mempersempit pokok permasalahan dengan membuat batasan masalah
hanya sebatas perdagangan saja, tanpa meneliti ke luar perdagangan dan meneliti
atau membahas perdagangan tidak secara lengkap.
Ruang lingkup penelitian tentang permasalahan sosial ini adalah
lingkungan wilayah kota Perdagangan. Masalah yang secara spesifik diperhatikan
adalah permasalahan perekonomian. Namun tidak sekedar membahas permsalahan
perekonomian, tetapi bagaimana perekonomian tersebut berinteraksi dengan sektor
sosial-budaya, politik dan agama masyarakat Perdagangan.
1.6
Lokasi Penelitian
Lokasi
penelitian adalah Kota Perdagangan, Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun.
Secara spesifik, tempat tinggal berada di pasar I b wilayah sektor 1 gereja HKI
Ressort Perdagangan.
1.7
Waktu Penelitian
· 5-6 Maret 2011
· 11-13 Maret 2011
· 18-20 Maret 2011
· 25-27 Maret 2011
1.8 Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif, yang akan ditujukan untuk
menjelaskan permasalahan sosial kota Perdagangan yang dibahas dalam aspek
sosial-kemasyarakatan, ekonomi, agama dan politik.
1.9 Hipotesa
Kehidupan masyarakat Perdagangan
yang heterogen memberikan saya pemahaman dasar bahwa interaksi sosial akan
sangat kompleks. Kehidupan masyarakat yang kompleks tersebut saling
berinteraksi dalam sektor perekonomian. Dalam hal ini saya berasumsi bahwa kehidupan
perekonomian masyarakat merupakan wadah interaksi seluruh sektor kehidupan
seperti sosial-budaya, politik, dan agama. Dengan demikian perekonomian sangat
mempengaruhi masyarakat tentang bagaimana mereka berinteraksi dengan sesama.
Berkenaan dengan teologi sosial, maka teologi haruslah menyentuh pusat
kehidupan masyarakat sehingga dalam bidang ini teologi akan menyampaikan
pesannya dan berkarya dalam kehidupan sosial masyarakat.
BAB II
DESKRIPSI
2.1 Deskripsi kota perdagangan
Kota
Perdagangan adalah kota yang dijuluki dengan kota mati karena banyak bangunan
yang dibangun sampai berlantai 5 hanya untuk sarang burung walet. Bangunan ini
hanya dihuni pada lantai 1 dan 2 saja, karena jika di bangunan itu banyak
suara maka burung walet tidak akan datang kie gedung tersebut. Kota Perdagangan adalah kecamatan Bandar dan
Kabupaten Simalungun dengan luas
73.330 Km2 dengan tiga kelurahan, 15 Nagori . Kota
Perdagangan awalnya adalah hutan yang ditumbuhi sawit, Karet dan juga pematang
sawah mulai dari lokasi wisata
yang bernama “Kuba” Gunung Bayu sampai ke kota Perdagangan daerah Pematang Kerasaan tetapi sesuai
perkembangannya sekitar tahun 30-an suku batak datang dan tinggal
menetap di Perdagangan (yang masih
bernama Sampan tao). Kota
Perdagangan awalnya bernama Sampan
Tao ini dikarenakan dari kegiatan dagang yang terjadi di sungai Bahbolon
di Perdagangan Kegiatan
dagang itu berlangsung di perahu.
Sampan Tao itu kemudian mengalami pergeseran bahasa ke bahasa Indonesia dan
menjadi Perdagangan. Begitulah kegiatan ini berlangsung hingga pada
tahun 50-an (disinilah juga
pergeseran nama sampan tao menjadi Perdagangan) ada rombongan dari
Taiwan yang datang melalui Samudera Pasifik di Tanjung Balai untuk berdagang di
Kisaran tetapi mereka kemudian mengetahui kota Perdangan dan mencoba untuk
melihat kondiosi Perdagangan dan sejak saat itu mereka memilih untuk membuka
usaha di Perdagangan dan menetap di Perdagangan. Awalnya Perdagangan dihuni oleh suku Batak Toba
dan Simalungun dan kemudian dipadati oleh suku Jawa yang datang dari pulau Jawa
dan Cina yang datang dari Taiwan.
Berikut Tabel Penduduk di Kecamatan
Bandar, Perdagangan, berdasarkan Data BPS Simalungun 2007:
No
|
Desa/Kelurahan
|
Leki-Laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1
|
Desa Pematang Kerasaan
|
1732
|
1758
|
3490
|
2
|
Desa Pematang Kerasaan Rejo
|
2134
|
2142
|
4276
|
3
|
Desa Marihat Bandar
|
2701
|
2687
|
5388
|
4
|
Desa Timbulan
|
1178
|
1130
|
2308
|
5
|
Desa Nagori Bandar
|
1868
|
2036
|
3904
|
6
|
Desa Bandar Rakyat
|
1153
|
1242
|
2395
|
7
|
Desa Bandar Pulo
|
1156
|
1239
|
2395
|
8
|
Desa Bandar Jawa
|
1978
|
1892
|
3870
|
9
|
Kelurahan Perdagangna I
|
5078
|
5124
|
10202
|
10
|
Desa Bahlias
|
1789
|
1746
|
3535
|
11
|
Kelurahan Perdagangan II
|
2660
|
2657
|
5317
|
12
|
Desa Perlanaan
|
2722
|
2683
|
5404
|
13
|
Desa Sidotani
|
2308
|
2160
|
4468
|
14
|
Desa Sugaran Bayu
|
1653
|
1698
|
3351
|
15
|
Kelurahan Perdagangan III
|
3402
|
3570
|
6972
|
Jumlah
|
33512
|
33764
|
67276
|
a. Sejarah Kelurahan Perdagangan III
Kelurahan Perdagangan III merupakan salah satu dari tiga kelurahan yang
ada di PErdagangan yang lebih saya spesifikkan sebagai daerah penelitian untuk
lebih memaksimalkan penelitian tanpa menutup diri untuk juga meneliti 2
kelurahan yang lain. Kelurahan Perdagangan III merupakan pemekaran dari
kelurahan PErdagangan I. Pemekaran ini terlaksana pada tahun 2007 melalui
ketetapan pemerintah nomor 4 tahun 2006 tentang pembentukan Kelurahan
Perdagangan III Kecamatan Bandar.
Secara Geografis kelurahan Perdagamgam III berada
pada ketinggian +/- 82 meter diatas permukaan laut. Kelurahan Perdagangan III
terdiri dari 8 lingkungan dengan luas wilayah +/- 315 Km2. 65
% wilayah Perdagangan diperuntukkan untuk pemukiman masyarakat.Adapun batas-batas kelurahan Perdagangan III
adalah sebagai berikut:
·
Sebelah
Utara berbatasan dengan Perkebunan PT. PP LONSUM Bah Lias,
·
Sebelah
Selatan berbatasan dengan Nagori andar Jawa,
·
Sebelah
Barat berbatasan dengan Kelurahan Perdagangan I,
·
Sebelah
Timur berbatasan dengan Perkebunan PT. PP LONSUM Bah Lias
Adapun tabel komposisi penduduk di daerah
kelurahan Perdagangan III berdasarkan BPS tahun 2010 adalah seperti terdapat
dalam kolom berikut:
No
|
Lingkungan
|
Jenis
Kelamin
|
Jumlah
|
|
Laki-laki
|
PErempuan
|
|||
1
|
Pasar
I-a
|
520
|
665
|
1185
|
2
|
Lingkungan
Persil
|
406
|
374
|
780
|
3
|
Lingkungan
Pasar I-B
|
330
|
312
|
642
|
4
|
Lingkungan
Perjuangan
|
164
|
176
|
340
|
5
|
Lingkungan
Hubar
|
449
|
423
|
872
|
6
|
Lingkungan
Kampung Jawa
|
467
|
599
|
1066
|
7
|
Lingkungan
Perumnas II
|
567
|
567
|
1134
|
8
|
Lingkungan
Jalan Kuala tanjung
|
533
|
475
|
1008
|
Jumlah
|
3436
|
3591
|
7027
|
b. Keadaan Etnis (Suku)
Kelurahan
Perdagangan III memiliki pengelompokan dalam pemukiman yang dibedakan
berdasarkan suku. Secara umum pengelompokan yang terjadi adalah sebagai berikut
NO
|
Lingkungan
|
Suku
Penghuni
|
1
|
Pasar
I-a
|
Jawa
|
2
|
Lingkungan
Persil
|
Batak
|
3
|
Lingkungan
Pasar I-B
|
Batak
|
4
|
Lingkungan
Perjuangan
|
Batak
dan Jawa
|
5
|
Lingkungan
Hubar
|
Batak
|
6
|
Lingkungan
Kampung Jawa
|
Jawa
|
7
|
Lingkungan
Perumnas II
|
Jawa,Batak,Nias,
Melayu
|
8
|
Lingkungan
Jalan Kuala tanjung, Sandang pangan, Sisingamangaraja (Perdagangan Kota)
|
Cina
|
9
|
Lingkungan
Seberang sampai Bah Lias
|
Jawa
|
Ada beberapa
alasan yang menyebabkan pengelompokan ini, antara lain:
·
Lokasi
pemukiman yang sekarang dihuni oleh setiap suku adalah merupakan lokasi
warisan, pengelompokan ini terjadi secara turun temurun. Pada awalnya pemilihan
lokasi berdasarkan suku karena ketika Perdagangan masih menjadi hutan semua
pendatang mengambil lokasinya masing-masing dan suku-suku memilih untuk
mengambil jarak dengan suku yang lain karena tidak ingin berbaur dengan
suku-suku yang lain,
·
Ada
suku tertentu yang melihat lokasi sebagai lokasi perekonomian, Misalnya suku
Cina yang melihat lokasi Perdagangan kota sebagai pusat ekonomi maka mereka
memilih untu tinggal disana. Dengan modal yang mereka miliki mereka mampu
membeli tanah yang kemudian menjadi tempat tinggal mereka dari para penduduk
pribumi,
·
Adanya
tuntutan dan penempatan dari tempat bekerja, Misalnya saja suku Jawa yang
tinggal di lingkungan Seberang sampai Bah Lias adalah suku Jawa yang kebanyakan
adalah anggota dari Pabrik yang ada didaerah sekitar yang dikelola oleh suku
Jawa,
·
Mencegah
adanya perkelahian antara suku khususnya Jawa dan Batak karena banyak dari
antara suku Batak yang menjadi peternak babi.
c. Kehidupan Rumahtangga
Kehidupan Rumahtangga yang terdapat
di Perdagangan secara umum dipengaruhi oleh pandangan atau falsafah hidup suku.
Rumahtangga yang sudah berdiri lebih dari 20tahun masih banyak yang memiliki
anak lebih dari 4 orang dan banyak dari antara mereka yang hanya mengecap
pendidikan sampai SMA saja, sedangkan rumahtangga yang dibina dibawah kurun
waktu 20tahun kebanyakan sudah memiliki anak dibawah 4. Pemahaman akan anak
dari falsafah suku juga masih terlihat. Suku batak memiliki lebih banyak anak
dan Cina memiliki lebih sedikit anak.
d. Seksualitas (Pagok)
Dengan kesulitan
tuntutan yang ada di kota Perdagangan ada satu lokasi Prostitusi yang terdapat
di Lokasi Kampung lalang sugaran Bayu. Pagok ini Mulai ada tahun 1980-an tetapi
masih dirahasiakan tidak seperti sekarang. Tanah yang digunakan sebagai lokasi
Pagok awalnya milik PT. KAI dengan sistem hak pakai dan sekarang sudah menjadi
hak milk secara pribadi-pribadi. Sejarah keberadaan Pagok ini berawal dari Bm sempat akan ditutup jadi mereka pecah dan
mencari tempat masing-masing untuk tetap melanjutkan kehidupan mereka ada yang
ke Serbelawan, Indrapura dan ke Sugaran yaitu Pagok.
Para WTS yang bekerja di Pagok ini ada sebanyak 35 orang dan beroperasi
dalam 14 barak. Wts-WTS itu bukanlah penduduk setempat tetapi pendatang dari
kisaran, serbelawan dan dari daerah
lain. Mereka semua tidak empunyai modal dasar sehingga sepenuhnya mereka
terikat kepada germo yang menjamini mereka. Adapun nama-nama Germo di Pagok
antara lain: Simanalu, Umar, Pak Rait, Mawar, Sihombing, sifitri, sinaga,
sigultom, sitopan, Ayu, pak Sutris. Germo-germo itu hidup berkeluarga dan
memiliki keluarga seperti keluarga-keluarga biasanya. Anak-anak dari
Germo-germo tersebut juga bersekolah sama seperti anak-anak yang lain tetapi
kebanyakan dari mereka hanya bersekolah didepan orangtua mereka sampai SD
tetapi untuk SMP dan SMA mereka tinggal diluar daerah dengan alsan malu dengan
pekerjaan orangtua.
Tarif yang diadakan mereka beragam mulai dari Rp20.0000 sampai Rp100.000.
Para WTS ini sepenuhnya adalah suku Jawa. Mereka bekerja 24 jam karena mereka
tinggal dirumah-rumah yang dihuni oleh mereka dibawah naungan Germonya
masing-masing. Tiap wts terikat dengan germonya masing-masing dalam hal
pemakaian barak untuk operasi kegiatan. Sekali pemakaian kamar maka mereka
harus membayar 10 ribu karena mereka tinggal bersama germo itu, selain itu juga
mereka harus memayar uang kost bulanan mereka tinggal dirumah itu. Para WTS
tersebut Wts2 tersebut ada yang sudah menikah bahkan kebanyaka yang sudah
menikah dan lontenya itu juga ada yang hamil dan sendang hamil tetapi tetapi
tetap melayani. Pelanggan dari para WTS ini adalah Supir, Kernet, Kuli dari
Kuala tanjung dan dari Perdagangan sekitarnya (Pelanggannya adalah bapak-bapak).
Para WTS ini bisa juga dibawa keluar tetapi dengan tarif yang lebih mahal
karena mereka harus menanggung keamanan sendiri tanpa bodyguard.
Alasan mereka untuk menjadi WTS di Pagok tersebut beragam ada yang
karenakan Stres, ditinggal suami, broken home, dan juga karena tidak kerjaan
lain dan sulitnya lapangan pekerjaan. Keluarga mereka sebenarnya menentang
untuk melakukan pekerjaan seperti itu oleh karena itumereka tidak mengakui
pekerjaan mereka sebagai WTS kepada keluarga mereka hanya mengaku bekerja
sebagai pembantu rumah tangga dan bekerja di toko-toko. Hubungan sesama mereka
hanya sekedar teman biasa namun dalam tolong menolong tidak ada hanya sekedar
kawan cerita.
Hubungan dengan pemerintah tidak ada mereka hanya berdiri sendiri dengan
bertahan pada keamanan yang dipercayakan kepada Bodyguard. Bodyguard inilah
yang kemudian mengadakan hubungan pribadi dengan polisi agar tempat dimana ia
bekerja tidak dirajia dan tidak dilarang. Mereka hidu berkelompok dari
masyarakat biasa dan tidak ada hubungan diantara mereka.
2.2 Ekonomi kota Perdagangan
Kota Perdagangan merupakan kota
berkembang. Pluralisme yang terjadi di kota Perdagngan memberikan efek yang
tinggi terhadap ekonomi. Mata pencaharian yang banyak di kota
Perdaganga adalah sebagai Pedagang, Peternak, Petani, PNS. Beberapahal yang
harus diperhatikan dalam bidang ekonomi, antara lain:
a. Industri
Terdapat 3 pabrik karet di Perdagangan antara lain: TRIBIMA LAMA dan TRIBIMA BARU, PANTJA SURYA.
Untuk PT.Berdasarkan data yang
dimiliki ketiga PT ini, mengatakan bahwa 75% karyawan PT ini adalah Putra
Daerah dan bersuku Jawa. Dari
ketiga pabrik industri ini PT. Pantja Surya merupakan induk pabrik industri
karet di kota Perdagangan.
PT Pantja Surya berdiri sejak tahun 1971 berada di Jalan Kuala Tanjung,
Kecamatan Bandar, Desa Timbang, Kabupaten Simalungun, Perdagangan. PT ini
didirikan karena karena pemerintah melihat begitu banyak lahan karet yang
dimiliki oleh masyrakat dan pemerintah yang kemudian mengalamikesulitan untuk
mengekspornya. Sistem panen yang tidak menetap mengakibatkan penumpukan karet diagen-agen tertentu bahkan kadang-kadang jika
karet sudah menumpyk karet akan kehilangan harganya. Melihat situasi ini
seorang Investor yang sudah memiliki saham di Luar Negeri melihat situasi karet
tersebut maka dengan bekerjasama dengan pihak pemerintah ia mendirikan PT ini.
Sebelum PT. Pantja Surya dibangun sudah ada kesepakatan antara pemilik dan
pengusaha PT dengan masyarakat kota Perdagangan bahwa yang kelak menjadi
karyawan di PT tersebut adalah putra daerah. Dalam pelaksanaannya memang
kebanyakan karyawannya adalah putra Daerah tetapi yang bekerja sebagai pengurus
bukalah dari putra daerah hal ini dikarenakan pendidikan yang rendah dari putra
Daerah. Kebanyakan dari putra daerah bekerja sebgai buruh kasar dengan gaji
perhari. Sistem kerja pada karyawan meliputi dua sistem, yaitu: Sistem kontrak
dan sistem karyawan tetap. 75% karyawan di PT ini adalah bersuku Jawa.
Adapun layanan
yang diberikan PT. Pantja Surya kepada karyawannya, antara lain:
·
Gaji
tetap bagi karyawan tetap sesuai dengan ketetapan PT,
·
Gaji
hitungan jam kerja bagi buruh kasar dan karyawan dengan sistem kontrakan,
·
Perumahan
bagi anggota tetap dengan fasilitas rumah satu unit dengan ukuran 3m x 9m ruang tengah dan 3m x 3m, yang berada di
lokasi PT
·
Listrik
dan Air ditanggulangi oleh PT,
·
Gaji
ketigabelas bagi para karyawan tetap,
·
Tambahan
Gaji ketika perayaan besar,
·
Tunjangan
gaji bagi karyawan yang meninggal sebanyak tiga bulan gaji dan tambahan krans
bunga,
·
Buruh
kasar libur pada hari Sabtu dan Minggu,
·
Melayani
proposal yang masuk dengan penanggungjawab yang jelas.
Pengolahan yang terjadi di PT. Pantja Surya
memiliki beberapa cabang antaralain: didaerah Padangsidempuan, Jambi, Medan,
Kalimantan. adalah mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi yang kemudian
diekspor ke Amerika dan Jepang, Jerman, Prancis
Limbah dari PT ini ada dua jenis, yaitu limbah
cair dan kering. Limbah kering yang dikeluarkan oleh PT. Pantja Surya tidak
mendapat pengolahan lanjut selain untuk penumpukan yang digunakan untuk
penimbunan tanah dan pembuangan limbah langsung di belakang PT yang menumpuk
hingga pinggiran sungai Bah Bolon menunggu sampai pengangkut limbah datang dari
cabang mereka yang ada di Medan (Biasanya datang sekali seminggu). Limbah cair
yang dihasilkan oleh PT ditampung dalam penmpungan limbah berukuran 70mx100 m x
4 m. Limbah ini berwarna hitam pekat dan menguap dengan panas diatas 3600C.
Setelah limbah ini mendapatkan pengolahan maka limbah akan dibuang ke sungai
Bah Bolon.
b.
Pembangunan Sarang Walet
Perdagangan dikenal dengan kota mati karena banyak
gedung yang dibangun sampai tingkat lima hanya untuk sarang walet. Sarang walet
menjadi penghasilan terbesar di kota Perdagangan. Pemanfaatan sarang walet
dimulai tahun 1990-an oleh seorang yang bersuku Cina yang bernama Pegmeng.
Sebenarnya Pegmeng bukan pemilik langsung. Burung Walet awalnya datang ke
Gedung yang dimiliki oleh “Siregar Namora” gelar untuk orangtua Pardamean
Siregar yang terletak di jalan Cengkeh. Gedung ini digunakan sebagai tempat
peribadahan tetapi burung walet datang ke gedung ini tetapi keluarga Siregar
Namora belum mengetahui fungsi walet tersebut bahkan pada awalnya gedung ini
tiap minggu harus dibersihkan dengan arti semua cairan burung walet dibuang,
Kemudian Pegmeng melihat Walet tersebut tetapi ia belum mempunyai modal untuk
membeli dan membangun gedung walet untuk menangkap walet tersebut, maka ia
menyewa gedung itu dari Siregar namora dengan alasan membuka usaha. Beberapa
tahun ia menyewa gedung itu tetapi tidak melakukan usaha apa-apa dan akhirnya
katahuan oleh Ssiregar namora akan fungsi walet itu. Sesudah mengetahui fungsi
itu maka ia meminta kembali gedung itu dan membangun gedung walet itu baginya.
Kemudian Pegmeng juga membangun gedung waletnya di daerah Perdagangan Kota. Usaha
ini kemudian diikuti oleh saudagar-saudagar Cina yang datang dari Kisaran,
Tanjung Balai, Tebing dan Medan dan juga orang-orang Batak yang memiliki modal
besar di Perdagangan.
Modal yang dibutuhkan untuk emndirikan bangunan
walet ini tergolong besar sehingga usaha ini jug adidominasi oleh orang-orang
Cina. Air ludah walet ini dijual dengan harga Rp 20.000.000 – Rp
30.000.000 per Kg dan biasanya air ludah
walet ini akan dipanen dalam waktu sekali seminggu. Untuk memanggil burung
walet maka para pengusaha walet menggunakan kaset sebagai pancingan bagi walet.
Usaha walet ini memberikan dampak bagi pertumbuhan
ekonomi Perdagangan yaitu naiknya harga jual tanah yang bisa mencapai Rp
1.000.000 permeter. Perkembangan gedung walet ini berkembang 15 tahun terakhir
dan sampai sekarang terdapat hampir 250 unit gedung walet yang banyak dimiliki
oleh orang Cina.
c. Perpindahan Pasar Lama ke Lokasi Pasar Baru
Dalam waktu dekat ini direncanakan
Perdagangan akan dimekarkan menjadi dua kabupaten, yaitu Simalungun bawah dan
Simalungun atas. Salah satu langkah yang ditempuh dalam mewujudkan rencana ini
adalah penataan kota sesuai dengan denah kabupaten maka Pasar lama dipindahkan
ke pasar baru. Pasar lama terletak di lingkungan Pasar Ib dan pasar baru
terletak di daerah Bandar Nagori. Proses pemindahan ini mulai sejak Januari
2011 dan akhirnya tuntas pada tanggal 11 Maret 2011. Pada awalnya ara pedagang
menolak untuk pindah, ada beberapa asalasan para pedagang untuk pindah, antara
lain:
·
Sudah
lama berjualan di pasar lama,
·
Sudah
memiliki pelanggan tetap di pajak lama,
·
Pasar
baru letaknya jauh dari rumah para pedagang,
·
Lokasi
pajak baru tidak strategis, yaitu jauh dari keramaian,
·
Pada
awalnya listrik dan air belum lengkap,
·
Jalan
menuju pasar baru rusak,
·
Keamanan
tidak terjamin karena harus melalui perkebunan karet,
·
Pajak
di pasar lama murah (Rp 2000) dan pajak di pasar baru mahal (Rp10.000),
·
Gedung
emmang diganti rugi tetapi dengan campur tangan pemerintah artinya gedung
diberikan gratis tetapi harus membayar Rp200.000 per bulan dan jika hanya tanah
yang diberikan maka hanya bayar pajak harian tetapi gedung harus dibangun
sendiri,
·
Pembagian
tempat tidak teratur,
Pajak lama seluruhnya milik pemerintah tetapi
diolah oleh Pardamean Siregar (Mantan Wakil Bupati). Pemerintah belum mempunyai
rencanak akan pemakaian tanah ini kemudian Pardamean mengambil alih tanah ini
tetapi dengan syarat harus ada pembangunan yang menguntungan pemerintah. Oleh
karena itu dia berencana membangun kantor bupati jika nanti PErdagangan jadi
dimekarkan menjadi dua Kabupaten dan sebagai usaha pribadinya ia akan
mendirikan Supermarket disana.
d. Penghasilan Rumahtangga
Penghasilan rumahtangga di kota
Perdagangan banyak dari Perdagangan yang berlokasi didaerah Pajak Baru dan juga
Jalan Sandang Pangan samapai jalan Sisingamangaraja (Perdagangan kota),
Peternakan (Peternakan babi di lokasi HUBAR, peternakan lembu, sapi, kambing
dipasar 1-a dan lingkungan Seberang), Pertanian di lokasi Bandar Nagori.
-
‘perdagangan’
Kota Perdagangan merupakan jalan lintas dan ini merupakan salah satu
alasan yang membuatnya cocok sebagai tempat untuk berdagang. Dalam bidang
perdagangan yang berada dilokasi jalan sandang pangan hingga perdagangan kota 73% dikuasai oleh penduduk suku Cina hal
ini terlihat dari banyaknya toko yang dimiliki oleh Cina secara pribadi dan
tidak terikat dengan pemerintah. Adapun data pertokoan di pusat kota
Perdagangan hingga jalan sandang pangan kota Perdangan adalah, sebagai berikut:[3]
1.
Jawa 9 unit
ukuran 5x8 dan yang ukuran 4x4 sebanyak 18 unit, sekitar 5,5%
2.
Batak 33
unit ukuran 5x8, sekitar 20%
3.
Cina 119 unit
ukuran 5x8 dan yang ukuran 4x4 sebanyak 2 unit , sekitar
73%
Penduduk suku cina
semakin berkembang di Perdagangan dan penduduk pribumi pernah ingin mengusir
penduduk cina dari Perdangan karena dinilai sudah menguasai bidang ekonomi,
oleh karena itu pada tahun 1998 diadakan penyerangan terhadap penduduk suku
Cina yang disebut dengan “Demonstrasi” dengan penyerangan ini banyak suku Cina
yang mengalami penurunan ekonomi bahkan diperhitungkan ada sekitar 50 toko yang
memilih untuk tidak berdagang lagi dan kembali ke Taiwan tetapi pada tahun 2002
mereka kembali lagi berdagang ke Perdagangan.
Kegiatan perdagangan dilokasi Pasar Baru
didominasi oleh suku Batak. Semua bahan-bahan yang dijual dipasar baru adalah
bahan yang dibeli dari Pematang Siantar dan Medan. Untuk bahan tekstil banyak
dibeli dari Medan dan untuk bahan sandang pangan bahannya dibeli dari
Pematangsiantar. Pembelian dari luar daerah ini mengakibatkan mahalnya harga
bahan-bahan makanan dan pakaian yang dijual di Perdagangan.
-
Peternakan
Peternakan yang
dilakukan oleh masyrakat kota PErdagangan beragam, tergantung suku dan lokasi
tinggal. Batak banyak beternak babi, ayam, Suku Jawa banayk beternak Kambing,
Lembu. Peternakan ini dikelola secara pribadi dan didagangkan langsung ke
masyarakat tanpa harus menggunakan produsen.
-
Pertanian
Lokasi Pertanian
terletak di Bandar Nagori. Masyrakat yang hidup di lokasi ini banyak yang tidak
tau membaca karena tidak mengecap pendidikan. Kehidupan ekonomi mereka adalah
menengah kebawah. Lahan yang dikelola oleh para petani di lokasi ini adalah
milik sendiri dan sistem sewa. Para penduduk hanya bisa panen dua kali setahun
dan hasil panen inilah yang kemudian dijadikan untuk memenuhi seluruh
kebutuhan.
2.3 Agama
Perdagangan merupakan daerah yang
pluralis dalam bidang agama. Ada lima agama yang terdapat di PErdagangan,
antara lain: Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu. Selain kelima agama ini ada
juga agama yang berkembang didaerah Bandar Buntu yang tidak diakui oleh
Pemerintah yaitu Agama Kristen Panangkasi atau yang lebih dikenal dengan nama
“Parbibel”.
a. Agama yang dianut di Kecamatan Bandar
(Berdasarkan data BPS 2003)
No
|
Desa/Kelurahan
|
Islam
|
Katolik
|
Protestan
|
Hindu
|
Budha
|
Lain
|
Jumlah
|
1
|
Pematang
Kerasaan
|
2187
|
353
|
679
|
0
|
0
|
82
|
3306
|
2
|
Pem. Kerasaan
Rejo
|
3404
|
1
|
637
|
5
|
0
|
4
|
4051
|
3
|
Marihat Bandar
|
3676
|
108
|
1199
|
2
|
8
|
111
|
5104
|
4
|
Timbulan
|
2160
|
0
|
26
|
0
|
1
|
0
|
2187
|
5
|
Nagori Bandar
|
1636
|
117
|
1943
|
1
|
0
|
1
|
3698
|
6
|
Bandar Rakyat
|
1140
|
105
|
715
|
0
|
0
|
309
|
2269
|
7
|
Bandar Pulo
|
1273
|
30
|
965
|
0
|
0
|
0
|
2268
|
8
|
Bandar Jawa
|
3595
|
4
|
63
|
5
|
0
|
0
|
3667
|
9
|
Kelurahan Perdagangan
I
|
9699
|
687
|
4608
|
27
|
1232
|
17
|
16270
|
10
|
Bahlias
|
3123
|
31
|
191
|
0
|
0
|
5
|
3350
|
11
|
Kelurahan
Perdagangan II
|
4947
|
5
|
84
|
1
|
0
|
0
|
5037
|
12
|
Perlanaan
|
4813
|
1
|
293
|
4
|
8
|
2
|
5121
|
13
|
Sidotani
|
3943
|
6
|
281
|
1
|
2
|
0
|
4233
|
14
|
Sugaran Bayu
|
2587
|
80
|
508
|
0
|
0
|
0
|
3175
|
Jumlah
|
48183
|
1533
|
12192
|
46
|
1251
|
513
|
63736
|
b. Agama yang dianut di daerah Kelurahan
Perdangan III (Berdasarkan data tahun 2010)
No
|
Lingkungan
|
Islam
|
Kristen
|
Katolik
|
Budha
|
Hindu
|
Lain
|
Pasar
I-a
|
115
|
15
|
-
|
-
|
18
|
-
|
|
Lingkungan
Persil
|
763
|
6
|
-
|
-
|
11
|
-
|
|
Lingkungan
Pasar I-B
|
76
|
336
|
196
|
34
|
-
|
-
|
|
Lingkungan
Perjuangan
|
318
|
22
|
-
|
-
|
-
|
-
|
c. Tempat Ibadah Kecamatan
No
|
Desa/Kelurahan
|
Mesjid/Musola
|
Gereja
|
Pura
|
Vihara
|
Jumlah
|
1
|
Pematang
Kerasaan
|
5
|
3
|
-
|
-
|
8
|
2
|
Pem. Kerasaan
Rejo
|
7
|
2
|
-
|
-
|
9
|
3
|
Marihat Bandar
|
7
|
6
|
-
|
-
|
13
|
4
|
Timbulan
|
4
|
-
|
-
|
-
|
4
|
5
|
Nagori Bandar
|
2
|
2
|
-
|
-
|
4
|
6
|
Bandar Rakyat
|
3
|
4
|
-
|
-
|
7
|
7
|
Bandar Pulo
|
5
|
6
|
-
|
11
|
|
8
|
Bandar Jawa
|
4
|
-
|
-
|
-
|
4
|
9
|
Kelurahan
Perdagangan I
|
13
|
10
|
-
|
2
|
25
|
10
|
Bahlias
|
6
|
-
|
-
|
-
|
6
|
11
|
Kelurahan
Perdagangan II
|
10
|
-
|
-
|
-
|
10
|
12
|
Perlanaan
|
6
|
3
|
-
|
-
|
9
|
13
|
Sidotani
|
5
|
1
|
-
|
-
|
6
|
14
|
Sugaran Bayu
|
4
|
4
|
-
|
-
|
8
|
15
|
Kelurahan
Perdaangan III
|
7
|
6
|
-
|
-
|
13
|
Jumlah
|
88
|
47
|
-
|
2
|
137
|
-
Islam
Agama Islam di Perdangan bertumbuh dengan cepat, mereka mempunyai
mesjid/musola disetiap desa/kelurahan. Seluruh urusan agama Islam di kota
Perdagangan diselesaikan di KUA yang dipimpin oleh Drs. H. M. Nurdin Sinaga
sebagai ketua, Syamsyudin Bahri sebagai Sekertaris, Nurbaidah Rosita sebagai
Sekertaris. Didalam badan organisasi KUA ada 6 lembaga yang tergolong
didalamnya, antara lain:
·
Badan
Amil Zakat,
·
Dewan
Mesjid Indonesia,
·
Pejabat
Pembuat Akta Iqrar Wakaf,
·
Lembaga
Pengembangan Tilawatil Quran,
·
Badan
Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan,
·
Badan
Pembinaan Keluarga Sakinah,
-
Kristen
Kristen dipersatukan dalam Badan Kerjasama Antar Gereja (BKAG) yang
dipimpin oleh Pdt. P.V.P. Haloho, S. Th, MBA sebagai Ketua, Pdt. J. M. P.
Siregar, S. Th sebagai Sekertaris dan Pdt. Drs. R. Pasaribu, MA sebagai
Bendahara. Seluruh biaya yang dibutuhkan oleh BKAG sepenuhnya ditanggung oleh
pemerintah yang dianggarkan sebelumnya dalam APBN dan semasa jabatan Zulkarnain
semua dana yang dicantumkan dalam APBN dicairkan dengan baik. Semua Gereja
dapat bergabung kepada BKAG tanpa ada pembatasan tertentu dengan pengenalan
kepada jemaat-jemaat Gereja yang ditanggungjawapi oleh pimpinan-pimpinan Gereja
masing-masing. BKAG ini tidak terbatas pada pengurusan masalah dalam keagamaan
saja tetapi juga dalam bidang sosial seperti: Pengobatan gratis, emberian
sembako pada masyarakat, beasiswa, penyerahan bibit bagi para petani.
-
Budha
Agama Budha beribadah ke Wihara yang terletak di jalan Veteran dan di
jalan Lorong Mesjid. Pada awalnya hanya ada agama Kristen dan Islam di kota
Perdagangan tetapi sesuai dengan perkembangan penduduk di kota Perdagangan
agama Budhapun berkembang dengan cepat. Hal ini terlihat dengan pembangunan
Vihara yang terletak di Jalan Veteran yang sudah ada sekitar tahun 50-an dan
sudah tiga kali direnovasi dan renovasi terakhir diresmikan tanggal 2
Oktober 2005 oleh ketua umum dpp mapan
bumi maha sepuluh gavama Harjomo, Pendiri pertamanya datang dari Taiwan.
Penduduk suku Cina di Perdagangan banyak yang beribadah ke Vihara ini
dibandingkan dengan Wihara yang terletak di wilayah jalan Lorong Mesjid.
Dalam peribadaha jemaah Budha ada
satu yayasan yang digunakan untuk pemakan orang Cina, yang diresmikan pada
tanggal 20 Desember 1986 oleh Z Siregar camat Kecamatan Bandar dan kemudian
direnofasi dan diresmikan tanggal 10 Mei 2008 oleh Pardamean Seiregar (Mantan
wakil Bupati Kecamatan Bandar). Yayasan ini berlokasi dipinggir sungai Bah
Bolon di jalan sisingamangara, Perdagangan kota.
-
Kristen
Panangkasi (Parbibel)
Kristen panakkasi ini hidup
berkelompok di daerah Bandar Buntu. Mereka juga menggunakan Bibel dalam ibadah
mereka tetapi mereka samasekali tidak menerima keberadaan Alitab dalam versi
Bahasa Indonesia sebagai salah satu bentuk Firman Tuhan karena dengan alasan
dari duu hanya ada Bahasa Batak jika sekarang ada bahasa Indonesia berarti
sudah tidak asli dan suci lagi. Dalam keseharian mereka, mereka tidak beribadah
di Gereja bagi mereka tidak perlu untu mengadakan pembangunan yang tiggi karena
tentunya pembangunan itu emmbutuhkan biaya yang sangat banyak. Dalam
peribadahan mereka dipisahkan berdasarkan jenis kelamin karena untuk
menjagakesucian dan yang menjadi penatua dalam keagamaan mereka juga tidak
dipandang dari sekolahnya, yang dipilih adlaah orang yang sudah dianggap
sebagai orang yang layak dan penilaian layaka atau tidak ditentukan berdasarkan
usia dan pengalaman sebagai penatua.
Agama ini secara tidak langsung
menolak hubungan dengan pemerintah karena mereka tidak mau terjun dalam
kemajuan jaman. Mereka tidak mengurus KTP dan tidak mempunyai pendidikan yang
tinggi karena bagi mereka pendidikan yag tinggi hanya akan embuat mereka jauh
dari Alah dan menghabiskan biaya banyak dan akan membuat mereka jauh dari Allah
karena memikirkan biaya. Penganut agama ini juga menlak bantuan yang diberikan
leh pemerintah karena anggapan mereka bantuan adalah hasil korupsi yang
kemudian dibagi-bagikan lagipula dalam angggapan mereka hanya Allah sajalah
yang emenuhi kebutuhan hidup bukan
pemerintah yang tidak jelas darimana datangnya.
Dalam adat istidat mereka juga
dikatakan menolak sebagian besar tentang adat mereka tidak mengikat diri dengan
kegiatan “manortor” dan “ulos” dan mereka lebih memilih untuk membuat
ketapan-kettapan sendiri. Mereka tidak mengakui lambang salib dan tidak
mengijinkan ada tanda salib dirumah maupun dikuburan karena mereka mengatakan
itu merupakan salah satu penyembahan terhadap berhala. Anak-anak muda mereka
dilarang untuk maerantau dan menikah dengan penduduk diluar agama itu karena
akan mencemari dan menghilangkan agama mereka, jika mereka menikah dengan orang
diluar agama itu maka mereka dihilangkan dari persekutuan itu.
2.4 Keadaan Politik Perdagangan
Perdagangan adalah kota yang banyak dikendalikan secara pribadi.
Pemerintah banyak dikalahkan oleh peran pribadi. Beberapa orang yang memegang
peranan ekonomi di kota Perdangan adalah P. Siregar, S. Pd yang pernah menjabat
sebagai waklil Bupati Kab Simalungun. Jabatannya di bidang pemerintahan membuka
jalan baginya untuk lebih depat menguasai Perdagangan. Relasinya dibidang
pemerintahan memberikan jalan baginya, salah satu lahan pemerintahan yang
dikelolanya adalah Pajak lama kota Perdangan yang terletak di Pasar 1b. D. L. Sitorus juga adalah salah satu penanam
saham terbanyak di Perdagangan. D. L. Sitorus mempunyai Perguruan SMK di lokasi
tanah Perjuangan dan Yayasan dan ada juga Sorum dan lahan yang dijadikannya
sebagai penanaman karet dan kelapa sawit, Dari penduduk suku Cina yang
dipandang paling berpengaruh adalah Chao pemilik toko mas bintang yang
mendirikan yayasan, sekolah Dr. Cipto Mangun Kusumo dan juga Gereja bernama
Chao tetapi dari antara ketiga orang ini yang dinilai paling berpengaruh adalah
P. Siregar, S. Pd
2.5 Keadaan Pendidikan Perdagangan
Perdagangan
merupakan kota yang berkembang dalam bidang pendidikan, didaerah ini sudah
banyak terdapat tempat untuk mendapatkan pendidikan, baik yang bersifat formal
dan informal dari pihak Negeri dan Swasta. Biaya yang dibutuhkan sebagai biaya
pendidikan tergolong mahal. Jika ia bersekolah di Negeri maka uang sekolah
wajib tiap bulannya akan dikenakan biaya hingga Rp10.000 sedangkan swasta
bahkan mencapai Rp100.000. Adapun banyaknya Sekolah-sekolah yang terdapat di
kota Perdagangan, antara lain:
v
Sekolah
Dasar :
·
Negeri
35 unit
·
Swasta
10 unit
v
Sekolah
Menengah Pertama:
·
Negeri
1 unit
·
Swasta
15 unit
v
Sekolah
Menengah Atas
·
Negeri
2 unit
·
Swasta
15 unit
BAB III
ANALISIS SOSIAL
3.1 Analisis sosial tentang keberadaan PT.
Pantja Surya
3.1.1 Analisis Struktur dan Sistem Sosial
Ruang lingkup masalah yang muncul yaitu masalah Ekonomi masalah sosial
kehidupan masyarakat. Di mana adanya yang di untungkan dan pihak yang
dirugikan. Pihak yang diuntungkan ialah
Group Aspira (pemilik PT) dan pemerintah. sedangkan Pihak yang dirugikan
yaitu masyarakat sekitar pabrik yang mana mengkondisikan terjadinya
pengangguran, kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan. Pihak yang mengambil
keputusan dalam pola interaksi dalam PT. Pantja Surya tersebut ialah pemilik modal
yaitu Group Aspira, dan pihak yang menghendaki perubahan yaitu buruh dan karyawan (internal), serta masyarakat
sekitar
3.1.2 Analisis Status dan Peran
Aktor-aktor yang berperan ialah:
1.
Group Aspira: yang memperoleh keuntungan, berperan
sebagai pemilik modal dan pengambil kebijakan/keputusan
2.
Perusahaan asing (Good Year, Dunlop, Bridgestone dan
Nike): memperoleh bahan baku produksi (latex)
3.
Pemerintah Kecamatan Bandar dan pusat: memperoleh pajak
dan devisa (pendapatan)
4.
Masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik: pengangguran
(memperoleh pekerjaan) dan masyarakat umum
5.
Buruh dan karyawan: memperoleh gaji, berperan sebagai
tenaga kerja
6.
Pengurus pabrik: memperoleh gaji, berperan dalam
mengelola keberlangsungan pabrik (teknisi)
3.1.3 Analisis Pola Interaksi
1. Tertutup (Konflik Laten)
Terjadi pada pemerintah dengan masyarakat; yaitu pengangguran atau yang
memiliki pekerjaan dan masyarakat umum yang ada di sekitar pabrik. Karena
kurangnya memperhatikan efek produksi pabrik, kemudian karena pabrik lebih
mendominasikan pekerjanya dari pihak luar.
2. Konflik terbuka
Terjadi pada masyarakat; yaitu pengangguran
atau yang memiliki pekerjaan dan masyarakat umum yang ada di sekitar pabrik
dengan pengusaha pabrik. Adanya demonstrasi yang dilakukan masyarakat kepada
pengurus pabrik. Demonstrasi ini merupakan tindakan protes atas perlakuan yang
dilakukan perusahaan kepada buruh yang tidak sesuai dengan ketetapan tenaga
kerja
3. Terbuka (Tidak ada Konflik)
-
Terjadi
pada hubungan pemerintah dengan group Aspira, buruh & karyawan, perusahaan
asing seperti; Good Year, Dunlop, Bridgestone dan Nike.serta dengan pengusaha pabrik
-
Terjadi pada hubungan pengusaha pabrik dengan buruh
& karyawan, dengan perusahaan asing seperti; Good Year, Dunlop,
Bridgestone dan Nike
-
Terjadi pada hubungan buruh & karyawan dengan
masyarakat; yaitu pengangguran
atau yang memiliki pekerjaan dan masyarakat umum yang ada di sekitar pabrik
dengan pengusaha pabrik, dan dengan Group Aspira.
3.1.4 Analisis Kultural dan Budaya (Nilai,
norma dan sanksi)
Nilai dan norma
Isu propaganda melalui pemberian karangan bunga kepada masyarakat yang
berdukacita dan pemberian sumbangan kepada gereja dan masyarakat sekitar, salah
satu melalui pencarian dana proposal minimal Rp 500.000,-. Pabrik memberikan
kesejahteraan bagi buruh berupa fasilitas, yaitu pemberian rumah dengan ukuran 9 x 3 m dengan sebagian
dari semen dan sebagian lagi dari papan serta pemberian upah sesuai dengan jam
kerja. Di mana ada pabrik, maka akan ada lapangan pekerjaan terutama bagi
masyarakat setempat. Pabrik memiliki UMR. Dimana UMR itu adalah jaminan
kesejahteraan bagi buruh pabrik. Pihak
yang membawa nilai dan norma, yaitu pengelola pabrik dan Group Aspira
Sanksi sosial yang muncul dalam pabrik:
o
Bagi yang tidak menyepakati UMR, maka
akan keluar dan tidak dipekerjakan lagi.
o
Pihak pabrik yang tidak memenuhi kesejahteraan
buruh menghasilkan aksi protes dari para buruh melalui demonstrasi.
o
Pabrik mendapatkan protes dari penduduk setempat
yang tidak mendapatkan pekerjaan.
o
Merekrut pekerja dari tempat lain , mendapatkan
protes dari penduduk setempat, tahun 2010.
o
Adanya kecemburuan sosial terhadap buruh yang
dominan adalah seperti Jawa Islam (buruh yang dominan).
3.1.5 Analisis Sejarah
1. Keadaan di masa lalu:
PT. Pantja Surya berdiri sejak tahun 1971 berada di Jalan Kuala Tanjung,
Kecamatan Bandar, Desa Timbang, Kabupaten Simalungun, Perdagangan. PT ini
didirikan karena pemerintah melihat begitu banyak lahan karet yang dimiliki
oleh masyrakat dan pemerintah yang kemudian mengalami kesulitan untuk
mengekspornya. . Sistem panen yang tidak menetap mengakibatkan penumpukan
karet diagen-agen tertentu bahkan
kadang-kadang jika karet sudah menumpuk karet akan kehilangan harganya. Melihat
situasi ini seorang Investor yang sudah memiliki saham di Luar Negeri melihat
situasi karet tersebut maka dengan bekerjasama dengan pihak pemerintah ia
mendirikan PT ini.
2. Keadaan di masa sekarang:
Berdasarkan data yang dimiliki
PT ini, mengatakan bahwa 75% karyawan PT ini adalah Putra Daerah dan bersuku
Jawa. PT. Pantja Surya
merupakan induk pabrik industri karet di kota Perdagangan Sebelum PT.
Pantja Surya dibangun sudah ada kesepakatan antara pemilik dan pengusaha PT
dengan masyarakat kota Perdagangan bahwa yang kelak menjadi karyawan di PT
tersebut adalah putra daerah. Dalam pelaksanaannya memang kebanyakan
karyawannya adalah putra Daerah tetapi yang bekerja sebagai pengurus bukanlah
dari putra daerah hal ini dikarenakan pendidikan yang rendah dari putra Daerah.
Kebanyakan dari putra daerah bekerja sebagai buruh kasar dengan gaji perhari.
Sistem kerja pada karyawan meliputi dua sistem, yaitu: Sistem kontrak dan
sistem karyawan tetap. 75% karyawan di PT ini adalah bersuku Jawa.
Terjadi kecemburuan sosial terhadap karyawan yang merupakan putra daerah
setempat, karena adanya tenaga kerja yang didatangkan dari luar. Kebijakan ini
diambil oleh pihak pengelola pabrik karena karyawan lama yang berasal dari
masyarakat setempat menolak ketentuan penggajian yang disepakati. Dimana gaji yang
telah ditentukan oleh pabrik kepada karyawan putra daera sebesar Rp
36.000,-/hari dan fasilitas yang ada dibatasi. Sehingga terjadilah demonstrasi oleh
karyawan yang berasal dari putra Daerah terhadap pihak pengelola pabrik.
Memang Proses produksi pabrik sekarang
ini masih lancar sesuai dengan target. Pabrik juga mendapatkan penghargaan
piagam biru dari PROPER (penghargaan yang diberikan kepada pabrik mengenai
pengelolaan limbah produksi) pada tahun 2010 (meskipun pada relitanya tidaklah
demikian). Di mana pada realitasnya, limbah pabrik (cair,
padat dan gas) menyebabkan kerusakan lingkungan. Limbah padat yang
dikeluarkan oleh PT. Pantja Surya tidak mendapat pengolahan lanjut selain untuk
penumpukan, yang digunakan
untuk penimbunan tanah. Dan
pembuangan limbah langsung di belakang PT yang menumpuk hingga pinggiran sungai
Bah Bolon menunggu sampai pengangkut limbah datang dari cabang mereka yang ada
di Medan (Biasanya datang sekali seminggu). Limbah cair yang dihasilkan oleh PT
ditampung dalam penampungan
limbah berukuran 70mx100 m x 4 m. Limbah ini berwarna hitam pekat dan menguap
dengan panas diatas 3600C. Setelah limbah ini mendapatkan pengolahan
maka limbah akan dibuang ke sungai Bah Bolon.
3. masa yang akan datang
Apabila pabrik masih bertahan dengan
sistem yang telah ditetapkan maka akan timbul suatu protes dari buruh dan juga
masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pabrik. Karena pabrik telah mencemari
lingkungan yang merusak kelestarian lingkungan alam, maka itu akan selalu
menjadi bahaya bagi kesehatan lingkungan.
3.1.6 Pola Berpikir dan Kesadaran
Pola berpikir
-
Group Aspira: progresif (mencari keuntungan kelompok)
-
Pemerintah Kecamatan Bandar dan pusat: progresif
-
Perusahaan asing (Good Year, Dunlop, Bridgestone dan
Nike): konservatif
-
Masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik:
a. para pengangguran: liberal
b. masyarakat setempat: liberal
-
Buruh: konservatif, liberal
-
Pengurus pabrik: konservatif
Pola Kesadaran
-
Group Aspira: kritis
-
Pemerintah Kecamatan Bandar dan pusat: kritis
-
Perusahaan asing (Good Year, Dunlop, Bridgestone dan
Nike): magis
-
Masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik:
a. para pengangguran: naif
b. masyarakat setempat: naif
-
Buruh: magis, naif
-
Pengurus pabrik: magis
3.1.7 Keprihatinan Sosial
- Ada pihak yang mengkondisikan suatu komunitas untuk memperoleh keuntungan sendiri yaitu pemilik modal.
- Pemerintah berkompeten dalam mensejahterakan masyarakat justru mendukung pihak yang mencari keuntungan sendiri (pemegang modal).
- Orang yang mencari kebutuhan menggantungkan diri kepada orang yang mencari keuntungan.
3.2 Analisis Sosial Tentang Perpindahan
Pajak
3.2.1 Analisis Struktur dan Sistem Sosial
Masih dalam Ruang lingkup masalah Ekonomi sebagai masalah sosial
kehidupan masyarakat. Di mana adanya yang di untungkan dan pihak yang
dirugikan. Perpindahan pajak sangat
berpengaruh dalam segala bidang/aspek
kehidupan. Dari kasus perpindahan pajak terlihat sistem kehidupan di
Perdagangan. Pihak-pihak yang
diuntungkan yaitu; Pemerintah Kabupaten Simalungun, karena tata kota akan
semakin membaik, menerima retribusi pajak, Pemilik Modal: “Siregar na mora”, orang Cina, Sekelompok orang yang tadinya tidak mendapat
tempat untuk berjualan di pajak lama, namun karena memiliki modal untuk menyewa
kios, akhirnya mendapat tempat di pajak baru, Para Sopir Becak bermotor, karena untuk pergi ke pajak baru, orang-orang
akan menggunakan jasa becak, karena angkot khusus untuk trayek ini tidak ada.
Sedangkan pihak yang dirugikan
ialah para pedagang kecil, seperti pedagang kaki lima dan pedagang asongan yang
tidak mendapat tempat berjualan di pajak baru karena tidak memiliki modal untuk
menyewa kios di pajak baru. Di pajak mereka hanya menyewa tempat berjualan
sebesar Rp.15.000/bulan, sementara di pajak baru harus membayar tempat sebesar
Rp. 200.000/bulan. Kemudian Sopir Angkot karena terjadinya pemindahan terminal
juga sehingga angkot yang datang dan pergi ke perdagangan harus melewati
terminal baru yang letaknya lebih jauh. Hal ini jelas akan lebih menghabiskan
banyak BBM yang mereka gunakan. Serta Masyarakat Pembeli di sekitar pajak lama
dan kota, karena jarak pajak yang semakin jauh.
3.2.2 Analisis Status dan Peran
Aktor-aktor yang berperan ialah:
1.
Pemerintah : yang mengatur bentuk kota Perdagangan
- Bupati c. Lurah e. Satpol PP
- Camat d. Kepala Lorong f. Dinas Pasar
2.
Pedagang : yang memenuhi kebutuhan dengan berjualan
(berdagang)
- Kios c. Swadaya
- Loss d. Lapak
3.
Pengusaha : sebagai pembeli
4.
LSM
5.
Masyarakat
3.2.3 Analisis Pola Interaksi
Ket :
1. Tertutup (Konflik Laten)
-
Terjadi
antara pedagang yang memiliki modal kecil dengan para pedagang yang memiliki
modal besar.
-
Terjadi
antara masyarakat dengan pengusaha, LSM dengan pengusaha
-
Antara
masyarakat dengan pemerintah. Karena masyarakat mengalami kesulitan untuk
menjangkau lokasi pajak baru yang jauh dari pemukiman sehingga mengeluarkan
biaya yang lebih banyak untuk ongkos.
2. Konflik terbuka
-
Terjadi pada
pedagang yang memiliki modal kecil dengan pemerintah, LSM dengan pemerintah
karena pedagang yang tidak punya kios demonstrasi kepada pemerintah. Konflik
terbuka ini terjadi tampak dari kegiatan demo yang dilakukan oleh pedagang yang
memiliki modal kecil.
3. Terbuka (Tidak ada Konflik)
-
Terjadi
pada pemerintah dengan pedagang pemilik modal besar. Pedagang pemilik modal
besar dengan pengusaha
-
Masyarakat
dengan pedagang, baik pemilik modal besar, maupun pemilik modal kecil.
3.2.4 Analisis Kultural dan Budaya (Nilai,
norma dan sanksi)
Nilai dan norma
Orientasinyayang dibawa oleh
pemerintahan adalah orientsi pengeksploitasi sumber daya manusia (SDM) dan
Marginalisasi. Nilai yang menjadi orientasi ialah nilai orientasi masa
kini (penataan kota), yang membawa nilai yaitu pemerintah pusat. Maka timbullah
dalam diri masyarakat rasa takut.
Sanksi sosial yang muncul dalam pabrik:
System pembongkaran Pasar dilakukan
secara paksa, bagi yang tidak mau mengikuti aturan maka tidak akan dapat
mempunyai lapak. Sehingga bagi pemilik modal akan memiliki tempat/lapak di
pasar baru. Jika mereka tidak pindah
maka mereka mendapat sanksi pengusiran oleh satpol PP. Tidak ada sanksi jika
pemerintah kabupaten tidak melakukan penataan kota.
3.2.5 Analisis Sejarah
1. Keadaan di masa lalu:
Adanya peralihan
dari sistem ekonomi agraris ke sistem ekonomi industri. Pajak lama berdiri
sekitar tahun 1986. Pada saat itu, masyarakat yang berdagang di pajak ini
diwajibkan untuk mengontrak tempat selama 25 tahun. Pembayaran boleh bayar
langsung atau dengan mencicil. Kebanyakan pedagang di dalam mencicil karena
pedagang kecil-kecilan.
Pada bulan Februari 2011 kemarin, tiba-tiba
pemerintah mengumumkan bahwa pajak lama tersebut akan dipindahkan ke wilayah
kelurahan III, yang sekarang disebut sebagai pajak baru/terminal baru, ada
wacana dari pemerintah melalui dinas pasar akan perpindahan letak pasar. Karena
akan dibangun swalayan atau kantor Bupati. Alasan perpindahan pajak masih belum
jelas bagi masyarakat. Awalnya mereka menerima informasi bahwa wilayah itu akan
dijadikan untuk tempat kantor pemerintahan karena perdagangan akan mekar atau
mandiri menjadi sebuah kabupaten. Beberapa minggu kemudian masyarakat menerima
informasi yang beredar bahwa itu akan dijadikan sebagai tempat untuk membangun
sebuah plaza. Mendengar informasi tersebut, pedagang bersama LSM perdagangan
mengadakan demonstrasi ke pemerintah setempat dengan mendatangi kantor camat.
Mereka meminta agar pajak jangan dipindahkan ke tempat lain. Usulan masyarakat
akan dipertimbangkan kata pemerintah. Tetapi pajak baru sudah mulai dibangun.
Pada akhirnya ada beberapa pedagang yang harus dipaksa untuk ke pajak baru.
Ternyata banyak orang yang pada waktu di pajak lama tidak ada bangunan permanen
sebagai tempat jualan tetapi mendapat tempat permanen setelah di pajak baru.
Ada yang pedagang ketika di pajak lama memdapat bangunan permanen, tetapi
setelah di pajak baru tidak mendapat bangunan permanen. Hampir semua pedagang
buah, ikan, yang dari pajak lama tidak mendapat bangunan permanen setelah di
pajak baru.
2. Keadaan di masa sekarang:
Perpindahan pajak lama ke pajak baru banyak kontroversi yang ditimbulkan
baik kepada kehidupan masyarakat umum terlebih kepada masyarakat pedagang.
Awalnya pedagang sudah merasa nyaman untuk berdagang disana karena tempatnya yang
strategis dan berada di pusat kota. Alasan pemerintah untuk memindahkan adalah
karena akan dibangun kantor pemerintahan. Alasan ini kurang dapat diterima
karena tidak ada kepastian bahwa perdagangan sudah boleh menjadi kebupaten atau
tidak. Lagipula kalaupun perdagangan akan menjadi sebuah kabupaten, tidak ada
salahnya wilayah kantor untuk pemerintah di bangun di wilayah pajak baru
sekarang. Jadi kurang masuk akal kalau alasan pemerintah hanya untuk membangun
kantor bupati. Informasi lainnya mengindikasikan bahwa perpindahan ini terjadi
karena ada kepentingan sepihak atau seseorang yaitu untuk membangun sebuah
plaza atau mall di pusat kota. Kalau dijadikan untuk tempat plaza atau mall,
maka wilayah ini sangat cocok. Berada di pusat kota dan sangat strategis. Jika
memang ini yang terjadi maka telah terjadi peran kekuasaan didalamnya. Siapa
yang berkuasa dan dekat dengan pemerintah, maka dialah yang berkuasa atas perekonomian rakyat. Jika wilayah itu mendaji
tempat plaza atau mall, maka dapat diperkirakan tidak akan banyak orang yang
pergi ke pajak baru. Selain tempatnya yang jauh dari keramaian penduduk, plaza
atau mall tentunya lebih menarik perhatian masyarakat pada umumnya. Sekarang
ini juga masyarakat sudah sangat jarang ke pajak karena jauh, apalagi kalau
sudah dibangun plaza atau mall di pusat kota yang menjual segala sesuatunya.
Plaza atau mall adalah bagian dari kapitalisme yang menawarkan barang jualan
yang memikat hati para pembeli bahkan tidak jarang sebagai tempat bersantai.
Orang yang tidak berkecukupan pun akan berusaha untuk pergi ke plaza atau mall.
Mereka akan menganggap diri bersalah atau tidak percaya diri kalau tidak pernah
membeli barang dari plaza atau mall. Hal inilah yang menjadi masalah sosial
bagi masyarakat pada umumnya. Mereka akan berusaha untuk menunjukkan diri mampu
untuk mengikuti zaman dengan berbelanja ke plaza atau mall tanpa mengetahui
bahwa mereka telas diperas. Realitas ini jarang disadari oleh masyarakat umum
karena mereka hanya melihat apa yang di depan mata tidak melihat dibalik
peristiwa tersebut.
Sistem kontrak bangunan kios 1 x 25 tahun. Setelah itu kembali ke pemerintah. Rencana Pemekaran
menjadi Kabupaten semakin menekan para pedagang karena lokasi yang terlalu
sempit, dan lokasi telah dibeli pengusaha . Masyarakat yang ingin memperpanjang kontrak juga tidak diijinkan
pemerintah, dengan alasan akan di adakannya pemekaran Kabupaten. Jadi pajak
harus dipindahkan. Tetapi Sampai 2011 sekarang ini belum jadi kabupaten, dengan
alasan belum ada kantor dan kecamatan belum mencukupi.
Realitas setelah perpindahan pajak ialah pembagian tempat (kios) tidak
merata. Yang dulunya tidak mempunyai
kios dipajak lama menjadi punya kios di pajak baru. Pengusaha yang mampu
membeli kios, mengontrakkan kembali kios tersebut. Realitasnya pedagang kecil
yang tidak punya kios menjadi berdagang di pinggir jalan pajak baru. Terjadinya
pengkondisian sistem pajak yang berpihak pada pemilik modal yang mengakibatkan
pedagang tersingkirkan
3. keadaan dimasa akan datang
Perpindahan
pajak lama ke lokasi pajak baru menunjukkan adanya keberpihakan pemerintah
kepada pedagang pemilik modal besar. Keberpihakan tersebut ditunjukkan dengan
adanya pembangunan supermarket di lokasi pajak lama. Pembangunan itu tentunya
akan memberikan keuntungan bagi pengusaha yang mengelolanya. Keadaan yang akan
datang akan timbullah suatu keadaan yang mendiskriminasikan ekonomi. Kelompok
pedagang pemilik modal kecil akan di diskriminasi karena ketidakmampuan dalam
hal modal. Sehingga pedagang pemilik modal kecil akan termarginalisasikan oleh
sistem yang dikondisikan di dalam sistem perekonomian tersebut.
3.2.6 Pola Berpikir dan Kesadaran
Pola berpikir
Pola pikir pemerintah yaitu Progresif
yang berorientasi pada ego atau kepentingan sendiri. Sedangkan pola pikir
pedagang kaki lima atau pedangan yang tidak memiliki modal yaitu Konservatif ada juga pedagang yang berpola fikir
progresif. Hal ini terlihat dari adanya
usaha beberapa pedagang untuk melakukan suatu demonstrasi.
Pola Kesadaran
Pemerintah memiliki pola Kesadaran
yang naif karena tidak
mempertanyakan sistem dan struktur yang mereka terapkan apakah sudah
baik bagi para pedagang. Namun
sebaliknya, menganggap sistem yang mereka terapkan sudah sudah baik
dan benar (given). Sedangkan
para pedagang kaki lima atau pedangan yang tidak memiliki modal memiliki kesadaran yang naif dan ada yang memiliki kesadaran yang magis.
3.2.7
Keprihatinan
Sosial
Pengkondisian perpindahan pajak yang dilakukan pemerintah yang pro
pemilik modal menyebabkan banyak pedagang kecil yang tidak memiliki modal
rentan termarjinalisasi, tereksploitasi. Adanya upaya untuk membuat sistem
kapitalis semakin lebih tinggi dan semakin kuat, yang mengakibatkan para
pedagang terkhusus para pemilik modal kecil semakin tereksploitasi dan
termarginalisasi.
BAB IV
REFLEKSI TEOLOGIS
4.1
Refleksi Teologis
Keadilan
sosial
Tekanan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari masalah ekologi. Kemiskinan
merupakan salah satu faktor penting pengrusakan lingkungan hidup. Dan di dalam
orang-orang miskin inilah yang menjadi korban kehancuran alama. Tuntutan
terhadap ekonomi mengharuskan pembukaan lapangan pekerjaan, seperti pabrik. Di
satu sisi dalam proses produksinya merusak lingkungan hidup, dan di pihak lain
meskipun memberi lapangan pekerjaan, para buruh tidak terlepas dari jerat
kemiskinan. Demikianlah tercipta struktur ekonomi yang bukan melepaskan
kemiskinan melainkan menjerat para buruh dalam kemiskinan dan kerusakan
lingkungan hidup.
Kebebasan adalah kelepasan dari struktur atau pengkondisian dari hidup
yang menderita. Solidaritas adalah keikutsertaan mengambil bagian dalam hidup
yang menderita. Keselamatan bagi kami adalah ketiadaan hidup yang menderita. Iman adalah harapan yang nyata dalam tindakan. Gereja bagi kami adalah komunitas
tertindas yang menyuarakan kebebasan berdagang (dari rasa tertekan pemerintah,
sesama pedagang dan sesama pembeli). Setelah kami bebas berdagang, maka kami
akan bebas beribadah. ALLAH bagi kami adalah penindas yang membebaskan, bukan
pembebas yang menindas.
Para buruh yang menggantungkan diri kepada pabrik dalam rangka memenuhi
kebutuhan mereka, meskipun dengan upah yang sedikit. Bagi mereka kesempatan
kerja adalah tujuan.
Peningkatan kemajuan ekonomi dunia
kemudian menuntut mutu kerja sehingga mereka membutuhkan pendidikan dan
keterampilan. Dalam hal ini permasalahan bukan semata-mata hanya mendapatkan
pekerjaan sehingga mendapatkan upah, melainkan menyangkut keseluruhan hidup
manusia, yaitu lingkungan hidup, kesehatan, keamanan, dan jaminan hidup.[1]
“Tujuan dari kegiatan Allah di dunia ini bukan hanya menunjukkan
kekuatanNya, tapi juga pembebasan dan menunjukkan keadilan (Mzm 146:7-9, Yes
22:13-16) dan berpihak kepada kaum
miskin (Mzm 68:5-6).” (The Power of the Poor in History, hlm. 7).
Pandangan
orang miskin terhadap gereja sebagai institusi
Gereja
tidak mengabaikan orang miskin tetapi mengabaikan penyelamatan total mereka
jadi dalam kasus ini Gereja ada dipihak yang menyebabkan penindasan atas
rakyat. (Hal ini berkaitan dengan bantuan yang telah diterima Gereja dari PT.
Pantja Surya). Dengan keadaan demikian Gereja memiliki keterbatasan dalam
menyuarakan keadilan yang diinginkan oleh buruh. Gereja menjadi patuh akan
sistem managemen yang berlaku di Pantja Surya.
Dalam pandangan buruh Gereja
diharapkan dapat memberikan jawaban akan masalah yang dihadapi oleh kaum buruh.
Sebab Gereja adalah Kristus (1 Korintus1:2) yang mencakup semua kalangan dan
Gereja bukanlah milik kaum rohaniawan. Gereja harus mampu memiliki perasaan
yang sama dengan orang yang mengalami penindasan (Filipi 2:5), dimana Gereja
seharusnya lebih memerikan perhatian terhadap orang tertindas daripada
pencapaian pembangunan fisik Dalam realita yang dihadapi oleh kaum buruh Gereja
hadir untuk memihak kaum penindas. Dimanakah posisi Gereja?
Teologi untuk orang miskin hendaknya mengembangkan persahabatan dengan
persekutuan orang-orang beriman dan dengan rakyat. Bersama-sama rakyat dapat
merenung dan membagi pengalaman sehari-hari dalam terang firman Allah dan dari
doa dan kebaktian. Kekuatan spiritual yang dibutuhkan persekutuan-persekutuan
untuk mengembangkan pekerjaan mereka datang melalui Kristus, bila kita
membiarkan diri dibimbing dan mempercayakan masa depan kita pada aksi Roh
Kudus.[2]
Realita menunjukkan bahwa buruh dan
masyarakat setempat merasakan suatu keprihatinan bersama. Mereka yang memiliki
agama dan kepercayaan berbeda, maupun suku yang berbeda, memiliki pola pikir,
sikap dan refleksi sosial yang sama. Ini memungkinkan mereka menyatu dan
melakukan gerakan bersama. Dengan gerakan bersama tersebut maka terjadilah
dialog antar iman dan dialog antar agama. [3]
Bahwa terjadi kemiskinan struktural, yaitu faktor kemiskinan yang dialami
oleh pedagang melalui penindasan dan penghisapan oleh oknum yang berada dalam
pihak struktur atau pembentuk sistem (pemerintah dan para pemilik modal besar).
Sehingga dapat dilihat bahwa akar permasalahan adalah:
1.
Pengkondisian pedagang menjadi beberapa kelompok
berdasarkan modal
2.
Pengkondisian tempat (pemetaan tempat) yang lebih
menguntungkan pemilik modal besar.
Dari akar
masalah yang dilihat di atas adanya ketidakadilan terhadap pedagang yang tidak
memiliki modal (pedagang lapak). Hal ini terjadi diakibatkan oleh struktur
sosial yang tidak adil yang menguntungkan kaum elit tertentu dan yang
menghambat pergerakan (mobilitas) sosial. Kemiskinan (ketidak adilan sosial)
ini berakar dalam egoisme manusia yang mementingkan diri sendiri, menyisihkan
Allah, dan mengeskploitasi orang lain dalam kehidupan. Kemiskinan seperti ini
merupakan situasi yang penuh dosa atau dosa sosial. Kemiskinan ini merupakan
perwujudan dosa struktural, karena itu, ini menjadi tantangan serius bagi iman
Kristiani.
4.1 Thema-Thema Teologis Untuk Keseluruhan Kasus
Dalam peristiwa keluaran
ada beberapa pokok penting yang perlu diperhatikan karena Allah telah membebaskan,
menyelamatkan, dan menebus umat-Nya. Pertama,
Allah sendirilah yang membebaskan umat-Nya. Kedua,
Allah membebaskan umat-Nya dari perbudakan orang Mesir. Allah berkenan
membebaskan umat-Nya dari perbudakan lain, termasuk juga perbudakan dosa. Ketiga, Allah dengan sungguh-sungguh
membebaskan umat-Nya. Memang benar, bahwa perbuatan-Nya mencetuskan cita-cita
kemerdekaan dan keadilan sosial di tengah-tengah umat Israel, cita-cita yang
membuat umat itu menjadi suatu suluh di antara bangsa-bangsa lainnya. Allah
memberikan kemerdekaan yang sesungguhnya, sesuatu kemerdekaan yang terbatas
sifatnya tetapi konkrit dan rill. Dengan demikian ibadah merupakan sebagai
tanda pembebasan dan seluruh umat terpanggil untuk datang beribadah. Dalam
perkembangannya yang sering terjadi
yaitu ada sekelompok orang yang tersingkirkan seperti yatim-piatu,
janda, yang lemah dan yang miskin. Sedangkan hukum Allah mengajarkan tentang
keadilan kepada semua orang tanpa ada yang terpinggirkan. Melihat inilah maka
ibadah juga harus dapat membebaskan kaum miskin dari perbudakan dan
ketertindasan mereka sebagai umat Allah.
Dalam Yeremia 34:17dikatakan: “Sebab itu beginilah firman TUHAN: Kamu ini
tidak mendengarkan Aku agar setiap orang memaklumkan pembebasan kepada
sesamanya dan kepada saudaranya, maka sesungguhnya, Aku memaklumkan bagimu
pembebasan, demikianlah firman TUHAN, untuk diserahkan kepada pedang, penyakit
sampar dan kelaparan. Aku akan membuat kamu menjadi kengerian bagi segala
kerajaan di bumi.” Hal ini berkaitan dengan pembebasan kepada para pedagang
untuk melakukan aktivitas mereka tanpa adanya gangguan dari pemerintah terkait
hal-hal perpindahan pajak. Bagi mereka yang tidak mempunyai cukup modal untuk
membangun kembali kios mereka, pedagang ini pastinya mengalami penderitaan yang
sangat mendalam. Bagaimana dia mencukupi kebutuhan keluarganya apabila ia tidak
dapat memperbaiki dan membangun kios baru di pajak yang baru itu karena
kurangnya biaya? Tentunya keluarga akan mengalami kesulian ekonomi yang sangat
memprihatinkan.
Berbicara
tentang kemiskinan, maka tidak terlepas dari pengalaman kehidupan para pedagang
pemilik modal kecil di pasar baru Perdagangan. Sebagian dari mereka merupakan
warga gereja dan merekalah gereja yang mengalami penindasan dan ketidakadilan
sosial akibat sistem yang telah diberlakukan. Sebagai gereja, ia harus dapat
membebaskan dirinya dari penindasan dan ketidakadilan sosial tersebut sesuai
dengan kehendak Allah.
Dalam Matius
25:40: “Dan Raja itu akan menjawab
mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan
untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah
melakukannya untuk Aku.” Nas ini menjelaskan bahwa Allah begitu mencintai
umat manusia. Dia tidak menginginkan adanya penindasan yang menekan kehidupan
manusia. Sedemikian cinta-Nya Dia kepada manusia bahkan kesedihan manusia pun
menjadi kesedihan-Nya juga. Dalam karya penyelamatan Allah di dalam Yesus, hal
itu menjadi sangat nyata. Dan sejalan dengan itulah, maka Allah menghendaki
supaya umat percaya juga mengupayakan kebaikan kepada umat manusia.
Dalam 2 Korintus 8:9 “Karena kamu telah mengenal kasih karunia
Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin,
sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinanNya”. Nas
ini mejelaskan bahwa kemiskinan itu tampak dalam diri Yesus Kristus. Ia menjadi
miskin, dan melalui kemiskinannNya manusia menjadi kaya, ini berarti bahwa
Yesus solider dengan kaum miskin sebagai wujud kasih atas manusia yang
menderita. Ia hidup, wafat dan bangkit demi pembebasan manusia (Galatia 5:1 “supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus
telah memerderkakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi
dikenakan kuk perhambaan”). Kristus solider dengan manusia berdosa bukan
untuk berdosa tetapi untuk menebus manusia dari dosa, mengatasi egoisme
manusia, mengatasi semua akibat dosa termasuk dosa yang membagi manusia atas
golongan penindas dan tertindas, kaya dan miskin, yang punya dan yang tidak
punya. Kristus solider dengan kaum miskin untuk membebaskan dan memperjuangkan
pembebasan dari kemiskinan. Dengan demikian, dapat kita mengerti mengapa Allah
melalui Yesus Kristus lebih mendahulukan orang miskin, karena di dalam
pengalaman hidup dan iman merekalah terwujud persaudaraan (solidaritas)
tersebut.
Uraian tema-tema teologis seperti yang telah diuraikan di atas menjadi
dasar menyadari bahwa gereja atau setiap orang percaya mempunyai tanggung jawab
untuk memperhatikan permasalahan sosial dan mengusahakan kesejahteraan
kehidupan setiap manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap orang percaya
(gereja) diberi tugas untuk menggumuli imannya. Yang pertama sekali dalam
pergumulan itu adalah mengenal dan menghidupi rahmat Allah. Lalu manusia
meresponnya di dalam imannya. Iman tidak mungkin terpisah dari perbuatan yang
mendatangkan kesejahteraan bagi sesama manusia.
Kondisi penindasan dan ketidakadilan sosial adalah situasi penuh dosa,
dan itu tidak dikehendaki Allah. Melihat kondisi yang tidak adil, gereja tidak
boleh berdiam diri. Di sanalah, gereja wajib mewujudnyatakan imannya untuk
mengupayakan kebebasan dan keadilan sebagai wujud nyata dalam iman.
Rumusan respon
atas kehendak Allah:
Gereja harus
bergerak mengupayakan kebebasan dan keadilan di tengah-tengah penindasan yang terjadi
dalam sistem perekonomian kapitalis dalam kehidupan para pedagang kecil di
pasar baru Perdagangan. Sehingga diperlukan perubahan-perubahan struktural
mendasar untuk memperbaiki kehidupan para pedagang pemilik modal kecil (lapak)
melalui strategi-strategi yang muncul dari pengalaman kehidupan mereka sendiri.
Dalam situasi kehidupan masyarakat Perdagangan selalu terdapat
kepentingan antara kelas yang satu dengan kelas yang lainnya, kelompok yang
satu dengan kelompok lainnya, pribadi yang satu dengan pribadi yang lainnya.
Dimana terdapat persaingan yang tidak sehat antara pedagang yang satu dengan
pedagang yang lainnya. Konflik yang sesungguhnnya terdapat dalam wujud
ketidakadilansosial dan merendahkan manusia. Yang harus diperjuangkan tidak
lain kecuali keluar dari situasi tersebut dan mengubah situasi. Wujud
perjuangan itu disebut pembebasan.
Pembebasan mengandung pengertian ekonomis, sosial, politis maupun
teologis. Bagi orang beriman melawan ketidakadilan merupakan wujud penghayatan
iman. Ketidakadilan sosial merupakan wujud kejahatan dalam kehidupan sosial.
Maka pembebasan dari dosa membuat pembebasan dalam arti ekonomis dan sosial
politis. Pembebasan ditandai dengan hubungan timbal balik yang terus menerus
antara aksi dan reaksi.[4]
Refleksi tidak dilakukan sebagai spekulasi lepas dari kenyataan hidup
sehari-hari,melainkan usaha mengerti dan mengaarahkan praksis pembebasan dengan
terang firman Allah. Refleksi Teologis mengenal pembebasan dan mengenai iman
sebagai praksis yang membebaskan dan lahir dikalangan kelas menengah.
Teologi-teologi pembebasan mempunyai keprihatinan membebaskan kehidupan iman
manusia dari situasinya yang menindas.[5]
Teologi pembebasan lahir dalam konteks keprihatinan pembebasan dari segala
macam penindasan. Sama halnya dengan
bangsa Israel yang sudah lama tertindas di negeri Mesir dibawa keluar oleh
tuntunan Allah (Kel 13:1-ff). Bangsa
Israel dibawa keluar dari perbudakan Mesir. Pembebasan yang dilakukan adalah
pembebasan bangsa Israel dari penindasan jasmani maupun rohani. Dalam pembebasan
bangsa Israel, Allah tidak membiarkannnya begitu saja tetapi Allah terus menuntun dan menyertai bangsa itu sampai
selamanya.[6]
Tema utama PL adalah keluar dari perbudakan Mesir dan teologi utama dari
PB adalah keluar yang digenapi oleh
Yesus di Yerusalem bagi semua orang.[7]
Ini berarti bahwa Alkitab harus dibaca
dengan kesiapan untuk mendengarkan kenyataan,sikap dan lingkungan aktifitas
pembebasan. Dan mereka yang telah membacanya
supaya siap untuk ambil bagian dalam usaha itu. Masyarakat Perdagangan
masih hidup dalam pemikiran yang sederhana yaitu mereka masih menuruti
keinginannya. Dimana mereka hidup didalam konflik yaitu menjelek-jelekkan
dagangan orang lain. Gerak pembebasan dilakukan dalam jalan membangun kerajaan
Allah menuju kepenuhannya. Oleh karena
itu, gereja yang diperbaharui hidup murid-murid yang semakin berpusat pada
Kristus dan itulah gereja yang semakin mengutamakan kaum miskin, mengutamakan
keadilan, menuju persaudaraan semua orang.[8]
Seorang teolog bernama Gustavo Gutierrez mengatakan dalam bukunya “Teologi Kaum Awan” bahwa Gereja adalah
terhadap Kaum Miskin. Sebagai persekutuan orang-orang yang mengikuti Yesus,
Gereja memiliki perutusan menyatakan Kerajaan Allah kepada semua orang dengan
mendahulukan kaum miskin. Gereja menjadi tanda Kerajaan Allah dalam dunia
sejauh mengutamakan kaum miskin dalam seluruh praksis gerejani. Oleh karena itu
Gutierrez menyebut “gereja kaum miskin” dengan visi teologis sebagai berikut, pertama bahwa Gereja yang memiliki jati
diri secara mutlak harus mengimplikasikan
perutusan pembebasan terhadap kemiskinan melalui pilihan mendahulukan kaum
miskin. Pandangan Gutierrez ini menunjukkan bahwa perutusan pembebasan
Gereja terhadap kemiskinan berpangkal
secara hakiki dalam jati dirinya. Mengikuti Yesus berarti kita hadir di tengah
dunia untuk memproklamasikan Kerajaan Allah bagi semua orang melalui kaum
lemah. Dalam situasi kekuasaan “kematian” dimana sebuah sistem sosial
memarjinalisasi kaum miskin yang mempunyai tempat utama dalam Kerajaan
kehidupan, menjadi pengikut Yesus berarti memperjuangkan kehidupan yang telah
dinyatakan. Gereja harus menampilkan diri sebagai medan pembebasan yang harus
melepaskan diri dari keterikatan dengan tatanan sosial yang tidak adil dan
mencari struktur gerejani yang baru yang menjadi tempat pembebasan bagi
manusia.
Kedua, pilihan mendahulukan
kaum miskin dimana hal yang perlu diperhatikan Gereja disebabkan karena
peneladanan Gereja terhadap sikap hidup Yesus yang mengindentifikasikan diri
dengan orang miskin, ajaran Kristus agar murid-murid-Nya melayani kaum miskin
(Mat 25), dan hubungan Injil dengan kemiskinan mengimplikasikan kaitan Gereja
dengan kaum miskin. Atas dasar ini pilihan gereja dalam mendahulukan kaum
miskin berpangkal dari Allah sendiri. Sebagai pengikut Yesus, Gereja harus
mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya (Mat 6:33), Kerajaan yang
menyapa semua orang melalui mediasi kaum miskin. Namun, pilhan Allah untuk
mendahulukan kaum miskin tidak berarti mengeksklusifkan mereka.
Allah solider dengan kaum miskin dan hina sambil mengundang semua orang
terlibat dalam gerak yang sama untuk menciptakan komunitas manusia yang adil
dan bersaudara. Seperti menurut hemat Gutierrez bahwa bukan untuk meniadakan
sifat universal Gereja di tengah-tengah sejarah. Gereja menjadi komunitas kasih
bagi semua orang yang solider dengan kaum marjinal dan tak punya. Orang kaya
tidak disingkirkan tetapi dipanggil untuk berbela rasa pula, sehingga komunitas
manusia yang berciri persaudaraan dan keadilan sungguh-sungguh terwujud.
Bagian yang ketiga yaitu
bagaimana Menuju Gereja Kaum Miskin. Gutierrez menyatakan bahwa Gereja kaum
miskin tidak boleh semata dipikirkan dalam keterlibatan dengan kaum miskin
secara ekonomis, politis, dan kultural. Tetapi ia menunjukkan yang terutama
adalah pada jati Gereja sebagai tanda Kerajaan Allah. Gereja kaum miskin adalah
Gereja yang menjadi tanda Kerajaan Allah dengan mendahulukan kaum miskin dalam
seluruh praksis gerejani. Gereja kaum miskin lebih dari sekedar perjuangan
dalam mewujudkan keadilan sosial dan pembentukan tatanan sosial bari. Tetapi
harus menjadi gereja yang terbuka terhadap kehadiran Allah, Gereja yang solider
dengan kaum miskin berdasarkan solidaritas Kristus sendiri, bertolak juga dari
proklamasi Kerajaan Allah yang mendahulukan kaum lemah dan tersingkir.
Oleh karena itu menurut Gutierrez, untuk masuk ke dalam Gereja kaum
miskin ini maka harus meninggalkan Status Quo dan mengambil diri dari
ketertarikan dengan kelas sosial penindas dan mengambil posisi tegas membela
kaum miskin. Dengan kemiskinan Gereja merupakan sebagai jalan menghayati warta
Injil, yaitu proklamasi Kerajaan kehidupan, keadilan, dan perdamaian bagi kaum
hina dan tertindas. Karena itu masuk dalam dunia kaum miskin berarti solidaitas
dalam rangka melaksanakan perutusan evangelisasi gereja. Dia yang merupakan
pembebasan dari penghormatan diri sendiri dan penganggapan diri sendiri sebagai
pusat adalah dosa pokok dan akar segala kejahatan manusia.[9]
Jadi, atas dasar arti hakiki, kehadiran Allah dan tindakan
peyelamatan-Nya terhadap dunia ini sebagai suatu keseluruhan, Gereja yang
dipanggil untuk “meniru” Allah dan Yesus Kristus yang adalah Tuhan dunia dan
Gereja, harus selalu sadar akan kenyataan bahwa Gereja berada di dunia ini
terutama untuk kepentingan dunia ini bukan untuk kepentingan dirinya sendiri.
Hal inilah yang harus sering diulangi dan diingat oleh Gereja, sebab sejarah
membuktikan kecenderungan Gereja-gereja untuk melupakannya. Penebusan melalui
Kristus, adalah kebebasan anak-anak Allah di dalam Dia yang merupakan
pembebasan dari penghormatan diri sendiri dan penganggapan diri sendiri sebagai
pusat adalah dosa pokok dan akar segala kejahatan manusia.[10]
Tema teologis untuk masalah
pengangguran yaitu dalam Amsal 6:6-8, ”Hai
pemalas pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak; biarpun
tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya ia menyediakan rotinya di
musim panas dan mengumpulkan makanannya pada musim panen”. Para pemuda/i
yang belum bekerja mulai memperlengkapi dirinya dengan
keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan oleh kemajuan zaman. Pemuda/i harus
bangkit dari kemalasannya. Perlunya memperlengkapi diri agar siap menghadapi
kemajuan zaman dan tuntutan industrialisasi dalam spesialisasi kerja.
4.2 POSISI GEREJA
Posisi Gereja Dalam Masyarakat di
Perdagangan
Gereja
(Institusional) Vs Gereja (Bagi Orang Miskin)
1.
Realitas
Gereja (Institusional)
v
KHOTBAH (kesenangan sementara)
v
Hadir Sebagai Formalitas
v
Tidak memperhatikan masalah korban
v
Berpihak pada penindas
v
Orang miskin harus memberikan iuran-iuran
Bagaimana masyarakat khususnya
memahami Allah
1.
Kaum miskin merasakan bahwa gereja pada saat ini telah
meninggalkan mereka
Seperti telah di ketahui bahwa para pendeta dan
penatua-penatua gereja bekerja sama dengan tengkulah
2.
Gereja tidak mampu melepaskan mereka dari ketertindasan
para petani yang tertindas
3.
Gereja hanya mengurusi bidang kerohanian sehingga tidak
menyentuh pergumulan kehidupan mereka.
Orang tertindas bertanya
1.
Dimanakah Allah yang selalu diberitakan di gereja?
2.
Benarkah Allah itu pengasih dan penyelamat memang ada?
3.
Apakah pergi kegereja hanya formalitas saja?
2.
Seharusnya Gereja
(Bagi Orang Miskin)
v Persekutuan
mengikut Yesus
v Anggotanya
kaum tertindas
v Pemberita
injil keselamatan bagi kaum lemah
v Komit/berpihak
kepada kehidupan
v Persekutuan
dalam rangka pembebasan
v Persekutuan
meneriakkan getir penindasan
v Keselamatan
dari kaum tertindas itu sendiri
v Penghibur
yang terluka
v Solider=senasip
sepenanggungan
v Gereja
BUKAN MILIK kaum rohaniawan
v Gereja
pro lingkungan
v Gerakan
bersama
o
Doa
o
Ibadah
v Bebas
beribadah
v Solidaritas=ikut
terlibat dalam hidup orang yang menderita
v Yesus;
orang yang bodoh dan Dungu mau ikut dalam penderitaan
v Bukan
bangunan tetapi kaum yang tertindas
v Pembebasan
sebagai jalur peribadahan
v Bebas
dari struktur yang menindas
v Keadilan
adalah kebebasan dari system yang menindas
a. Posisi Gereja Dalam Masyarakat Tertindas
Struktur
gereja di Indonesia pada umumnya bersifat territorium, yang dilatarbelakangi
oleh pengaruh Barat (Eropa). Sehingga Gereja territorial lebih mengaktualisasikan cita-cita Tuhan Yesus
yaitu “ut omnes unum sint” (Yoh.17:21). Dalam pelayanan umat seperti
pembekalan rohani, pendampingan moral serta etika dan peneguhan iman serta
cinta kasih kristiani adalah tugas dan tanggung jawab Gereja. Akibat dinamika
kota yang memasuki jauh hingga kepedesaan, maka dengan sendirinya struktur
kehidupan umat yang dulu bersifat agraris akan memaksa mengikuti era
industrialisasi.
Gerak
ideologi, politik sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, lingkungan hidup
cukup liar dalam menentukan gerak langkah kehidupan yang agrasi termasuk dalam
acara-acara liturgis. Alat-alat komunikasi elektronik, majalah, buku-buku,
penataran, ikan dsb telah membawa manusia jauh dari kehidupan kegerejaan.
Sehingga gereja membutuhkan tata gerak yang khusus untuk melayani umat yang
diaspora. Tentulah sangat diperlukan para gembala umat yang sungguh-sungguh
mengenal tempat, keterampilan pastoral yang khusus, dll. Meskipun gembala umat
itu tidak selamanya orang yang telah mendapat tahbisan atau yang berbentuk
hierarki, namun adalah dalam arti luas. Siapapun orang kristen yang mampu
menjalankan fungsinya sebagai pemersatu dalam peneguhan iman, harapan dan cinta
kasih Kristiani. Tugas-tugas para gembala adalah sebagai berikut:
- Mengikhtiarkan kesucian umat
- Mewartakan kabar sukacita Kristus dengan menaburkan kebenaran, keadilan, kelurusan, pemberantasan korupsi dan kebohongan
- Menuntun dan memimpin, mengarahkan dan menata umat
Oleh
karena itulah para pelayan yang melayani jemaat perlu untuk memperlengkapi kaum
awam dan orang-orang kudus untuk melakukan pelayanan dan tugas yang membangun
kehidupannya dalam pelayanan diakonia. Sehingga terlihatlah bahwa adanya
pengaderan dan menjalankan fungsinya sebagai pemersatu dalam peneguhan iman,
harapan dan cinta kasih Kristiani.
Ada lima
pokok jaringan Diasporal yang transteritorial, yakni:
- Persekutuan-persekutuan pendalaman rohani atau pembekalan rohani demi ketahanan diri/ konsilidasi
- Perhimpunan-perhimpunan pendidikan informal atau pendidikan kategorial
- Bentuk gerakan-gerakan sosial dan politik seperti WKRI, PMKRI,dsb
- Mengabdi lewat badan-badan atau lembaga-lembaga pengabdian profesional seperti dokter, paramedis, relawan, dll
- Jaringan lobi yang kolektif maupun individual berdiplomasi tanpa terdengar umum.[11]
Jati Diri Gereja
Gutierrez
mengungkapkan jati diri gereja dengan menggunakan istilah seperti persekutuan
yang mengikuti Yesus, sakramen sejarah, dan komunitas ekaristi. Sehingga
perutusan pembebasan gereja terhadap kemiskinan berpangkal secara hakiki dalam
jati dirinya.
-
Persekutuan Orang-orang yang mengikuti
Yesus
Mengikut Yesus dalam suatu ziarah komunal berarti hadir di tengah-tengah
dunia untuk memproklamasikan Kerajaan Allah bagi semua orang melalui kaum lemah
dan papa. Dalam situasi kekuasan ‘kematian’ dimana suatu sistem sosial
memarjinalisasi kaum miskin yang mempunyai tempat utama dalam kerajaan
kehidupan, menjadi pengikut Yesus berarti memperjuangkan kehidupan yang telah
dinyatakan (bdk. 1 Yoh 1:1-4). Oleh karena itu mengikut Yesus berarti mereka
yang kehilangan hidup demi TUHAN dan Injil akan diselamatkan, dan berarti
penziarah dalam horizon kebangkitan, kehidupan yang definitif. [12]
-
Sakramen
Gutierrez menampilkan jati diri Gereja sebagai
sakramen sejarah atau sakramen universal penyelamatan yang menitik beratkan
relasi antara Gereja dan dunia. Oleh karena itu istilah sakramen dalam teologi
memiliki dua arti yang berhubungan, yaitu:
1. Sakramen dimaksudkan mysterion yang
sigunakan Paulus dalam arti kepenuhan dan manifestasi rencana penyelamatan
Allah. Rencana itu adalah kasih Allah yang memanggil semua manusia dalam Roh
Kudus bersatu denganNya dan mencapai kepenuhannya dalam anugerah putraNya,
Yesus Kristus.
2. Sakramen adalah tanda dan sarana rahmat
yang efektif. Dimana adanya pertemuan antara Allah yang menyelamatkan dan
manusia yang diselamatkan. Pertemuan ini merupakan realitas intrahistoris sebab
didasari rahmat penyelamatan Allah yang mengatasi sejarah. Bagi Giuterrez
menyebutkan gereja sebagai sakramen berarti mendefenisikan kaitan gereja dengan
rencana penyelamatan Allah yang terpenuhi dalam sejarah melalui Yesus Kristus.
Di dalam Yesus Kristus, gereja adalan tanda dan sarana persatuan mesra manusia
dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Sebagai sakramen penyelamatan,
Gutierrez berpendapat bahwa pada satu sisi Gereja mesti mewartakan diri pada
dunia dan gereja harus membiarkan diri dievangelisasi oleh dunia. Sebab Kristus
dan Roh-Nya hadir dan aktif dalam dunia bukan hanya dalam gereja. Dinamika
gereja dan dunia mengarah menuju pemenuhan di masa depan yang dijanjikan Tuhan.
Gutierrez menyatakan bahwa sebagai sakramental, gereja harus menunjukkan dalam
struktur internalnya sendiri kepenuhan penyelamatan yang dia wartakan.
-
Komunitas Ekaristi
Tugas utama dan pertama Gereja adalah Ekaristi, yakni merayakan dengan
penuh kegembiraan anugerah karya penyelamatan Allah melalui wafat dan
kebangkitan Kristus. Dalam ekaristi terungkap komunitas persaudaraan yang
ditebus oleh Yesus Kristus. Injil menampilkan Ekaristi dengan latarbelakang
Paskah Yahudi yang merupakan perayaan
pengenangan pembebasan dari Mesir dan Perjanjian Sinai. Paskah Kristiani memuat
dan menyatakan kepenuhan arti Paskah Yahudi. Pembebasan dari dosa dan jalan
menuju persatuan dengan Allah yang dirayakan dalam Paskah Kristiani adalah
dasar dan tujuan pembebasan politis, pembebasan dari perbudakan dan eksploitasi
dari Mesir (Paskah Yahudi). Ekaristi yang dirayakan Gereja sesungguhnya tidak
terpisahkan dari perjuangan membangun masyarakat yang adil dan bersaudara.
Dasar
Biblis yang mendukung pernyataan bahwa Ekaristi berkaitan dengan perjuangan
membangun persaudaraan antara manusia dalam suatu masyarakat yang
adil-manusiawi. Pertama, ekaristi diinstitusikan dalam suatu perjamuaan yang
dalam budaya Yahudi merupakan tanda persaudaraan. Kedua, penggunaan roti dan
anggur menunjuk pada peristiwa pennciptaan dimana Allah memberikan
barang-barang di dunia kepada semua orang agar membangun dunia manusia ynag
bersaudara. Ketiga, Injil Yohanes mengganti kisah institusi Ekaristi dalam
sinoptik dengan kisah pembasuhan kaki yang memperlihatkan bahwa inti Ekaristi
adalah perbuatan pelayanan, kasih dan persaudaraan (Yoh 13:1-20). Keempat,
Paulus menekankan etika solidaritas yang harus ada dalam merayakan Ekaristi (I
Kor 11:17-34). Gereja membentuk diri sebagai komunitas Ekaristi sejauh menjadi
tanda dan sarana persaudaraan manusia di tengah sejarah dalam melaksanakan
perutusan pembebasan bagi kaum miskin dan hina.
-
Pilihan Mendahulukan Kaum Miskin
Jati diri Gereja dalam terminologi persekutuan
yang mengikuti Yesus, sakramen sejarah, komunitas Ekaristi mengandung makna
sama, yakni perutusan menyatakan karya pembebasan bagi semua orang dengan
pilihan mendahulukan kaum miskin (prefential
option for the poor). “Pilihan” (Option) berarti putusan dan komitmen yang
bebas. Pilihan/opsi adalah sebuah solidaritas sukarela, mendalam, terus menerus
dalam dunia kaum miskin. “Yang Mendahulukan” (prefential) menunjuk siapa yang
seharusnya menjadi yang pertama. Kaum miskin merupakan kelompok yang
diutamakan. Mendahulukan kaum miskin tidak berarti menyingkirkan golongan lain,
tetapi mengundang semua orang terlibat dalam gerak bersama kaum miskin untuk
membangun masyarakat yang adil-bersaudara. Melalui kaum miskin Gereja menyapa
semua orang.
Maksud
dari kaum miskin secara real yang meliputi seluruh dimensi kehidupan yang bersifat ekonomis, politis maupun
kultural. Gutierrez menyatakan bahwa kemiskinan merupakan ‘kematian’, dimana
dia menegaskan bahwa kaum miskin adalah manusia yang memiliki nilai-nilai,
harapan-harapan, gaya hidup tertentu. Kemiskinan adalah kondisi manusia yang
global dan kompleks. Maka pilihan Allah mendahulukan orang lemah, hina, rendah
dapat dipahami dalam perspektif kebebasan mutlak dan kasih cuma-cuma dari-Nya.
Pilihan gereja dalam mendahulukan kaum miskin berpangkal dari Allah sendiri.
Sebagai pengikut Kristus, gereja terlebih dahilu mencari Kerajaan Allah dan
kebenarannya (Mat 6:33). Sehingga Gutierrez berkata, kasih karunia Allah
menuntut Gereja membangun keadilan autentik untuk semua dengan memberikan
tempat istimewa kepada anggota-anggota masyarakat yang tidak penting yaitu
mereka yang hak-hak asasinya diabaikan baik dalam teori (hukum) maupun dalam
praktek.[13]
-
Menuju Gereja Kaum Miskin[14]
Gereja kaum miskin adalah gereja yang sebagai
tanda Kerajaan Allah dengan mendahulukan kaum miskin dalam seluruh praksis
gerejani. Gereja kaum miskin memperjuangkan dalam mewujudkan keadilan sosial
dan pembentukan tatanan sosial baru, dengan terbuka terhadap kehadiran Allah
kehidupan, berdasarkan solidaritas Kristus dan bertolak dari proklamasi
Kerajaan Allah yang mendahulukan kaum lemah dan tersingkir dalam sejarah.
Sebagai gereja kaum miskin mampu mewujudkan dalam realitas sosial dengan
meninggalkan status quo, melepaskan diri dari keterikatan dengan kelas sosial
penindas dan mengambil posisi membela kaum miskin.
BAB V
DESAIN PASTORAL
5.1
DESAIN PASTORAL SECARA KESELURUHAN.
Berdasarkan
rumusan refleksi teologis maka dirumuskan desain pastoral sebagai berikut
1. Tujuan: pemerintah
-
Pemerintah
berhenti memihak pada pemilik modal dengan menindas pedagang dalam hal
pembagian tempat berjualan (sebagai upaya melawan nilai ketidakadilan)
-
Pemerintah menjadi sadar bahwa penindasan yang mereka lakukan
telah menimbulkan penderitaan bagi kaum miskin. Sehingga dengan itu
mereka termotivasi untuk berhenti menindas.
aksi pastoral
1.
Memberkan jalan kepada maysarakat miskin bagaimana cara
menegur pemerintah. Yaitu dengan cara menyampaikan surat tuntutan kepada
pemerintah kota (camat), melalui jalur hukum yang sah. Langkah yang
dilakukan ialah sebaiknya organisasi pedagang mengumpulkan pedagang lalu
bersama-sama atau perwakilan merumuskan surat tuntutan. Surat tersebut akan
ditandatangani oleh pedagang. Kemudian
surat tuntutan itu akan dibawakan kepada
DPRD, supaya kemudian DPRD yang akan menyampaikannya kepada Pemko-camat. Isi
tuntutan yang dimaksudkan ialah “supaya pemerintah yang berwenang membagi lapak
tempat berjualan di pasar Horas memperlakukan sistem pembagian yang baik, yakni
dengan melihat bahwa tadinya lokasi itu memang merupakan tempat berjualan pedagang,
maka setelah lapak itu selesai dibangun, sebaikya juga disewakan kepada mereka.
Seharusnya sistem pembagian tidak mengedepankan para perdagang pemilik modal
yang lebih besar”
2.
Membuat slogan-slogan yang dipangpangkan di pasar dan
dipinggir-pinggir jalan yang ramai dikunjungi orang. Misalnya dengan membuat slogan bertuliskan:
“kami pedagang
membutuhkan sistem perekonomian pasar yang adil, karena kami butuh makan, dan
anak-anak kami juga butuh bersekolah”
2. Tujuan: Mayarakat yang tertindas
-
Tujuan yang akan dicapai supaya masyarakat kota
Perdagangan juga dapat merasakan pelayanan suatu gereja yang saling melayani
dan saling memperlengkapi.
-
Pedagang berlaku solid terhadap sesamanya pedagang (sebagai
upaya melawan nilai individualis di antara para pedagang)
-
Pedagang termotivasi untuk masuk menjadi anggota
koperasi (sebagai upaya melawan nilai “lebih memilih yang simple tanpa
menghiraukan kerugian yang ditimbulkan”)
-
Pedagang menjadi mengerti pokok permasalahan pemiskinan
yang sedang mereka hadapi, yakni adanya kesalahan pada struktur ekonomi, dimana
pengertian yang demikian akan mempengaruhi pola gerak pembenahan diri dan
situasi yang akan mereka lakukan.
-
Agar realita menunjukkan bahwa buruh dan masyarakat
setempat merasakan suatu keprihatinan bersama. Mereka yang memiliki agama dan
kepercayaan berbeda, maupun suku yang berbeda, memiliki pola pikir, sikap dan
refleksi sosial yang sama. Aksi pastoral
1.
Gereja memperlengkapi warga jemaat yang pengangguran
dan keluarga-keluarga yang kurang mampu dengan keterampilan-keterampilan
pesertanya.
2.
Membuat slogan-slogan yang berisikan pentingnya
solidaritas di sekitar tempat berjualan pedagang, misalnya: “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”
- Bekerja sama dengan CUM, dan koperasi-koperasi lainnya supaya mendidik masyarakat mengenai cara-cara mengurus administrasi, sehingga pengurusan administrasi itu tidak lagi menjadi hal yang rumit dan akhirnya ditinggalkan oleh mereka, dengan berpaling pada cara peminjaman yang simple tetapi dengan bunga pinjaman lebih besar. Dengan cara mendatangi pegawai-pegawai CUM dan koperasi-koperasi lainnya untuk menyampaikan kesulitan yang dihadapi oleh pedagang dalam hal pengurusan administrasi peminjaman uang di CUM atau koperasi-koperasi. sehingga dengan itu CUM dan koperasi-koperasi lainnya akan termotivasi mengajari pedagang mengenai pengurusan administrasi tersebut.
4.
Menanamkan pendidikan ekonomi yang baik kepada
pedagang. Jika berdasarkan pendidikan seperti diuraikan pada nomor 1 di atas
berhasil, maka pedagang itu akan diundang untuk mempelajari (melalui seminar)
kiat-kiat yang baik dan sehat dalam berekonomi. Maka pada saat pembelajaran
itulah diadakan kerja sama dengan CUM untuk mengajarkan pedagang mengenai
adanya kesalahan dalam sistem perekonomian yang sedang mereka hadapi,
pentingnya kemandirian, pentingnya menyuarakan aspirasi, bagaimana cara yang
baik dan ampuh dalam menyuarakan aspirasi, dan pentingnya solidaritas
5.
Masyarakat menyatu dan melakukan gerakan bersama. Dengan
gerakan bersama tersebut maka terjadilah dialog antar iman dan dialog antar
agama.
3. Tujuan: Masyarakat
umum termasuk pelayan-pelayan gereja
-
Agar masyarakat umum termasuk pelayan-pelayan gereja
menyadari penderitaan pedagang dan para korban penidasan akibat system di PT.
Pantja Surya serta peka memperhatikan kehidupan pedagang dan masyarakat umum
yang ada di lingkungan pabrik. (Sebagai upaya melawan nilai ketidakpedulian terhadap sesama)
-
Supaya masyarakat kota Perdagangan juga dapat merasakan
pelayanan suatu gereja yang saling melayani dan saling memperlengkapi.
Aksi pastoral
1.
Menyampaikan khotbah yang berisi ajakan supaya setiap
orang peka memperhatikan penderitaan pedagang. Hal itu dapat dimulai dengan
mengkhotbahkannya di kampus STT-HKBP.
2.
Membuat artikel di media cetak (majalah, koran) maupun
elektronik (facebook) mengenai uraian kehidupan pedagang yang memprihatinkan
dan yang membutuhkan perhatian.
Langkah utama yang sangat perlu dilakukan ialah mengubah pola pikir yang
lama sehingga mengerti menentukan wewenang mana yang bisa dipakai dalam
pembebasan masyarakat yang tertindas, kemudian dengan mendesain khotbah yang
dapat menyentuh jalur-jalur sehingga tidak keluar dari wewenang mereka sebagai
pihak korban. Berpikir global, bertindak lokal
[1] J.B. Banawiratma, Berteologi Sosial Lintas Budaya,
Yogyakarta: Kanisius, 1993, hlm. 197-205.
[2] Ester
Kuntjara, Teologi oleh Rakyat, Refleksi Tentang Berteologi dalam jemaat, Jakarta;
BPK GUnung Mulia, 1993,hlm.60
[4] J.B. Banawiratma (ed), Kemiskinan dan Kebebasan, Kanisius,
Yogyakarta 1987, hlm. 131
[5] Lih. Ibid., hlm. 136
[6] Y. B. Mangunwijaya, Gereja
Diaspora, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2003, hlm. 95-97
[7] Samuel Amirtham dan John S.
Pobee, Teologi oleh rakyat, BPK
Gunung Mulia, Jakarta 1998, hlm. 21
[8] J.B. Banawiratma (ed), Op. Cit, hlm. 141
[9] H. Kraemer, Theologia Kaum Awam, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2001, hlm. 97- 98
[10] Lih. Ibid., hlm. 99
[12] Gustavo Gutierrez, Teologi Gustavo Gutierrez, Jakarta:
BPK-GM, 2003, hlm. 114-120
[13] Gustavo Gutierrez, Op. Cit, hlm 120-125
[14] Ibid, hlm 126-128
[1] Lih. Joe Holland Peter Henriot, Analisis Sosial dan Refleksi Teologis, Yokyakarta:
Kanisius, 1986, hlm. 30-32
[2] Lih. Joe Holland Peter Henriot, Op., Cit, hlm. 33-34
[3] Berdasarkan pengamatan penulis
pada tanggal 12 Maret 2011, pada pukul 15.00