Monday, April 9, 2012

Analisis Sosial dan Disain Pastoral


ANALISIS SOSIAL SAMPAI PADA DESIGN PASTORAL BAGI MASYARAKAT LOKAL DI PERDAGANGAN KOTA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latarbelakang masalah
1.1.2        Analisis Sosial
Analisis sosial dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk menggali/memahami permasalahan-permasalahan di dalam masyarakat yang berhubungan dengan hubungan-hubungan historis dan strukturalnya sehingga diperoleh gambaran yang lebih lengkap dan pasti tentang situasi sosial. Analisis sosial itu bagaikan sebuah perangkat yang memungkinkan kita untuk memahami realitas yang sedang dihadapi. Analisis sosial pada dasarnya menggali realita dengan berbagai dimensi. Kadang hanya masalah-masalah tertentu, misalnya pengangguran, penindasan. Tetapi analisis sosial juga menggali kebijakan-kebijakan yang tertuju pada masalah-masalah, misalnya, latihan kerja, moneter, dll. Pada penyelidikan lebih jauh sampai pada struktur-struktur dari lembaga-lembaga ekonomi, politik, sosial dan budaya, karena dalam struktur tersebut muncul masalah. Dalam mengadakan analisis sosial, pertama-tama analisis sosial memusatkan diri pada system-sistem yang berlaku, baik system ekonomi, pilitik, dll. System ini juga bertingkat, mulai dari hal kecil sampai ke hal yang mendunia. System sosial perlu dianalisis baik menurut waktu (historis) maupun ruang  (structural). Menurut waktu yaitu analisis terhadap system yang pernah terjadi bagaimana perubahan-perubahan system sosialnya. Sedang analisis structural yaitu menganalisis muatan atau struktur dari historis tadi. Pada akhirnya, kita dapat membedakan dimensi-dimensi objektif (mencakup berbagai organisasi, pola-pola perilaku, dan lembaga/institusi-institusi yang memuat struktur secara eksternal) dan dimensi-dimensi subjektif ( menyangkut kesadaran, nilai-nilai dan ideology-ideologi).[1]
            Batas-batas analisis sosial adalah, pertama tidak dirancang untuk menjawab pertanyaan; apa yang kita perbuat? Tetapi analisis sosial membuka konteks dimana sebuah program sosial dapat diperlihatkan. Kedua, analisis sosial bukanlah kegiatan esoteric monopoli kaum intelektual. Setiap hari setiap orang menggunakan perangkat itu dalam berbagai cara. Ketiga, analisis sosial bukanlah perangkat yang bebas nilai, bukan sebuah pendekatan yang netral atau sudut pandang yang semata-mata ilmiah dan objektif terhadap realitas. Tetapi perlu kemitmen yang mendahului, baik inplisit maupun eksplisit.[2]

1.2      Rumusan Masalah
Penulis melihat bahwa ada beberapa masalah penting yang harus diperhatikan, diantaranya:
a.       Sejarah Dinamika, struktur dan sistem Sosial
b.      Bagaimana keadaan kultur masyarakat?
c.       Bagaimana keadaan interaksi masyarakat?
d.      Bagaimana struktur sosial masyarakat?
e.       Masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat
f.       Bagaimana kehidupan perekonomian masyarakat Perdaagangan?
g.      Siapakah yang mendominasi situasi perekonomian masyarakat perdagangan?
h.      Bagaimana pengaruh kehidupan beragama masyarakat Perdagangan jika diperhatikan sistem perekonomian yang ada?
i.        Bagaimana kehidupan sosial-budaya masyarakat perdagangan terhadap keadaan ekonomi?
j.        Bagaimana pandangan masyarakat terhadap gejolak politik di seputar kehidupan Perdagangan?

1.3      Tujuan Penelitian
Melalui penelitian ini, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, diantaranya:
a.       Bagaimana sebenarnya sejarah, struktur dan sistem sosial daerha perdagangan
b.      Bagaimana keadaan kultur masyarakat
c.       Bagaimana interaksi masyarakat
d.      Masalah yang dihadapi masyarakat perdagangan

1.4      Manfaat Penelitian
Sejarah terbentuknya dan berkembangnya suatu daerah akan mempengaruhi kemana arah perkembangan masyarakatnya, namun bukan berarti sejarah tersebut sebagai satu-satunya faktor yang mempengaruhi perkembangan daerah dan masyarakat. Oleh karena itu, melalui penelitian ini, setiap orang akan bisa mengambil cerminan untuk daerah lainnya ataupun program lainnya dan supaya setiap orang bisa memahami perkembangan dan permasalahan yang dihadapi oleh daerah perdagangan saat ini.
Setelah membahas masalah seputar permasalahan sosial masyarakat perdagangan, maka saya melakukan penelitian ini untuk menjadikan keadaan sosial tersebut sebagai studi banding dan pengetahuan dasar untuk melihat corak kehidupan masyarakat di berbagai daerah sebagai penunjang untuk kegiatan berteologi saya kemudian di tengah-tengah masyarakat. Sehingga kemudian saya dapat berteologi tepat pada sasaran kebutuhan masyarakat dan menjawab pergumulan masyarakat. Kemudian saya berharap teologi kemudian merupakan keseluruhan kehidupan masyarakat bukan permasalahan agama di tempat peribadahan masing-masing saja.
   Penelitian ini akan bermanfaat kepada mahasiswa/i STT-HKBP supaya mereka dapat mengerti dan melihat realita yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat, sehingga mahasiswa/i STT HKBP kemudian tidak berteologi hanya sekedar teori saja, namun secara langsung teologi tersebut berbenturan atau berinteraksi dengan masyarakat secara langsung dalam realitas kehidupan.

1.5      Batasan Masalah
Untuk memahami Perdagangan dengan lengkap, seharusnya penulis harus membahas Simalungun secara keseluruhan karena Perdagangn merupakan bagian dari Simalungun bawah yang pastinya tidak lepas drai kota lainnya. Perdagangan juga tidak bisa dikatakan sebagai daerah yang diduduki oleh suku-suku yang datang dari indonesia, banyak orang cina di daerah tersebut, sehingga seharusnya penulis juga harus membahas keberadaan cina di tempat tersebut dan hubungannya dengan cina yang ada di Negeri Cina. Namun, penulis berusaha mempersempit pokok permasalahan dengan membuat batasan masalah hanya sebatas perdagangan saja, tanpa meneliti ke luar perdagangan dan meneliti atau membahas perdagangan tidak secara lengkap. 
Ruang lingkup penelitian tentang permasalahan sosial ini adalah lingkungan wilayah kota Perdagangan. Masalah yang secara spesifik diperhatikan adalah permasalahan perekonomian. Namun tidak sekedar membahas permsalahan perekonomian, tetapi bagaimana perekonomian tersebut berinteraksi dengan sektor sosial-budaya, politik dan agama masyarakat Perdagangan.
1.6      Lokasi Penelitian
            Lokasi penelitian adalah Kota Perdagangan, Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun. Secara spesifik, tempat tinggal berada di pasar I b wilayah sektor 1 gereja HKI Ressort Perdagangan.

1.7      Waktu Penelitian
·  5-6 Maret 2011
·  11-13 Maret 2011
·  18-20 Maret 2011
·  25-27 Maret 2011

1.8      Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif, yang akan ditujukan untuk menjelaskan permasalahan sosial kota Perdagangan yang dibahas dalam aspek sosial-kemasyarakatan, ekonomi, agama dan politik.

1.9      Hipotesa
            Kehidupan masyarakat Perdagangan yang heterogen memberikan saya pemahaman dasar bahwa interaksi sosial akan sangat kompleks. Kehidupan masyarakat yang kompleks tersebut saling berinteraksi dalam sektor perekonomian. Dalam hal ini saya berasumsi bahwa kehidupan perekonomian masyarakat merupakan wadah interaksi seluruh sektor kehidupan seperti sosial-budaya, politik, dan agama. Dengan demikian perekonomian sangat mempengaruhi masyarakat tentang bagaimana mereka berinteraksi dengan sesama. Berkenaan dengan teologi sosial, maka teologi haruslah menyentuh pusat kehidupan masyarakat sehingga dalam bidang ini teologi akan menyampaikan pesannya dan berkarya dalam kehidupan sosial masyarakat.
BAB II
DESKRIPSI

2.1  Deskripsi kota perdagangan
Kota Perdagangan adalah kota yang dijuluki dengan kota mati karena banyak bangunan yang dibangun sampai berlantai 5 hanya untuk sarang burung walet. Bangunan ini hanya dihuni pada lantai 1 dan 2 saja, karena jika di bangunan itu  banyak  suara maka burung walet tidak akan datang kie gedung tersebut.  Kota Perdagangan adalah kecamatan Bandar dan Kabupaten Simalungun dengan luas 73.330 Km2 dengan tiga kelurahan, 15 Nagori . Kota Perdagangan  awalnya adalah hutan yang ditumbuhi sawit, Karet dan juga pematang sawah mulai dari lokasi  wisata yang bernama “Kuba”  Gunung Bayu  sampai ke kota Perdagangan daerah Pematang Kerasaan tetapi sesuai perkembangannya sekitar tahun  30-an suku batak datang dan tinggal menetap di Perdagangan (yang masih bernama Sampan tao). Kota Perdagangan awalnya bernama Sampan Tao ini dikarenakan dari kegiatan dagang yang terjadi di sungai Bahbolon di Perdagangan Kegiatan dagang itu berlangsung di perahu. Sampan Tao itu kemudian mengalami pergeseran bahasa ke bahasa Indonesia dan menjadi Perdagangan. Begitulah kegiatan ini berlangsung hingga pada tahun 50-an (disinilah juga pergeseran nama sampan tao menjadi Perdagangan) ada rombongan dari Taiwan yang datang melalui Samudera Pasifik di Tanjung Balai untuk berdagang di Kisaran tetapi mereka kemudian mengetahui kota Perdangan dan mencoba untuk melihat kondiosi Perdagangan dan sejak saat itu mereka memilih untuk membuka usaha di Perdagangan dan menetap di Perdagangan. Awalnya Perdagangan dihuni oleh suku Batak Toba dan Simalungun dan kemudian dipadati oleh suku Jawa yang datang dari pulau Jawa dan Cina yang datang dari Taiwan.
Berikut Tabel Penduduk di Kecamatan Bandar, Perdagangan, berdasarkan Data BPS Simalungun 2007:
No
Desa/Kelurahan
Leki-Laki
Perempuan
Jumlah
1
Desa Pematang Kerasaan
1732
1758
3490
2
Desa Pematang Kerasaan Rejo
2134
2142
4276
3
Desa Marihat Bandar
2701
2687
5388
4
Desa Timbulan
1178
1130
2308
5
Desa Nagori Bandar
1868
2036
3904
6
Desa Bandar Rakyat
1153
1242
2395
7
Desa Bandar Pulo
1156
1239
2395
8
Desa Bandar Jawa
1978
1892
3870
9
Kelurahan Perdagangna I
5078
5124
10202
10
Desa Bahlias
1789
1746
3535
11
Kelurahan Perdagangan II
2660
2657
5317
12
Desa Perlanaan
2722
2683
5404
13
Desa Sidotani
2308
2160
4468
14
Desa Sugaran Bayu
1653
1698
3351
15
Kelurahan Perdagangan III
3402
3570
6972

Jumlah
33512
33764
67276

a.      Sejarah Kelurahan Perdagangan III
Kelurahan Perdagangan III merupakan salah satu dari tiga kelurahan yang ada di PErdagangan yang lebih saya spesifikkan sebagai daerah penelitian untuk lebih memaksimalkan penelitian tanpa menutup diri untuk juga meneliti 2 kelurahan yang lain. Kelurahan Perdagangan III merupakan pemekaran dari kelurahan PErdagangan I. Pemekaran ini terlaksana pada tahun 2007 melalui ketetapan pemerintah nomor 4 tahun 2006 tentang pembentukan Kelurahan Perdagangan III Kecamatan Bandar.
Secara Geografis kelurahan Perdagamgam III berada pada ketinggian +/- 82 meter diatas permukaan laut. Kelurahan Perdagangan III terdiri dari 8 lingkungan dengan luas wilayah +/- 315 Km2. 65 % wilayah Perdagangan diperuntukkan untuk pemukiman masyarakat.Adapun batas-batas kelurahan Perdagangan III adalah sebagai berikut:
·         Sebelah Utara berbatasan dengan Perkebunan PT. PP LONSUM Bah Lias,
·         Sebelah Selatan berbatasan dengan Nagori andar Jawa,
·         Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Perdagangan I,
·         Sebelah Timur berbatasan dengan Perkebunan PT. PP LONSUM Bah Lias
Adapun tabel komposisi penduduk di daerah kelurahan Perdagangan III berdasarkan BPS tahun 2010 adalah seperti terdapat dalam kolom berikut:
No
Lingkungan
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-laki
PErempuan
1
Pasar I-a
520
665
1185
2
Lingkungan Persil
406
374
780
3
Lingkungan Pasar I-B
330
312
642
4
Lingkungan Perjuangan
164
176
340
5
Lingkungan Hubar
449
423
872
6
Lingkungan Kampung Jawa
467
599
1066
7
Lingkungan Perumnas II
567
567
1134
8
Lingkungan Jalan Kuala tanjung
533
475
1008

Jumlah
3436
3591
7027

b.      Keadaan Etnis (Suku)
Kelurahan Perdagangan III memiliki pengelompokan dalam pemukiman yang dibedakan berdasarkan suku. Secara umum pengelompokan yang terjadi adalah sebagai berikut
NO
Lingkungan
Suku Penghuni
1
Pasar I-a
Jawa
2
Lingkungan Persil
Batak
3
Lingkungan Pasar I-B
Batak
4
Lingkungan Perjuangan
Batak dan Jawa
5
Lingkungan Hubar
Batak
6
Lingkungan Kampung Jawa
Jawa
7
Lingkungan Perumnas II
Jawa,Batak,Nias, Melayu
8
Lingkungan Jalan Kuala tanjung, Sandang pangan, Sisingamangaraja (Perdagangan Kota)
Cina
9
Lingkungan Seberang sampai Bah Lias
Jawa

Ada beberapa alasan yang menyebabkan pengelompokan ini, antara lain:
·         Lokasi pemukiman yang sekarang dihuni oleh setiap suku adalah merupakan lokasi warisan, pengelompokan ini terjadi secara turun temurun. Pada awalnya pemilihan lokasi berdasarkan suku karena ketika Perdagangan masih menjadi hutan semua pendatang mengambil lokasinya masing-masing dan suku-suku memilih untuk mengambil jarak dengan suku yang lain karena tidak ingin berbaur dengan suku-suku yang lain,
·         Ada suku tertentu yang melihat lokasi sebagai lokasi perekonomian, Misalnya suku Cina yang melihat lokasi Perdagangan kota sebagai pusat ekonomi maka mereka memilih untu tinggal disana. Dengan modal yang mereka miliki mereka mampu membeli tanah yang kemudian menjadi tempat tinggal mereka dari para penduduk pribumi,
·         Adanya tuntutan dan penempatan dari tempat bekerja, Misalnya saja suku Jawa yang tinggal di lingkungan Seberang sampai Bah Lias adalah suku Jawa yang kebanyakan adalah anggota dari Pabrik yang ada didaerah sekitar yang dikelola oleh suku Jawa,
·         Mencegah adanya perkelahian antara suku khususnya Jawa dan Batak karena banyak dari antara suku Batak yang menjadi peternak babi.
c.       Kehidupan Rumahtangga
            Kehidupan Rumahtangga yang terdapat di Perdagangan secara umum dipengaruhi oleh pandangan atau falsafah hidup suku. Rumahtangga yang sudah berdiri lebih dari 20tahun masih banyak yang memiliki anak lebih dari 4 orang dan banyak dari antara mereka yang hanya mengecap pendidikan sampai SMA saja, sedangkan rumahtangga yang dibina dibawah kurun waktu 20tahun kebanyakan sudah memiliki anak dibawah 4. Pemahaman akan anak dari falsafah suku juga masih terlihat. Suku batak memiliki lebih banyak anak dan Cina memiliki lebih sedikit anak.


d.      Seksualitas (Pagok)
Dengan kesulitan tuntutan yang ada di kota Perdagangan ada satu lokasi Prostitusi yang terdapat di Lokasi Kampung lalang sugaran Bayu. Pagok ini Mulai ada tahun 1980-an tetapi masih dirahasiakan tidak seperti sekarang. Tanah yang digunakan sebagai lokasi Pagok awalnya milik PT. KAI dengan sistem hak pakai dan sekarang sudah menjadi hak milk secara pribadi-pribadi. Sejarah keberadaan Pagok ini berawal dari  Bm sempat akan ditutup jadi mereka pecah dan mencari tempat masing-masing untuk tetap melanjutkan kehidupan mereka ada yang ke Serbelawan, Indrapura dan ke Sugaran yaitu Pagok.
Para WTS yang bekerja di Pagok ini ada sebanyak 35 orang dan beroperasi dalam 14 barak. Wts-WTS itu bukanlah penduduk setempat tetapi pendatang dari kisaran, serbelawan  dan dari daerah lain. Mereka semua tidak empunyai modal dasar sehingga sepenuhnya mereka terikat kepada germo yang menjamini mereka. Adapun nama-nama Germo di Pagok antara lain: Simanalu, Umar, Pak Rait, Mawar, Sihombing, sifitri, sinaga, sigultom, sitopan, Ayu, pak Sutris. Germo-germo itu hidup berkeluarga dan memiliki keluarga seperti keluarga-keluarga biasanya. Anak-anak dari Germo-germo tersebut juga bersekolah sama seperti anak-anak yang lain tetapi kebanyakan dari mereka hanya bersekolah didepan orangtua mereka sampai SD tetapi untuk SMP dan SMA mereka tinggal diluar daerah dengan alsan malu dengan pekerjaan orangtua.
Tarif yang diadakan mereka beragam mulai dari Rp20.0000 sampai Rp100.000. Para WTS ini sepenuhnya adalah suku Jawa. Mereka bekerja 24 jam karena mereka tinggal dirumah-rumah yang dihuni oleh mereka dibawah naungan Germonya masing-masing. Tiap wts terikat dengan germonya masing-masing dalam hal pemakaian barak untuk operasi kegiatan. Sekali pemakaian kamar maka mereka harus membayar 10 ribu karena mereka tinggal bersama germo itu, selain itu juga mereka harus memayar uang kost bulanan mereka tinggal dirumah itu. Para WTS tersebut Wts2 tersebut ada yang sudah menikah bahkan kebanyaka yang sudah menikah dan lontenya itu juga ada yang hamil dan sendang hamil tetapi tetapi tetap melayani. Pelanggan dari para WTS ini adalah Supir, Kernet, Kuli dari Kuala tanjung dan dari Perdagangan sekitarnya (Pelanggannya adalah bapak-bapak). Para WTS ini bisa juga dibawa keluar tetapi dengan tarif yang lebih mahal karena mereka harus menanggung keamanan sendiri tanpa bodyguard.
Alasan mereka untuk menjadi WTS di Pagok tersebut beragam ada yang karenakan Stres, ditinggal suami, broken home, dan juga karena tidak kerjaan lain dan sulitnya lapangan pekerjaan. Keluarga mereka sebenarnya menentang untuk melakukan pekerjaan seperti itu oleh karena itumereka tidak mengakui pekerjaan mereka sebagai WTS kepada keluarga mereka hanya mengaku bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan bekerja di toko-toko. Hubungan sesama mereka hanya sekedar teman biasa namun dalam tolong menolong tidak ada hanya sekedar kawan cerita.
Hubungan dengan pemerintah tidak ada mereka hanya berdiri sendiri dengan bertahan pada keamanan yang dipercayakan kepada Bodyguard. Bodyguard inilah yang kemudian mengadakan hubungan pribadi dengan polisi agar tempat dimana ia bekerja tidak dirajia dan tidak dilarang. Mereka hidu berkelompok dari masyarakat biasa dan tidak ada hubungan diantara mereka.

2.2 Ekonomi kota Perdagangan
            Kota Perdagangan merupakan kota berkembang. Pluralisme yang terjadi di kota Perdagngan memberikan efek yang tinggi terhadap ekonomi.  Mata pencaharian yang banyak di kota Perdaganga adalah sebagai Pedagang, Peternak, Petani, PNS. Beberapahal yang harus diperhatikan dalam bidang ekonomi, antara lain:
a.      Industri
Terdapat 3 pabrik karet di Perdagangan antara lain:  TRIBIMA LAMA dan TRIBIMA BARU, PANTJA SURYA. Untuk PT.Berdasarkan data yang dimiliki ketiga PT ini, mengatakan bahwa 75% karyawan PT ini adalah Putra Daerah dan bersuku Jawa. Dari ketiga pabrik industri ini PT. Pantja Surya merupakan induk pabrik industri karet di kota Perdagangan.
PT Pantja Surya berdiri sejak tahun 1971 berada di Jalan Kuala Tanjung, Kecamatan Bandar, Desa Timbang, Kabupaten Simalungun, Perdagangan. PT ini didirikan karena karena pemerintah melihat begitu banyak lahan karet yang dimiliki oleh masyrakat dan pemerintah yang kemudian mengalamikesulitan untuk mengekspornya. Sistem panen yang tidak menetap mengakibatkan penumpukan karet  diagen-agen tertentu bahkan kadang-kadang jika karet sudah menumpyk karet akan kehilangan harganya. Melihat situasi ini seorang Investor yang sudah memiliki saham di Luar Negeri melihat situasi karet tersebut maka dengan bekerjasama dengan pihak pemerintah ia mendirikan PT ini. Sebelum PT. Pantja Surya dibangun sudah ada kesepakatan antara pemilik dan pengusaha PT dengan masyarakat kota Perdagangan bahwa yang kelak menjadi karyawan di PT tersebut adalah putra daerah. Dalam pelaksanaannya memang kebanyakan karyawannya adalah putra Daerah tetapi yang bekerja sebagai pengurus bukalah dari putra daerah hal ini dikarenakan pendidikan yang rendah dari putra Daerah. Kebanyakan dari putra daerah bekerja sebgai buruh kasar dengan gaji perhari. Sistem kerja pada karyawan meliputi dua sistem, yaitu: Sistem kontrak dan sistem karyawan tetap. 75% karyawan di PT ini adalah bersuku Jawa.
Adapun layanan yang diberikan PT. Pantja Surya kepada karyawannya, antara lain:
·         Gaji tetap bagi karyawan tetap sesuai dengan ketetapan PT,
·         Gaji hitungan jam kerja bagi buruh kasar dan karyawan dengan sistem kontrakan,
·         Perumahan bagi anggota tetap dengan fasilitas rumah satu unit dengan ukuran 3m x 9m  ruang tengah dan 3m x 3m, yang berada di lokasi PT
·         Listrik dan Air ditanggulangi oleh PT,
·         Gaji ketigabelas bagi para karyawan tetap,
·         Tambahan Gaji ketika perayaan besar,
·         Tunjangan gaji bagi karyawan yang meninggal sebanyak tiga bulan gaji dan tambahan krans bunga,
·         Buruh kasar libur pada hari Sabtu dan Minggu,
·         Melayani proposal yang masuk dengan penanggungjawab yang jelas.
Pengolahan yang terjadi di PT. Pantja Surya memiliki beberapa cabang antaralain: didaerah Padangsidempuan, Jambi, Medan, Kalimantan. adalah mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi yang kemudian diekspor ke Amerika dan Jepang, Jerman, Prancis
Limbah dari PT ini ada dua jenis, yaitu limbah cair dan kering. Limbah kering yang dikeluarkan oleh PT. Pantja Surya tidak mendapat pengolahan lanjut selain untuk penumpukan yang digunakan untuk penimbunan tanah dan pembuangan limbah langsung di belakang PT yang menumpuk hingga pinggiran sungai Bah Bolon menunggu sampai pengangkut limbah datang dari cabang mereka yang ada di Medan (Biasanya datang sekali seminggu). Limbah cair yang dihasilkan oleh PT ditampung dalam penmpungan limbah berukuran 70mx100 m x 4 m. Limbah ini berwarna hitam pekat dan menguap dengan panas diatas 3600C. Setelah limbah ini mendapatkan pengolahan maka limbah akan dibuang ke sungai Bah Bolon.

b.      Pembangunan Sarang Walet
Perdagangan dikenal dengan kota mati karena banyak gedung yang dibangun sampai tingkat lima hanya untuk sarang walet. Sarang walet menjadi penghasilan terbesar di kota Perdagangan. Pemanfaatan sarang walet dimulai tahun 1990-an oleh seorang yang bersuku Cina yang bernama Pegmeng. Sebenarnya Pegmeng bukan pemilik langsung. Burung Walet awalnya datang ke Gedung yang dimiliki oleh “Siregar Namora” gelar untuk orangtua Pardamean Siregar yang terletak di jalan Cengkeh. Gedung ini digunakan sebagai tempat peribadahan tetapi burung walet datang ke gedung ini tetapi keluarga Siregar Namora belum mengetahui fungsi walet tersebut bahkan pada awalnya gedung ini tiap minggu harus dibersihkan dengan arti semua cairan burung walet dibuang, Kemudian Pegmeng melihat Walet tersebut tetapi ia belum mempunyai modal untuk membeli dan membangun gedung walet untuk menangkap walet tersebut, maka ia menyewa gedung itu dari Siregar namora dengan alasan membuka usaha. Beberapa tahun ia menyewa gedung itu tetapi tidak melakukan usaha apa-apa dan akhirnya katahuan oleh Ssiregar namora akan fungsi walet itu. Sesudah mengetahui fungsi itu maka ia meminta kembali gedung itu dan membangun gedung walet itu baginya. Kemudian Pegmeng juga membangun gedung waletnya di daerah Perdagangan Kota. Usaha ini kemudian diikuti oleh saudagar-saudagar Cina yang datang dari Kisaran, Tanjung Balai, Tebing dan Medan dan juga orang-orang Batak yang memiliki modal besar di Perdagangan.
Modal yang dibutuhkan untuk emndirikan bangunan walet ini tergolong besar sehingga usaha ini jug adidominasi oleh orang-orang Cina. Air ludah walet ini dijual dengan harga Rp 20.000.000 – Rp 30.000.000  per Kg dan biasanya air ludah walet ini akan dipanen dalam waktu sekali seminggu. Untuk memanggil burung walet maka para pengusaha walet menggunakan kaset sebagai pancingan bagi walet.
Usaha walet ini memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi Perdagangan yaitu naiknya harga jual tanah yang bisa mencapai Rp 1.000.000 permeter. Perkembangan gedung walet ini berkembang 15 tahun terakhir dan sampai sekarang terdapat hampir 250 unit gedung walet yang banyak dimiliki oleh orang Cina.

c.       Perpindahan Pasar Lama ke Lokasi Pasar Baru
            Dalam waktu dekat ini direncanakan Perdagangan akan dimekarkan menjadi dua kabupaten, yaitu Simalungun bawah dan Simalungun atas. Salah satu langkah yang ditempuh dalam mewujudkan rencana ini adalah penataan kota sesuai dengan denah kabupaten maka Pasar lama dipindahkan ke pasar baru. Pasar lama terletak di lingkungan Pasar Ib dan pasar baru terletak di daerah Bandar Nagori. Proses pemindahan ini mulai sejak Januari 2011 dan akhirnya tuntas pada tanggal 11 Maret 2011. Pada awalnya ara pedagang menolak untuk pindah, ada beberapa asalasan para pedagang untuk pindah, antara lain:
·         Sudah lama berjualan di pasar lama,
·         Sudah memiliki pelanggan tetap di pajak lama,
·         Pasar baru letaknya jauh dari rumah para pedagang,
·         Lokasi pajak baru tidak strategis, yaitu jauh dari keramaian,
·         Pada awalnya listrik dan air belum lengkap,
·         Jalan menuju pasar baru rusak,
·         Keamanan tidak terjamin karena harus melalui perkebunan karet,
·         Pajak di pasar lama murah (Rp 2000) dan pajak di pasar baru mahal (Rp10.000),
·         Gedung emmang diganti rugi tetapi dengan campur tangan pemerintah artinya gedung diberikan gratis tetapi harus membayar Rp200.000 per bulan dan jika hanya tanah yang diberikan maka hanya bayar pajak harian tetapi gedung harus dibangun sendiri,
·         Pembagian tempat tidak teratur,
Pajak lama seluruhnya milik pemerintah tetapi diolah oleh Pardamean Siregar (Mantan Wakil Bupati). Pemerintah belum mempunyai rencanak akan pemakaian tanah ini kemudian Pardamean mengambil alih tanah ini tetapi dengan syarat harus ada pembangunan yang menguntungan pemerintah. Oleh karena itu dia berencana membangun kantor bupati jika nanti PErdagangan jadi dimekarkan menjadi dua Kabupaten dan sebagai usaha pribadinya ia akan mendirikan Supermarket disana.

d.      Penghasilan Rumahtangga
            Penghasilan rumahtangga di kota Perdagangan banyak dari Perdagangan yang berlokasi didaerah Pajak Baru dan juga Jalan Sandang Pangan samapai jalan Sisingamangaraja (Perdagangan kota), Peternakan (Peternakan babi di lokasi HUBAR, peternakan lembu, sapi, kambing dipasar 1-a dan lingkungan Seberang), Pertanian di lokasi Bandar Nagori.
-          ‘perdagangan’
Kota Perdagangan merupakan jalan lintas dan ini merupakan salah satu alasan yang membuatnya cocok sebagai tempat untuk berdagang. Dalam bidang perdagangan yang berada dilokasi jalan sandang pangan hingga perdagangan  kota 73% dikuasai oleh penduduk suku Cina hal ini terlihat dari banyaknya toko yang dimiliki oleh Cina secara pribadi dan tidak terikat dengan pemerintah. Adapun data pertokoan di pusat kota Perdagangan hingga jalan sandang pangan kota Perdangan adalah, sebagai berikut:[3]
1.      Jawa    9  unit  ukuran 5x8 dan yang ukuran 4x4 sebanyak 18 unit, sekitar  5,5%
2.      Batak   33 unit  ukuran 5x8, sekitar  20%
3.      Cina     119 unit ukuran 5x8 dan yang ukuran 4x4 sebanyak 2 unit ,  sekitar  73%
Penduduk suku cina semakin berkembang di Perdagangan dan penduduk pribumi pernah ingin mengusir penduduk cina dari Perdangan karena dinilai sudah menguasai bidang ekonomi, oleh karena itu pada tahun 1998 diadakan penyerangan terhadap penduduk suku Cina yang disebut dengan “Demonstrasi” dengan penyerangan ini banyak suku Cina yang mengalami penurunan ekonomi bahkan diperhitungkan ada sekitar 50 toko yang memilih untuk tidak berdagang lagi dan kembali ke Taiwan tetapi pada tahun 2002 mereka kembali lagi berdagang ke Perdagangan.
Kegiatan perdagangan dilokasi Pasar Baru didominasi oleh suku Batak. Semua bahan-bahan yang dijual dipasar baru adalah bahan yang dibeli dari Pematang Siantar dan Medan. Untuk bahan tekstil banyak dibeli dari Medan dan untuk bahan sandang pangan bahannya dibeli dari Pematangsiantar. Pembelian dari luar daerah ini mengakibatkan mahalnya harga bahan-bahan makanan dan pakaian yang dijual di Perdagangan.
-          Peternakan
Peternakan yang dilakukan oleh masyrakat kota PErdagangan beragam, tergantung suku dan lokasi tinggal. Batak banyak beternak babi, ayam, Suku Jawa banayk beternak Kambing, Lembu. Peternakan ini dikelola secara pribadi dan didagangkan langsung ke masyarakat tanpa harus menggunakan produsen.
-          Pertanian
Lokasi Pertanian terletak di Bandar Nagori. Masyrakat yang hidup di lokasi ini banyak yang tidak tau membaca karena tidak mengecap pendidikan. Kehidupan ekonomi mereka adalah menengah kebawah. Lahan yang dikelola oleh para petani di lokasi ini adalah milik sendiri dan sistem sewa. Para penduduk hanya bisa panen dua kali setahun dan hasil panen inilah yang kemudian dijadikan untuk memenuhi seluruh kebutuhan.

2.3 Agama
            Perdagangan merupakan daerah yang pluralis dalam bidang agama. Ada lima agama yang terdapat di PErdagangan, antara lain: Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu. Selain kelima agama ini ada juga agama yang berkembang didaerah Bandar Buntu yang tidak diakui oleh Pemerintah yaitu Agama Kristen Panangkasi atau yang lebih dikenal dengan nama “Parbibel”.


a. Agama yang dianut di Kecamatan Bandar (Berdasarkan data BPS 2003)
No
Desa/Kelurahan
Islam
Katolik
Protestan
Hindu
Budha
Lain
Jumlah
1
Pematang Kerasaan
2187
353
679
0
0
82
3306
2
Pem. Kerasaan Rejo
3404
1
637
5
0
4
4051
3
Marihat Bandar
3676
108
1199
2
8
111
5104
4
Timbulan
2160
0
26
0
1
0
2187
5
Nagori Bandar
1636
117
1943
1
0
1
3698
6
Bandar Rakyat
1140
105
715
0
0
309
2269
7
Bandar Pulo
1273
30
965
0
0
0
2268
8
Bandar Jawa
3595
4
63
5
0
0
3667
9
Kelurahan Perdagangan I
9699
687
4608
27
1232
17
16270
10
Bahlias
3123
31
191
0
0
5
3350
11
Kelurahan Perdagangan II
4947
5
84
1
0
0
5037
12
Perlanaan
4813
1
293
4
8
2
5121
13
Sidotani
3943
6
281
1
2
0
4233
14
Sugaran Bayu
2587
80
508
0
0
0
3175

Jumlah
48183
1533
12192
46
1251
513
63736

b. Agama yang dianut di daerah Kelurahan Perdangan III (Berdasarkan data tahun 2010)
No
Lingkungan
Islam
Kristen
Katolik
Budha
Hindu
Lain

Pasar I-a
115
15
-
-
18
-

Lingkungan Persil
763
6
-
-
11
-

Lingkungan Pasar I-B
76
336
196
34
-
-

Lingkungan Perjuangan
318
22
-
-
-
-
c. Tempat Ibadah Kecamatan
No
Desa/Kelurahan
Mesjid/Musola
Gereja
Pura
Vihara
Jumlah
1
Pematang Kerasaan
5
3
-
-
8
2
Pem. Kerasaan Rejo
7
2
-
-
9
3
Marihat Bandar
7
6
-
-
13
4
Timbulan
4
-
-
-
4
5
Nagori Bandar
2
2
-
-
4
6
Bandar Rakyat
3
4
-
-
7
7
Bandar Pulo
5
6

-
11
8
Bandar Jawa
4
-
-
-
4
9
Kelurahan Perdagangan I
13
10
-
2
25
10
Bahlias
6
-
-
-
6
11
Kelurahan Perdagangan II
10
-
-
-
10
12
Perlanaan
6
3
-
-
9
13
Sidotani
5
1
-
-
6
14
Sugaran Bayu
4
4
-
-
8
15
Kelurahan Perdaangan III
7
6
-
-
13

Jumlah
88
47
-
2
137



-          Islam
Agama Islam di Perdangan bertumbuh dengan cepat, mereka mempunyai mesjid/musola disetiap desa/kelurahan. Seluruh urusan agama Islam di kota Perdagangan diselesaikan di KUA yang dipimpin oleh Drs. H. M. Nurdin Sinaga sebagai ketua, Syamsyudin Bahri sebagai Sekertaris, Nurbaidah Rosita sebagai Sekertaris. Didalam badan organisasi KUA ada 6 lembaga yang tergolong didalamnya, antara lain:
·         Badan Amil Zakat,
·         Dewan Mesjid Indonesia,
·         Pejabat Pembuat Akta Iqrar Wakaf,
·         Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran,
·         Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan,
·         Badan Pembinaan Keluarga Sakinah,

-          Kristen
Kristen dipersatukan dalam Badan Kerjasama Antar Gereja (BKAG) yang dipimpin oleh Pdt. P.V.P. Haloho, S. Th, MBA sebagai Ketua, Pdt. J. M. P. Siregar, S. Th sebagai Sekertaris dan Pdt. Drs. R. Pasaribu, MA sebagai Bendahara. Seluruh biaya yang dibutuhkan oleh BKAG sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah yang dianggarkan sebelumnya dalam APBN dan semasa jabatan Zulkarnain semua dana yang dicantumkan dalam APBN dicairkan dengan baik. Semua Gereja dapat bergabung kepada BKAG tanpa ada pembatasan tertentu dengan pengenalan kepada jemaat-jemaat Gereja yang ditanggungjawapi oleh pimpinan-pimpinan Gereja masing-masing. BKAG ini tidak terbatas pada pengurusan masalah dalam keagamaan saja tetapi juga dalam bidang sosial seperti: Pengobatan gratis, emberian sembako pada masyarakat, beasiswa, penyerahan bibit bagi para petani.

-          Budha
Agama Budha beribadah ke Wihara yang terletak di jalan Veteran dan di jalan Lorong Mesjid. Pada awalnya hanya ada agama Kristen dan Islam di kota Perdagangan tetapi sesuai dengan perkembangan penduduk di kota Perdagangan agama Budhapun berkembang dengan cepat. Hal ini terlihat dengan pembangunan Vihara yang terletak di Jalan Veteran yang sudah ada sekitar tahun 50-an dan sudah tiga kali direnovasi dan renovasi terakhir diresmikan tanggal 2 Oktober  2005 oleh ketua umum dpp mapan bumi maha sepuluh gavama Harjomo, Pendiri pertamanya datang  dari Taiwan.  Penduduk suku Cina di Perdagangan banyak yang beribadah ke Vihara ini dibandingkan dengan Wihara yang terletak di wilayah jalan Lorong Mesjid.
            Dalam peribadaha jemaah Budha ada satu yayasan yang digunakan untuk pemakan orang Cina, yang diresmikan pada tanggal 20 Desember 1986 oleh Z Siregar camat Kecamatan Bandar dan kemudian direnofasi dan diresmikan tanggal 10 Mei 2008 oleh Pardamean Seiregar (Mantan wakil Bupati Kecamatan Bandar). Yayasan ini berlokasi dipinggir sungai Bah Bolon di jalan sisingamangara, Perdagangan kota.

-          Kristen Panangkasi (Parbibel)
            Kristen panakkasi ini hidup berkelompok di daerah Bandar Buntu. Mereka juga menggunakan Bibel dalam ibadah mereka tetapi mereka samasekali tidak menerima keberadaan Alitab dalam versi Bahasa Indonesia sebagai salah satu bentuk Firman Tuhan karena dengan alasan dari duu hanya ada Bahasa Batak jika sekarang ada bahasa Indonesia berarti sudah tidak asli dan suci lagi. Dalam keseharian mereka, mereka tidak beribadah di Gereja bagi mereka tidak perlu untu mengadakan pembangunan yang tiggi karena tentunya pembangunan itu emmbutuhkan biaya yang sangat banyak. Dalam peribadahan mereka dipisahkan berdasarkan jenis kelamin karena untuk menjagakesucian dan yang menjadi penatua dalam keagamaan mereka juga tidak dipandang dari sekolahnya, yang dipilih adlaah orang yang sudah dianggap sebagai orang yang layak dan penilaian layaka atau tidak ditentukan berdasarkan usia dan pengalaman sebagai penatua.
            Agama ini secara tidak langsung menolak hubungan dengan pemerintah karena mereka tidak mau terjun dalam kemajuan jaman. Mereka tidak mengurus KTP dan tidak mempunyai pendidikan yang tinggi karena bagi mereka pendidikan yag tinggi hanya akan embuat mereka jauh dari Alah dan menghabiskan biaya banyak dan akan membuat mereka jauh dari Allah karena memikirkan biaya. Penganut agama ini juga menlak bantuan yang diberikan leh pemerintah karena anggapan mereka bantuan adalah hasil korupsi yang kemudian dibagi-bagikan lagipula dalam angggapan mereka hanya Allah sajalah yang emenuhi kebutuhan hidup bukan  pemerintah yang tidak jelas darimana datangnya.
            Dalam adat istidat mereka juga dikatakan menolak sebagian besar tentang adat mereka tidak mengikat diri dengan kegiatan “manortor” dan “ulos” dan mereka lebih memilih untuk membuat ketapan-kettapan sendiri. Mereka tidak mengakui lambang salib dan tidak mengijinkan ada tanda salib dirumah maupun dikuburan karena mereka mengatakan itu merupakan salah satu penyembahan terhadap berhala. Anak-anak muda mereka dilarang untuk maerantau dan menikah dengan penduduk diluar agama itu karena akan mencemari dan menghilangkan agama mereka, jika mereka menikah dengan orang diluar agama itu maka mereka dihilangkan dari persekutuan itu.

2.4 Keadaan Politik Perdagangan
Perdagangan adalah kota yang banyak dikendalikan secara pribadi. Pemerintah banyak dikalahkan oleh peran pribadi. Beberapa orang yang memegang peranan ekonomi di kota Perdangan adalah P. Siregar, S. Pd yang pernah menjabat sebagai waklil Bupati Kab Simalungun. Jabatannya di bidang pemerintahan membuka jalan baginya untuk lebih depat menguasai Perdagangan. Relasinya dibidang pemerintahan memberikan jalan baginya, salah satu lahan pemerintahan yang dikelolanya adalah Pajak lama kota Perdangan yang terletak di Pasar 1b.  D. L. Sitorus juga adalah salah satu penanam saham terbanyak di Perdagangan. D. L. Sitorus mempunyai Perguruan SMK di lokasi tanah Perjuangan dan Yayasan dan ada juga Sorum dan lahan yang dijadikannya sebagai penanaman karet dan kelapa sawit, Dari penduduk suku Cina yang dipandang paling berpengaruh adalah Chao pemilik toko mas bintang yang mendirikan yayasan, sekolah Dr. Cipto Mangun Kusumo dan juga Gereja bernama Chao tetapi dari antara ketiga orang ini yang dinilai paling berpengaruh adalah P. Siregar, S. Pd

2.5 Keadaan Pendidikan Perdagangan
            Perdagangan merupakan kota yang berkembang dalam bidang pendidikan, didaerah ini sudah banyak terdapat tempat untuk mendapatkan pendidikan, baik yang bersifat formal dan informal dari pihak Negeri dan Swasta. Biaya yang dibutuhkan sebagai biaya pendidikan tergolong mahal. Jika ia bersekolah di Negeri maka uang sekolah wajib tiap bulannya akan dikenakan biaya hingga Rp10.000 sedangkan swasta bahkan mencapai Rp100.000. Adapun banyaknya Sekolah-sekolah yang terdapat di kota Perdagangan, antara lain:
v  Sekolah Dasar :
·         Negeri 35 unit
·         Swasta 10 unit
v  Sekolah Menengah Pertama:
·         Negeri 1 unit
·         Swasta 15 unit
v  Sekolah Menengah Atas
·         Negeri 2 unit
·         Swasta 15 unit

BAB III
ANALISIS SOSIAL
3.1 Analisis sosial tentang keberadaan PT. Pantja Surya
3.1.1 Analisis Struktur dan Sistem Sosial
Ruang lingkup masalah yang muncul yaitu masalah Ekonomi masalah sosial kehidupan masyarakat. Di mana adanya yang di untungkan dan pihak yang dirugikan. Pihak yang diuntungkan ialah  Group Aspira (pemilik PT) dan pemerintah. sedangkan Pihak yang dirugikan yaitu masyarakat sekitar pabrik yang mana mengkondisikan terjadinya pengangguran, kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan. Pihak yang mengambil keputusan dalam pola interaksi dalam PT. Pantja Surya tersebut ialah pemilik modal yaitu Group Aspira, dan pihak yang menghendaki perubahan yaitu buruh  dan karyawan (internal), serta masyarakat sekitar

3.1.2 Analisis Status dan Peran
Aktor-aktor yang berperan ialah:
1.      Group Aspira: yang memperoleh keuntungan, berperan sebagai pemilik modal dan pengambil kebijakan/keputusan
2.      Perusahaan asing (Good Year, Dunlop, Bridgestone dan Nike): memperoleh bahan baku produksi (latex)
3.      Pemerintah Kecamatan Bandar dan pusat: memperoleh pajak dan devisa (pendapatan)
4.      Masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik: pengangguran (memperoleh pekerjaan) dan masyarakat umum
5.      Buruh dan karyawan: memperoleh gaji, berperan sebagai tenaga kerja
6.      Pengurus pabrik: memperoleh gaji, berperan dalam mengelola keberlangsungan pabrik (teknisi)


3.1.3 Analisis Pola Interaksi

1.      Tertutup (Konflik Laten)
Terjadi pada pemerintah dengan masyarakat; yaitu pengangguran atau yang memiliki pekerjaan dan masyarakat umum yang ada di sekitar pabrik. Karena kurangnya memperhatikan efek produksi pabrik, kemudian karena pabrik lebih mendominasikan pekerjanya dari pihak luar.
2.      Konflik terbuka
Terjadi pada masyarakat; yaitu pengangguran atau yang memiliki pekerjaan dan masyarakat umum yang ada di sekitar pabrik dengan pengusaha pabrik. Adanya demonstrasi yang dilakukan masyarakat kepada pengurus pabrik. Demonstrasi ini merupakan tindakan protes atas perlakuan yang dilakukan perusahaan kepada buruh yang tidak sesuai dengan ketetapan tenaga kerja
3.      Terbuka (Tidak ada Konflik)
-          Terjadi pada hubungan pemerintah dengan group Aspira, buruh & karyawan, perusahaan asing seperti; Good Year, Dunlop, Bridgestone dan Nike.serta dengan pengusaha pabrik
-          Terjadi pada hubungan pengusaha pabrik dengan buruh & karyawan, dengan perusahaan asing seperti; Good Year, Dunlop, Bridgestone dan Nike
-          Terjadi pada hubungan buruh & karyawan dengan masyarakat; yaitu pengangguran atau yang memiliki pekerjaan dan masyarakat umum yang ada di sekitar pabrik dengan pengusaha pabrik, dan dengan Group Aspira.

3.1.4 Analisis Kultural dan Budaya (Nilai, norma dan sanksi)
Nilai dan norma
Isu propaganda melalui pemberian karangan bunga kepada masyarakat yang berdukacita dan pemberian sumbangan kepada gereja dan masyarakat sekitar, salah satu melalui pencarian dana proposal minimal Rp 500.000,-. Pabrik memberikan kesejahteraan bagi buruh berupa fasilitas, yaitu pemberian  rumah dengan ukuran 9 x 3 m dengan sebagian dari semen dan sebagian lagi dari papan serta pemberian upah sesuai dengan jam kerja. Di mana ada pabrik, maka akan ada lapangan pekerjaan terutama bagi masyarakat setempat. Pabrik memiliki UMR. Dimana UMR itu adalah jaminan kesejahteraan bagi buruh pabrik.  Pihak yang membawa nilai dan norma, yaitu pengelola pabrik dan Group Aspira
Sanksi sosial yang muncul dalam pabrik:
o   Bagi yang tidak menyepakati UMR, maka akan keluar dan tidak dipekerjakan lagi.
o   Pihak pabrik yang tidak memenuhi kesejahteraan buruh menghasilkan aksi protes dari para buruh melalui demonstrasi.
o   Pabrik mendapatkan protes dari penduduk setempat yang tidak mendapatkan pekerjaan.
o   Merekrut pekerja dari tempat lain , mendapatkan protes dari penduduk setempat, tahun 2010.
o   Adanya kecemburuan sosial terhadap buruh yang dominan adalah seperti Jawa Islam (buruh yang dominan).

3.1.5 Analisis Sejarah
1. Keadaan di masa lalu:
PT. Pantja Surya berdiri sejak tahun 1971 berada di Jalan Kuala Tanjung, Kecamatan Bandar, Desa Timbang, Kabupaten Simalungun, Perdagangan. PT ini didirikan karena pemerintah melihat begitu banyak lahan karet yang dimiliki oleh masyrakat dan pemerintah yang kemudian mengalami kesulitan untuk mengekspornya. . Sistem panen yang tidak menetap mengakibatkan penumpukan karet  diagen-agen tertentu bahkan kadang-kadang jika karet sudah menumpuk karet akan kehilangan harganya. Melihat situasi ini seorang Investor yang sudah memiliki saham di Luar Negeri melihat situasi karet tersebut maka dengan bekerjasama dengan pihak pemerintah ia mendirikan PT ini.
2. Keadaan di masa sekarang:
Berdasarkan data yang dimiliki PT ini, mengatakan bahwa 75% karyawan PT ini adalah Putra Daerah dan bersuku Jawa. PT. Pantja Surya merupakan induk pabrik industri karet di kota Perdagangan Sebelum PT. Pantja Surya dibangun sudah ada kesepakatan antara pemilik dan pengusaha PT dengan masyarakat kota Perdagangan bahwa yang kelak menjadi karyawan di PT tersebut adalah putra daerah. Dalam pelaksanaannya memang kebanyakan karyawannya adalah putra Daerah tetapi yang bekerja sebagai pengurus bukanlah dari putra daerah hal ini dikarenakan pendidikan yang rendah dari putra Daerah. Kebanyakan dari putra daerah bekerja sebagai buruh kasar dengan gaji perhari. Sistem kerja pada karyawan meliputi dua sistem, yaitu: Sistem kontrak dan sistem karyawan tetap. 75% karyawan di PT ini adalah bersuku Jawa.
Terjadi kecemburuan sosial terhadap karyawan yang merupakan putra daerah setempat, karena adanya tenaga kerja yang didatangkan dari luar. Kebijakan ini diambil oleh pihak pengelola pabrik karena karyawan lama yang berasal dari masyarakat setempat menolak ketentuan penggajian yang disepakati. Dimana gaji yang telah ditentukan oleh pabrik kepada karyawan putra daera sebesar Rp 36.000,-/hari dan fasilitas yang ada dibatasi. Sehingga terjadilah demonstrasi oleh karyawan yang berasal dari putra Daerah terhadap pihak pengelola pabrik. 
Memang Proses produksi pabrik sekarang ini masih lancar sesuai dengan target. Pabrik juga mendapatkan penghargaan piagam biru dari PROPER (penghargaan yang diberikan kepada pabrik mengenai pengelolaan limbah produksi) pada tahun 2010 (meskipun pada relitanya tidaklah demikian). Di mana pada realitasnya, limbah pabrik (cair, padat dan gas) menyebabkan kerusakan lingkungan. Limbah padat yang dikeluarkan oleh PT. Pantja Surya tidak mendapat pengolahan lanjut selain untuk penumpukan, yang digunakan untuk penimbunan tanah. Dan pembuangan limbah langsung di belakang PT yang menumpuk hingga pinggiran sungai Bah Bolon menunggu sampai pengangkut limbah datang dari cabang mereka yang ada di Medan (Biasanya datang sekali seminggu). Limbah cair yang dihasilkan oleh PT ditampung dalam penampungan limbah berukuran 70mx100 m x 4 m. Limbah ini berwarna hitam pekat dan menguap dengan panas diatas 3600C. Setelah limbah ini mendapatkan pengolahan maka limbah akan dibuang ke sungai Bah Bolon.
3. masa yang akan datang
            Apabila pabrik masih bertahan dengan sistem yang telah ditetapkan maka akan timbul suatu protes dari buruh dan juga masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pabrik. Karena pabrik telah mencemari lingkungan yang merusak kelestarian lingkungan alam, maka itu akan selalu menjadi bahaya bagi kesehatan lingkungan.

3.1.6 Pola Berpikir dan Kesadaran
Pola berpikir
-          Group Aspira: progresif (mencari keuntungan kelompok)
-          Pemerintah Kecamatan Bandar dan pusat: progresif
-          Perusahaan asing (Good Year, Dunlop, Bridgestone dan Nike): konservatif
-          Masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik:
            a. para pengangguran: liberal
            b. masyarakat setempat: liberal
-          Buruh: konservatif, liberal
-          Pengurus pabrik: konservatif
Pola Kesadaran
-          Group Aspira: kritis
-          Pemerintah Kecamatan Bandar dan pusat: kritis
-          Perusahaan asing (Good Year, Dunlop, Bridgestone dan Nike): magis
-          Masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik:
            a. para pengangguran: naif
            b. masyarakat setempat: naif
-          Buruh: magis, naif
-          Pengurus pabrik: magis

3.1.7 Keprihatinan Sosial
  1. Ada pihak yang mengkondisikan suatu komunitas untuk  memperoleh keuntungan sendiri  yaitu pemilik modal.
  2. Pemerintah berkompeten dalam mensejahterakan masyarakat justru mendukung pihak yang mencari keuntungan sendiri (pemegang modal).
  3.  Orang yang mencari kebutuhan menggantungkan diri kepada orang yang mencari keuntungan.


3.2 Analisis Sosial Tentang Perpindahan Pajak
3.2.1 Analisis Struktur dan Sistem Sosial
Masih dalam Ruang lingkup masalah Ekonomi sebagai masalah sosial kehidupan masyarakat. Di mana adanya yang di untungkan dan pihak yang dirugikan. Perpindahan pajak sangat  berpengaruh dalam segala bidang/aspek  kehidupan. Dari kasus perpindahan pajak terlihat sistem kehidupan di Perdagangan. Pihak-pihak yang diuntungkan yaitu; Pemerintah Kabupaten Simalungun, karena tata kota akan semakin membaik, menerima retribusi pajak, Pemilik Modal: “Siregar na mora”, orang Cina, Sekelompok orang yang tadinya tidak mendapat tempat untuk berjualan di pajak lama, namun karena memiliki modal untuk menyewa kios, akhirnya mendapat tempat di pajak baru, Para Sopir Becak bermotor, karena untuk pergi ke pajak baru, orang-orang akan menggunakan jasa becak, karena angkot khusus untuk trayek ini tidak ada.
Sedangkan pihak yang dirugikan ialah para pedagang kecil, seperti pedagang kaki lima dan pedagang asongan yang tidak mendapat tempat berjualan di pajak baru karena tidak memiliki modal untuk menyewa kios di pajak baru. Di pajak mereka hanya menyewa tempat berjualan sebesar Rp.15.000/bulan, sementara di pajak baru harus membayar tempat sebesar Rp. 200.000/bulan. Kemudian Sopir Angkot karena terjadinya pemindahan terminal juga sehingga angkot yang datang dan pergi ke perdagangan harus melewati terminal baru yang letaknya lebih jauh. Hal ini jelas akan lebih menghabiskan banyak BBM yang mereka gunakan. Serta Masyarakat Pembeli di sekitar pajak lama dan kota, karena jarak pajak yang semakin jauh.

3.2.2 Analisis Status dan Peran
Aktor-aktor yang berperan ialah:
1.    Pemerintah :  yang mengatur bentuk kota Perdagangan
  1. Bupati                                     c. Lurah                       e. Satpol PP
  2. Camat                         d. Kepala Lorong        f. Dinas Pasar
2.      Pedagang : yang memenuhi kebutuhan dengan berjualan (berdagang)
  1. Kios                             c. Swadaya
  2. Loss                             d. Lapak
3.      Pengusaha : sebagai pembeli
4.      LSM
5.      Masyarakat

3.2.3 Analisis Pola Interaksi
Ket :
1.      Tertutup (Konflik Laten)                               
-          Terjadi antara pedagang yang memiliki modal kecil dengan para pedagang yang memiliki modal besar.
-          Terjadi antara masyarakat dengan pengusaha, LSM dengan pengusaha
-          Antara masyarakat dengan pemerintah. Karena masyarakat mengalami kesulitan untuk menjangkau lokasi pajak baru yang jauh dari pemukiman sehingga mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk ongkos.
2.      Konflik terbuka 
-          Terjadi pada pedagang yang memiliki modal kecil dengan pemerintah, LSM dengan pemerintah karena pedagang yang tidak punya kios demonstrasi kepada pemerintah. Konflik terbuka ini terjadi tampak dari kegiatan demo yang dilakukan oleh pedagang yang memiliki modal kecil.
3.      Terbuka (Tidak ada Konflik)
-          Terjadi pada pemerintah dengan pedagang pemilik modal besar. Pedagang pemilik modal besar dengan pengusaha
-          Masyarakat dengan pedagang, baik pemilik modal besar, maupun pemilik modal kecil.


3.2.4 Analisis Kultural dan Budaya (Nilai, norma dan sanksi)
Nilai dan norma
Orientasinyayang dibawa oleh pemerintahan adalah orientsi pengeksploitasi sumber daya manusia (SDM) dan Marginalisasi. Nilai yang menjadi orientasi ialah nilai orientasi masa kini (penataan kota), yang membawa nilai yaitu pemerintah pusat. Maka timbullah dalam diri masyarakat rasa takut.
Sanksi sosial yang muncul dalam pabrik:
            System pembongkaran Pasar dilakukan secara paksa, bagi yang tidak mau mengikuti aturan maka tidak akan dapat mempunyai lapak. Sehingga bagi pemilik modal akan memiliki tempat/lapak di pasar baru.  Jika mereka tidak pindah maka mereka mendapat sanksi pengusiran oleh satpol PP. Tidak ada sanksi jika pemerintah kabupaten tidak melakukan penataan kota.

3.2.5 Analisis Sejarah
1. Keadaan di masa lalu:
Adanya peralihan dari sistem ekonomi agraris ke sistem ekonomi industri. Pajak lama berdiri sekitar tahun 1986. Pada saat itu, masyarakat yang berdagang di pajak ini diwajibkan untuk mengontrak tempat selama 25 tahun. Pembayaran boleh bayar langsung atau dengan mencicil. Kebanyakan pedagang di dalam mencicil karena pedagang kecil-kecilan.
Pada bulan Februari 2011 kemarin, tiba-tiba pemerintah mengumumkan bahwa pajak lama tersebut akan dipindahkan ke wilayah kelurahan III, yang sekarang disebut sebagai pajak baru/terminal baru, ada wacana dari pemerintah melalui dinas pasar akan perpindahan letak pasar. Karena akan dibangun swalayan atau kantor Bupati. Alasan perpindahan pajak masih belum jelas bagi masyarakat. Awalnya mereka menerima informasi bahwa wilayah itu akan dijadikan untuk tempat kantor pemerintahan karena perdagangan akan mekar atau mandiri menjadi sebuah kabupaten. Beberapa minggu kemudian masyarakat menerima informasi yang beredar bahwa itu akan dijadikan sebagai tempat untuk membangun sebuah plaza. Mendengar informasi tersebut, pedagang bersama LSM perdagangan mengadakan demonstrasi ke pemerintah setempat dengan mendatangi kantor camat. Mereka meminta agar pajak jangan dipindahkan ke tempat lain. Usulan masyarakat akan dipertimbangkan kata pemerintah. Tetapi pajak baru sudah mulai dibangun. Pada akhirnya ada beberapa pedagang yang harus dipaksa untuk ke pajak baru. Ternyata banyak orang yang pada waktu di pajak lama tidak ada bangunan permanen sebagai tempat jualan tetapi mendapat tempat permanen setelah di pajak baru. Ada yang pedagang ketika di pajak lama memdapat bangunan permanen, tetapi setelah di pajak baru tidak mendapat bangunan permanen. Hampir semua pedagang buah, ikan, yang dari pajak lama tidak mendapat bangunan permanen setelah di pajak baru.

2. Keadaan di masa sekarang:
Perpindahan pajak lama ke pajak baru banyak kontroversi yang ditimbulkan baik kepada kehidupan masyarakat umum terlebih kepada masyarakat pedagang. Awalnya pedagang sudah merasa nyaman untuk berdagang disana karena tempatnya yang strategis dan berada di pusat kota. Alasan pemerintah untuk memindahkan adalah karena akan dibangun kantor pemerintahan. Alasan ini kurang dapat diterima karena tidak ada kepastian bahwa perdagangan sudah boleh menjadi kebupaten atau tidak. Lagipula kalaupun perdagangan akan menjadi sebuah kabupaten, tidak ada salahnya wilayah kantor untuk pemerintah di bangun di wilayah pajak baru sekarang. Jadi kurang masuk akal kalau alasan pemerintah hanya untuk membangun kantor bupati. Informasi lainnya mengindikasikan bahwa perpindahan ini terjadi karena ada kepentingan sepihak atau seseorang yaitu untuk membangun sebuah plaza atau mall di pusat kota. Kalau dijadikan untuk tempat plaza atau mall, maka wilayah ini sangat cocok. Berada di pusat kota dan sangat strategis. Jika memang ini yang terjadi maka telah terjadi peran kekuasaan didalamnya. Siapa yang berkuasa dan dekat dengan pemerintah, maka dialah yang berkuasa atas  perekonomian rakyat. Jika wilayah itu mendaji tempat plaza atau mall, maka dapat diperkirakan tidak akan banyak orang yang pergi ke pajak baru. Selain tempatnya yang jauh dari keramaian penduduk, plaza atau mall tentunya lebih menarik perhatian masyarakat pada umumnya. Sekarang ini juga masyarakat sudah sangat jarang ke pajak karena jauh, apalagi kalau sudah dibangun plaza atau mall di pusat kota yang menjual segala sesuatunya. Plaza atau mall adalah bagian dari kapitalisme yang menawarkan barang jualan yang memikat hati para pembeli bahkan tidak jarang sebagai tempat bersantai. Orang yang tidak berkecukupan pun akan berusaha untuk pergi ke plaza atau mall. Mereka akan menganggap diri bersalah atau tidak percaya diri kalau tidak pernah membeli barang dari plaza atau mall. Hal inilah yang menjadi masalah sosial bagi masyarakat pada umumnya. Mereka akan berusaha untuk menunjukkan diri mampu untuk mengikuti zaman dengan berbelanja ke plaza atau mall tanpa mengetahui bahwa mereka telas diperas. Realitas ini jarang disadari oleh masyarakat umum karena mereka hanya melihat apa yang di depan mata tidak melihat dibalik peristiwa tersebut.
Sistem kontrak bangunan kios 1 x 25 tahun. Setelah itu  kembali ke pemerintah. Rencana Pemekaran menjadi Kabupaten semakin menekan para pedagang karena lokasi yang terlalu sempit, dan lokasi telah dibeli pengusaha . Masyarakat yang  ingin memperpanjang kontrak juga tidak diijinkan pemerintah, dengan alasan akan di adakannya pemekaran Kabupaten. Jadi pajak harus dipindahkan. Tetapi Sampai 2011 sekarang ini belum jadi kabupaten, dengan alasan belum ada kantor dan kecamatan belum mencukupi.
Realitas setelah perpindahan pajak ialah pembagian tempat (kios) tidak merata. Yang  dulunya tidak mempunyai kios dipajak lama menjadi punya kios di pajak baru. Pengusaha yang mampu membeli kios, mengontrakkan kembali kios tersebut. Realitasnya pedagang kecil yang tidak punya kios menjadi berdagang di pinggir jalan pajak baru. Terjadinya pengkondisian sistem pajak yang berpihak pada pemilik modal yang mengakibatkan pedagang tersingkirkan

3. keadaan dimasa akan datang
Perpindahan pajak lama ke lokasi pajak baru menunjukkan adanya keberpihakan pemerintah kepada pedagang pemilik modal besar. Keberpihakan tersebut ditunjukkan dengan adanya pembangunan supermarket di lokasi pajak lama. Pembangunan itu tentunya akan memberikan keuntungan bagi pengusaha yang mengelolanya. Keadaan yang akan datang akan timbullah suatu keadaan yang mendiskriminasikan ekonomi. Kelompok pedagang pemilik modal kecil akan di diskriminasi karena ketidakmampuan dalam hal modal. Sehingga pedagang pemilik modal kecil akan termarginalisasikan oleh sistem yang dikondisikan di dalam sistem perekonomian tersebut.

3.2.6 Pola Berpikir dan Kesadaran
Pola berpikir
Pola pikir pemerintah yaitu Progresif yang berorientasi pada ego atau kepentingan sendiri. Sedangkan pola pikir pedagang kaki lima atau pedangan yang tidak memiliki modal yaitu Konservatif ada juga pedagang yang berpola fikir progresif. Hal ini terlihat dari adanya usaha beberapa pedagang untuk melakukan suatu demonstrasi.
Pola Kesadaran
Pemerintah memiliki pola Kesadaran yang naif karena tidak mempertanyakan sistem dan struktur yang mereka terapkan apakah sudah baik bagi para pedagang. Namun sebaliknya, menganggap sistem yang mereka terapkan sudah sudah  baik dan benar (given). Sedangkan para pedagang kaki lima atau pedangan yang tidak memiliki modal memiliki kesadaran yang naif  dan ada yang memiliki kesadaran yang magis.

3.2.7        Keprihatinan Sosial
Pengkondisian perpindahan pajak yang dilakukan pemerintah yang pro pemilik modal menyebabkan banyak pedagang kecil yang tidak memiliki modal rentan termarjinalisasi, tereksploitasi. Adanya upaya untuk membuat sistem kapitalis semakin lebih tinggi dan semakin kuat, yang mengakibatkan para pedagang terkhusus para pemilik modal kecil semakin tereksploitasi dan termarginalisasi.

BAB IV
REFLEKSI TEOLOGIS

4.1  Refleksi Teologis
Keadilan sosial
Tekanan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari masalah ekologi. Kemiskinan merupakan salah satu faktor penting pengrusakan lingkungan hidup. Dan di dalam orang-orang miskin inilah yang menjadi korban kehancuran alama. Tuntutan terhadap ekonomi mengharuskan pembukaan lapangan pekerjaan, seperti pabrik. Di satu sisi dalam proses produksinya merusak lingkungan hidup, dan di pihak lain meskipun memberi lapangan pekerjaan, para buruh tidak terlepas dari jerat kemiskinan. Demikianlah tercipta struktur ekonomi yang bukan melepaskan kemiskinan melainkan menjerat para buruh dalam kemiskinan dan kerusakan lingkungan hidup.
Kebebasan adalah kelepasan dari struktur atau pengkondisian dari hidup yang menderita. Solidaritas adalah keikutsertaan mengambil bagian dalam hidup yang menderita. Keselamatan bagi kami adalah ketiadaan hidup yang menderita.  Iman adalah harapan yang nyata dalam tindakan. Gereja bagi kami adalah komunitas tertindas yang menyuarakan kebebasan berdagang (dari rasa tertekan pemerintah, sesama pedagang dan sesama pembeli). Setelah kami bebas berdagang, maka kami akan bebas beribadah. ALLAH bagi kami adalah penindas yang membebaskan, bukan pembebas yang menindas.

Para buruh yang menggantungkan diri kepada pabrik dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka, meskipun dengan upah yang sedikit. Bagi mereka kesempatan kerja adalah tujuan.
            Peningkatan kemajuan ekonomi dunia kemudian menuntut mutu kerja sehingga mereka membutuhkan pendidikan dan keterampilan. Dalam hal ini permasalahan bukan semata-mata hanya mendapatkan pekerjaan sehingga mendapatkan upah, melainkan menyangkut keseluruhan hidup manusia, yaitu lingkungan hidup, kesehatan, keamanan, dan jaminan hidup.[1]
“Tujuan dari kegiatan Allah di dunia ini bukan hanya menunjukkan kekuatanNya, tapi juga pembebasan dan menunjukkan keadilan (Mzm 146:7-9, Yes 22:13-16) dan  berpihak kepada kaum miskin (Mzm 68:5-6).” (The Power of the Poor in History, hlm. 7).
  Pandangan orang miskin terhadap gereja sebagai institusi
  Gereja tidak mengabaikan orang miskin tetapi mengabaikan penyelamatan total mereka jadi dalam kasus ini Gereja ada dipihak yang menyebabkan penindasan atas rakyat. (Hal ini berkaitan dengan bantuan yang telah diterima Gereja dari PT. Pantja Surya). Dengan keadaan demikian Gereja memiliki keterbatasan dalam menyuarakan keadilan yang diinginkan oleh buruh. Gereja menjadi patuh akan sistem managemen yang berlaku di Pantja Surya.
            Dalam pandangan buruh Gereja diharapkan dapat memberikan jawaban akan masalah yang dihadapi oleh kaum buruh. Sebab Gereja adalah Kristus (1 Korintus1:2) yang mencakup semua kalangan dan Gereja bukanlah milik kaum rohaniawan. Gereja harus mampu memiliki perasaan yang sama dengan orang yang mengalami penindasan (Filipi 2:5), dimana Gereja seharusnya lebih memerikan perhatian terhadap orang tertindas daripada pencapaian pembangunan fisik Dalam realita yang dihadapi oleh kaum buruh Gereja hadir untuk memihak kaum penindas. Dimanakah posisi Gereja?
Teologi untuk orang miskin hendaknya mengembangkan persahabatan dengan persekutuan orang-orang beriman dan dengan rakyat. Bersama-sama rakyat dapat merenung dan membagi pengalaman sehari-hari dalam terang firman Allah dan dari doa dan kebaktian. Kekuatan spiritual yang dibutuhkan persekutuan-persekutuan untuk mengembangkan pekerjaan mereka datang melalui Kristus, bila kita membiarkan diri dibimbing dan mempercayakan masa depan kita pada aksi Roh Kudus.[2]
            Realita menunjukkan bahwa buruh dan masyarakat setempat merasakan suatu keprihatinan bersama. Mereka yang memiliki agama dan kepercayaan berbeda, maupun suku yang berbeda, memiliki pola pikir, sikap dan refleksi sosial yang sama. Ini memungkinkan mereka menyatu dan melakukan gerakan bersama. Dengan gerakan bersama tersebut maka terjadilah dialog antar iman dan dialog antar agama. [3]
Bahwa terjadi kemiskinan struktural, yaitu faktor kemiskinan yang dialami oleh pedagang melalui penindasan dan penghisapan oleh oknum yang berada dalam pihak struktur atau pembentuk sistem (pemerintah dan para pemilik modal besar). Sehingga dapat dilihat bahwa akar permasalahan adalah:
1.      Pengkondisian pedagang menjadi beberapa kelompok berdasarkan modal
2.      Pengkondisian tempat (pemetaan tempat) yang lebih menguntungkan pemilik modal besar.
Dari akar masalah yang dilihat di atas adanya ketidakadilan terhadap pedagang yang tidak memiliki modal (pedagang lapak). Hal ini terjadi diakibatkan oleh struktur sosial yang tidak adil yang menguntungkan kaum elit tertentu dan yang menghambat pergerakan (mobilitas) sosial. Kemiskinan (ketidak adilan sosial) ini berakar dalam egoisme manusia yang mementingkan diri sendiri, menyisihkan Allah, dan mengeskploitasi orang lain dalam kehidupan. Kemiskinan seperti ini merupakan situasi yang penuh dosa atau dosa sosial. Kemiskinan ini merupakan perwujudan dosa struktural, karena itu, ini menjadi tantangan serius bagi iman Kristiani.
           
4.1 Thema-Thema Teologis Untuk Keseluruhan Kasus
Dalam peristiwa keluaran ada beberapa pokok penting yang perlu diperhatikan karena Allah telah membebaskan, menyelamatkan, dan menebus umat-Nya. Pertama, Allah sendirilah yang membebaskan umat-Nya. Kedua, Allah membebaskan umat-Nya dari perbudakan orang Mesir. Allah berkenan membebaskan umat-Nya dari perbudakan lain, termasuk juga perbudakan dosa. Ketiga, Allah dengan sungguh-sungguh membebaskan umat-Nya. Memang benar, bahwa perbuatan-Nya mencetuskan cita-cita kemerdekaan dan keadilan sosial di tengah-tengah umat Israel, cita-cita yang membuat umat itu menjadi suatu suluh di antara bangsa-bangsa lainnya. Allah memberikan kemerdekaan yang sesungguhnya, sesuatu kemerdekaan yang terbatas sifatnya tetapi konkrit dan rill. Dengan demikian ibadah merupakan sebagai tanda pembebasan dan seluruh umat terpanggil untuk datang beribadah. Dalam perkembangannya yang sering terjadi  yaitu ada sekelompok orang yang tersingkirkan seperti yatim-piatu, janda, yang lemah dan yang miskin. Sedangkan hukum Allah mengajarkan tentang keadilan kepada semua orang tanpa ada yang terpinggirkan. Melihat inilah maka ibadah juga harus dapat membebaskan kaum miskin dari perbudakan dan ketertindasan  mereka sebagai umat Allah. Dalam Yeremia 34:17dikatakan:  “Sebab itu beginilah firman TUHAN: Kamu ini tidak mendengarkan Aku agar setiap orang memaklumkan pembebasan kepada sesamanya dan kepada saudaranya, maka sesungguhnya, Aku memaklumkan bagimu pembebasan, demikianlah firman TUHAN, untuk diserahkan kepada pedang, penyakit sampar dan kelaparan. Aku akan membuat kamu menjadi kengerian bagi segala kerajaan di bumi.” Hal ini berkaitan dengan pembebasan kepada para pedagang untuk melakukan aktivitas mereka tanpa adanya gangguan dari pemerintah terkait hal-hal perpindahan pajak. Bagi mereka yang tidak mempunyai cukup modal untuk membangun kembali kios mereka, pedagang ini pastinya mengalami penderitaan yang sangat mendalam. Bagaimana dia mencukupi kebutuhan keluarganya apabila ia tidak dapat memperbaiki dan membangun kios baru di pajak yang baru itu karena kurangnya biaya? Tentunya keluarga akan mengalami kesulian ekonomi yang sangat memprihatinkan.
Berbicara tentang kemiskinan, maka tidak terlepas dari pengalaman kehidupan para pedagang pemilik modal kecil di pasar baru Perdagangan. Sebagian dari mereka merupakan warga gereja dan merekalah gereja yang mengalami penindasan dan ketidakadilan sosial akibat sistem yang telah diberlakukan. Sebagai gereja, ia harus dapat membebaskan dirinya dari penindasan dan ketidakadilan sosial tersebut sesuai dengan kehendak Allah. 
Dalam Matius 25:40: “Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Nas ini menjelaskan bahwa Allah begitu mencintai umat manusia. Dia tidak menginginkan adanya penindasan yang menekan kehidupan manusia. Sedemikian cinta-Nya Dia kepada manusia bahkan kesedihan manusia pun menjadi kesedihan-Nya juga. Dalam karya penyelamatan Allah di dalam Yesus, hal itu menjadi sangat nyata. Dan sejalan dengan itulah, maka Allah menghendaki supaya umat percaya juga mengupayakan kebaikan kepada umat manusia.
            Dalam 2 Korintus 8:9 “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinanNya”. Nas ini mejelaskan bahwa kemiskinan itu tampak dalam diri Yesus Kristus. Ia menjadi miskin, dan melalui kemiskinannNya manusia menjadi kaya, ini berarti bahwa Yesus solider dengan kaum miskin sebagai wujud kasih atas manusia yang menderita. Ia hidup, wafat dan bangkit demi pembebasan manusia (Galatia 5:1 “supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerderkakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan”). Kristus solider dengan manusia berdosa bukan untuk berdosa tetapi untuk menebus manusia dari dosa, mengatasi egoisme manusia, mengatasi semua akibat dosa termasuk dosa yang membagi manusia atas golongan penindas dan tertindas, kaya dan miskin, yang punya dan yang tidak punya. Kristus solider dengan kaum miskin untuk membebaskan dan memperjuangkan pembebasan dari kemiskinan. Dengan demikian, dapat kita mengerti mengapa Allah melalui Yesus Kristus lebih mendahulukan orang miskin, karena di dalam pengalaman hidup dan iman merekalah terwujud persaudaraan (solidaritas) tersebut.
Uraian tema-tema teologis seperti yang telah diuraikan di atas menjadi dasar menyadari bahwa gereja atau setiap orang percaya mempunyai tanggung jawab untuk memperhatikan permasalahan sosial dan mengusahakan kesejahteraan kehidupan setiap manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap orang percaya (gereja) diberi tugas untuk menggumuli imannya. Yang pertama sekali dalam pergumulan itu adalah mengenal dan menghidupi rahmat Allah. Lalu manusia meresponnya di dalam imannya. Iman tidak mungkin terpisah dari perbuatan yang mendatangkan kesejahteraan bagi sesama manusia.
Kondisi penindasan dan ketidakadilan sosial adalah situasi penuh dosa, dan itu tidak dikehendaki Allah. Melihat kondisi yang tidak adil, gereja tidak boleh berdiam diri. Di sanalah, gereja wajib mewujudnyatakan imannya untuk mengupayakan kebebasan dan keadilan sebagai wujud nyata dalam iman.
Rumusan respon atas kehendak Allah:
Gereja harus bergerak mengupayakan kebebasan dan keadilan di tengah-tengah penindasan yang terjadi dalam sistem perekonomian kapitalis dalam kehidupan para pedagang kecil di pasar baru Perdagangan. Sehingga diperlukan perubahan-perubahan struktural mendasar untuk memperbaiki kehidupan para pedagang pemilik modal kecil (lapak) melalui strategi-strategi yang muncul dari pengalaman kehidupan mereka sendiri.
Dalam situasi kehidupan masyarakat Perdagangan selalu terdapat kepentingan antara kelas yang satu dengan kelas yang lainnya, kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, pribadi yang satu dengan pribadi yang lainnya. Dimana terdapat persaingan yang tidak sehat antara pedagang yang satu dengan pedagang yang lainnya. Konflik yang sesungguhnnya terdapat dalam wujud ketidakadilansosial dan merendahkan manusia. Yang harus diperjuangkan tidak lain kecuali keluar dari situasi tersebut dan mengubah situasi. Wujud perjuangan itu disebut pembebasan.
Pembebasan mengandung pengertian ekonomis, sosial, politis maupun teologis. Bagi orang beriman melawan ketidakadilan merupakan wujud penghayatan iman. Ketidakadilan sosial merupakan wujud kejahatan dalam kehidupan sosial. Maka pembebasan dari dosa membuat pembebasan dalam arti ekonomis dan sosial politis. Pembebasan ditandai dengan hubungan timbal balik yang terus menerus antara aksi dan reaksi.[4]
Refleksi tidak dilakukan sebagai spekulasi lepas dari kenyataan hidup sehari-hari,melainkan usaha mengerti dan mengaarahkan praksis pembebasan dengan terang firman Allah. Refleksi Teologis mengenal pembebasan dan mengenai iman sebagai praksis yang membebaskan dan lahir dikalangan kelas menengah. Teologi-teologi pembebasan mempunyai keprihatinan membebaskan kehidupan iman manusia dari situasinya yang menindas.[5] Teologi pembebasan lahir dalam konteks keprihatinan pembebasan dari segala macam penindasan. Sama  halnya dengan bangsa Israel yang sudah lama tertindas di negeri Mesir dibawa keluar oleh tuntunan Allah (Kel  13:1-ff). Bangsa Israel dibawa keluar dari perbudakan Mesir. Pembebasan yang dilakukan adalah pembebasan bangsa Israel dari penindasan jasmani maupun rohani. Dalam pembebasan bangsa Israel, Allah tidak membiarkannnya begitu saja tetapi Allah terus  menuntun dan menyertai bangsa itu sampai selamanya.[6]
Tema utama PL adalah keluar dari perbudakan Mesir dan teologi utama dari PB adalah keluar yang digenapi oleh  Yesus di Yerusalem bagi semua orang.[7] Ini  berarti bahwa Alkitab harus dibaca dengan kesiapan untuk mendengarkan kenyataan,sikap dan lingkungan aktifitas pembebasan. Dan mereka yang telah membacanya  supaya siap untuk ambil bagian dalam usaha itu. Masyarakat Perdagangan masih hidup dalam pemikiran yang sederhana yaitu mereka masih menuruti keinginannya. Dimana mereka hidup didalam konflik yaitu menjelek-jelekkan dagangan orang lain. Gerak pembebasan dilakukan dalam jalan membangun kerajaan Allah menuju kepenuhannya.  Oleh karena itu, gereja yang diperbaharui hidup murid-murid yang semakin berpusat pada Kristus dan itulah gereja yang semakin mengutamakan kaum miskin, mengutamakan keadilan, menuju persaudaraan semua orang.[8]
Seorang teolog bernama Gustavo Gutierrez mengatakan dalam bukunya “Teologi Kaum Awan” bahwa Gereja adalah terhadap Kaum Miskin. Sebagai persekutuan orang-orang yang mengikuti Yesus, Gereja memiliki perutusan menyatakan Kerajaan Allah kepada semua orang dengan mendahulukan kaum miskin. Gereja menjadi tanda Kerajaan Allah dalam dunia sejauh mengutamakan kaum miskin dalam seluruh praksis gerejani. Oleh karena itu Gutierrez menyebut “gereja kaum miskin” dengan visi teologis sebagai berikut, pertama bahwa Gereja yang memiliki jati diri secara mutlak  harus mengimplikasikan perutusan pembebasan terhadap kemiskinan melalui pilihan mendahulukan kaum miskin. Pandangan Gutierrez ini menunjukkan bahwa perutusan pembebasan Gereja  terhadap kemiskinan berpangkal secara hakiki dalam jati dirinya. Mengikuti Yesus berarti kita hadir di tengah dunia untuk memproklamasikan Kerajaan Allah bagi semua orang melalui kaum lemah. Dalam situasi kekuasaan “kematian” dimana sebuah sistem sosial memarjinalisasi kaum miskin yang mempunyai tempat utama dalam Kerajaan kehidupan, menjadi pengikut Yesus berarti memperjuangkan kehidupan yang telah dinyatakan. Gereja harus menampilkan diri sebagai medan pembebasan yang harus melepaskan diri dari keterikatan dengan tatanan sosial yang tidak adil dan mencari struktur gerejani yang baru yang menjadi tempat pembebasan bagi manusia.
Kedua, pilihan mendahulukan kaum miskin dimana hal yang perlu diperhatikan Gereja disebabkan karena peneladanan Gereja terhadap sikap hidup Yesus yang mengindentifikasikan diri dengan orang miskin, ajaran Kristus agar murid-murid-Nya melayani kaum miskin (Mat 25), dan hubungan Injil dengan kemiskinan mengimplikasikan kaitan Gereja dengan kaum miskin. Atas dasar ini pilihan gereja dalam mendahulukan kaum miskin berpangkal dari Allah sendiri. Sebagai pengikut Yesus, Gereja harus mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya (Mat 6:33), Kerajaan yang menyapa semua orang melalui mediasi kaum miskin. Namun, pilhan Allah untuk mendahulukan kaum miskin tidak berarti mengeksklusifkan mereka.
Allah solider dengan kaum miskin dan hina sambil mengundang semua orang terlibat dalam gerak yang sama untuk menciptakan komunitas manusia yang adil dan bersaudara. Seperti menurut hemat Gutierrez bahwa bukan untuk meniadakan sifat universal Gereja di tengah-tengah sejarah. Gereja menjadi komunitas kasih bagi semua orang yang solider dengan kaum marjinal dan tak punya. Orang kaya tidak disingkirkan tetapi dipanggil untuk berbela rasa pula, sehingga komunitas manusia yang berciri persaudaraan dan keadilan sungguh-sungguh terwujud.
Bagian yang ketiga yaitu bagaimana Menuju Gereja Kaum Miskin. Gutierrez menyatakan bahwa Gereja kaum miskin tidak boleh semata dipikirkan dalam keterlibatan dengan kaum miskin secara ekonomis, politis, dan kultural. Tetapi ia menunjukkan yang terutama adalah pada jati Gereja sebagai tanda Kerajaan Allah. Gereja kaum miskin adalah Gereja yang menjadi tanda Kerajaan Allah dengan mendahulukan kaum miskin dalam seluruh praksis gerejani. Gereja kaum miskin lebih dari sekedar perjuangan dalam mewujudkan keadilan sosial dan pembentukan tatanan sosial bari. Tetapi harus menjadi gereja yang terbuka terhadap kehadiran Allah, Gereja yang solider dengan kaum miskin berdasarkan solidaritas Kristus sendiri, bertolak juga dari proklamasi Kerajaan Allah yang mendahulukan kaum lemah dan tersingkir.
Oleh karena itu menurut Gutierrez, untuk masuk ke dalam Gereja kaum miskin ini maka harus meninggalkan Status Quo dan mengambil diri dari ketertarikan dengan kelas sosial penindas dan mengambil posisi tegas membela kaum miskin. Dengan kemiskinan Gereja merupakan sebagai jalan menghayati warta Injil, yaitu proklamasi Kerajaan kehidupan, keadilan, dan perdamaian bagi kaum hina dan tertindas. Karena itu masuk dalam dunia kaum miskin berarti solidaitas dalam rangka melaksanakan perutusan evangelisasi gereja. Dia yang merupakan pembebasan dari penghormatan diri sendiri dan penganggapan diri sendiri sebagai pusat adalah dosa pokok dan akar segala kejahatan manusia.[9]
Jadi, atas dasar arti hakiki, kehadiran Allah dan tindakan peyelamatan-Nya terhadap dunia ini sebagai suatu keseluruhan, Gereja yang dipanggil untuk “meniru” Allah dan Yesus Kristus yang adalah Tuhan dunia dan Gereja, harus selalu sadar akan kenyataan bahwa Gereja berada di dunia ini terutama untuk kepentingan dunia ini bukan untuk kepentingan dirinya sendiri. Hal inilah yang harus sering diulangi dan diingat oleh Gereja, sebab sejarah membuktikan kecenderungan Gereja-gereja untuk melupakannya. Penebusan melalui Kristus, adalah kebebasan anak-anak Allah di dalam Dia yang merupakan pembebasan dari penghormatan diri sendiri dan penganggapan diri sendiri sebagai pusat adalah dosa pokok dan akar segala kejahatan manusia.[10]
Tema teologis  untuk masalah pengangguran yaitu dalam Amsal 6:6-8, ”Hai pemalas pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak; biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya ia menyediakan rotinya di musim panas dan mengumpulkan makanannya pada musim panen”. Para pemuda/i yang belum bekerja mulai memperlengkapi dirinya dengan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan oleh kemajuan zaman. Pemuda/i harus bangkit dari kemalasannya. Perlunya memperlengkapi diri agar siap menghadapi kemajuan zaman dan tuntutan industrialisasi dalam spesialisasi kerja.
 
4.2  POSISI GEREJA
Posisi Gereja Dalam Masyarakat di Perdagangan
Gereja (Institusional) Vs Gereja (Bagi Orang Miskin)
1.      Realitas Gereja (Institusional)
v KHOTBAH (kesenangan sementara)
v Hadir Sebagai Formalitas
v Tidak memperhatikan masalah korban
v Berpihak pada penindas
v Orang miskin harus memberikan iuran-iuran
Bagaimana masyarakat khususnya memahami Allah
1.      Kaum miskin merasakan bahwa gereja pada saat ini telah meninggalkan mereka
Seperti telah di ketahui bahwa para pendeta dan penatua-penatua gereja bekerja sama dengan tengkulah
2.      Gereja tidak mampu melepaskan mereka dari ketertindasan para petani yang tertindas
3.      Gereja hanya mengurusi bidang kerohanian sehingga tidak menyentuh pergumulan kehidupan mereka.
Orang tertindas bertanya
1.      Dimanakah Allah yang selalu diberitakan di gereja?
2.      Benarkah Allah itu pengasih dan penyelamat memang ada?
3.      Apakah pergi kegereja hanya formalitas saja?

2.      Seharusnya Gereja (Bagi Orang Miskin)
v  Persekutuan mengikut Yesus
v  Anggotanya kaum tertindas
v  Pemberita injil keselamatan bagi kaum lemah
v  Komit/berpihak kepada kehidupan
v  Persekutuan dalam rangka pembebasan
v  Persekutuan meneriakkan getir penindasan
v  Keselamatan dari kaum tertindas itu sendiri
v  Penghibur yang terluka
v  Solider=senasip sepenanggungan
v  Gereja BUKAN MILIK kaum rohaniawan
v  Gereja pro lingkungan

v  Gerakan bersama
o   Doa
o   Ibadah
v  Bebas beribadah
v  Solidaritas=ikut terlibat dalam hidup orang yang menderita
v  Yesus; orang yang bodoh dan Dungu mau ikut dalam penderitaan
v  Bukan bangunan tetapi kaum yang tertindas
v  Pembebasan sebagai jalur peribadahan
v  Bebas dari struktur yang menindas
v  Keadilan adalah kebebasan dari system yang menindas

a.    Posisi Gereja Dalam Masyarakat Tertindas
Struktur gereja di Indonesia pada umumnya bersifat territorium, yang dilatarbelakangi oleh pengaruh Barat (Eropa). Sehingga Gereja territorial lebih  mengaktualisasikan cita-cita Tuhan Yesus yaitu “ut omnes unum sint” (Yoh.17:21). Dalam pelayanan umat seperti pembekalan rohani, pendampingan moral serta etika dan peneguhan iman serta cinta kasih kristiani adalah tugas dan tanggung jawab Gereja. Akibat dinamika kota yang memasuki jauh hingga kepedesaan, maka dengan sendirinya struktur kehidupan umat yang dulu bersifat agraris akan memaksa mengikuti era industrialisasi.
Gerak ideologi, politik sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, lingkungan hidup cukup liar dalam menentukan gerak langkah kehidupan yang agrasi termasuk dalam acara-acara liturgis. Alat-alat komunikasi elektronik, majalah, buku-buku, penataran, ikan dsb telah membawa manusia jauh dari kehidupan kegerejaan. Sehingga gereja membutuhkan tata gerak yang khusus untuk melayani umat yang diaspora. Tentulah sangat diperlukan para gembala umat yang sungguh-sungguh mengenal tempat, keterampilan pastoral yang khusus, dll. Meskipun gembala umat itu tidak selamanya orang yang telah mendapat tahbisan atau yang berbentuk hierarki, namun adalah dalam arti luas. Siapapun orang kristen yang mampu menjalankan fungsinya sebagai pemersatu dalam peneguhan iman, harapan dan cinta kasih Kristiani. Tugas-tugas para gembala adalah sebagai berikut:
  1. Mengikhtiarkan kesucian umat
  2. Mewartakan kabar sukacita Kristus dengan menaburkan kebenaran, keadilan, kelurusan, pemberantasan korupsi dan kebohongan
  3. Menuntun dan memimpin, mengarahkan dan menata umat
Oleh karena itulah para pelayan yang melayani jemaat perlu untuk memperlengkapi kaum awam dan orang-orang kudus untuk melakukan pelayanan dan tugas yang membangun kehidupannya dalam pelayanan diakonia. Sehingga terlihatlah bahwa adanya pengaderan dan menjalankan fungsinya sebagai pemersatu dalam peneguhan iman, harapan dan cinta kasih Kristiani.
Ada lima pokok jaringan Diasporal yang transteritorial, yakni:
  • Persekutuan-persekutuan pendalaman rohani atau pembekalan rohani demi ketahanan diri/ konsilidasi
  • Perhimpunan-perhimpunan pendidikan informal atau pendidikan kategorial
  • Bentuk gerakan-gerakan sosial dan politik seperti WKRI, PMKRI,dsb
  • Mengabdi lewat badan-badan atau lembaga-lembaga pengabdian profesional seperti dokter, paramedis, relawan, dll
  • Jaringan lobi yang kolektif maupun individual berdiplomasi tanpa terdengar umum.[11]

Jati Diri Gereja
            Gutierrez mengungkapkan jati diri gereja dengan menggunakan istilah seperti persekutuan yang mengikuti Yesus, sakramen sejarah, dan komunitas ekaristi. Sehingga perutusan pembebasan gereja terhadap kemiskinan berpangkal secara hakiki dalam jati dirinya.
-          Persekutuan Orang-orang yang mengikuti Yesus
            Mengikut Yesus dalam suatu ziarah komunal berarti hadir di tengah-tengah dunia untuk memproklamasikan Kerajaan Allah bagi semua orang melalui kaum lemah dan papa. Dalam situasi kekuasan ‘kematian’ dimana suatu sistem sosial memarjinalisasi kaum miskin yang mempunyai tempat utama dalam kerajaan kehidupan, menjadi pengikut Yesus berarti memperjuangkan kehidupan yang telah dinyatakan (bdk. 1 Yoh 1:1-4). Oleh karena itu mengikut Yesus berarti mereka yang kehilangan hidup demi TUHAN dan Injil akan diselamatkan, dan berarti penziarah dalam horizon kebangkitan, kehidupan yang definitif. [12]
-          Sakramen
            Gutierrez menampilkan jati diri Gereja sebagai sakramen sejarah atau sakramen universal penyelamatan yang menitik beratkan relasi antara Gereja dan dunia. Oleh karena itu istilah sakramen dalam teologi memiliki dua arti yang berhubungan, yaitu:
1. Sakramen dimaksudkan mysterion yang sigunakan Paulus dalam arti kepenuhan dan manifestasi rencana penyelamatan Allah. Rencana itu adalah kasih Allah yang memanggil semua manusia dalam Roh Kudus bersatu denganNya dan mencapai kepenuhannya dalam anugerah putraNya, Yesus Kristus.
2. Sakramen adalah tanda dan sarana rahmat yang efektif. Dimana adanya pertemuan antara Allah yang menyelamatkan dan manusia yang diselamatkan. Pertemuan ini merupakan realitas intrahistoris sebab didasari rahmat penyelamatan Allah yang mengatasi sejarah. Bagi Giuterrez menyebutkan gereja sebagai sakramen berarti mendefenisikan kaitan gereja dengan rencana penyelamatan Allah yang terpenuhi dalam sejarah melalui Yesus Kristus. Di dalam Yesus Kristus, gereja adalan tanda dan sarana persatuan mesra manusia dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Sebagai sakramen penyelamatan, Gutierrez berpendapat bahwa pada satu sisi Gereja mesti mewartakan diri pada dunia dan gereja harus membiarkan diri dievangelisasi oleh dunia. Sebab Kristus dan Roh-Nya hadir dan aktif dalam dunia bukan hanya dalam gereja. Dinamika gereja dan dunia mengarah menuju pemenuhan di masa depan yang dijanjikan Tuhan. Gutierrez menyatakan bahwa sebagai sakramental, gereja harus menunjukkan dalam struktur internalnya sendiri kepenuhan penyelamatan yang dia wartakan.
-          Komunitas Ekaristi
            Tugas utama dan pertama Gereja adalah Ekaristi, yakni merayakan dengan penuh kegembiraan anugerah karya penyelamatan Allah melalui wafat dan kebangkitan Kristus. Dalam ekaristi terungkap komunitas persaudaraan yang ditebus oleh Yesus Kristus. Injil menampilkan Ekaristi dengan latarbelakang Paskah Yahudi yang merupakan  perayaan pengenangan pembebasan dari Mesir dan Perjanjian Sinai. Paskah Kristiani memuat dan menyatakan kepenuhan arti Paskah Yahudi. Pembebasan dari dosa dan jalan menuju persatuan dengan Allah yang dirayakan dalam Paskah Kristiani adalah dasar dan tujuan pembebasan politis, pembebasan dari perbudakan dan eksploitasi dari Mesir (Paskah Yahudi). Ekaristi yang dirayakan Gereja sesungguhnya tidak terpisahkan dari perjuangan membangun masyarakat yang adil dan bersaudara.
            Dasar Biblis yang mendukung pernyataan bahwa Ekaristi berkaitan dengan perjuangan membangun persaudaraan antara manusia dalam suatu masyarakat yang adil-manusiawi. Pertama, ekaristi diinstitusikan dalam suatu perjamuaan yang dalam budaya Yahudi merupakan tanda persaudaraan. Kedua, penggunaan roti dan anggur menunjuk pada peristiwa pennciptaan dimana Allah memberikan barang-barang di dunia kepada semua orang agar membangun dunia manusia ynag bersaudara. Ketiga, Injil Yohanes mengganti kisah institusi Ekaristi dalam sinoptik dengan kisah pembasuhan kaki yang memperlihatkan bahwa inti Ekaristi adalah perbuatan pelayanan, kasih dan persaudaraan (Yoh 13:1-20). Keempat, Paulus menekankan etika solidaritas yang harus ada dalam merayakan Ekaristi (I Kor 11:17-34). Gereja membentuk diri sebagai komunitas Ekaristi sejauh menjadi tanda dan sarana persaudaraan manusia di tengah sejarah dalam melaksanakan perutusan pembebasan bagi kaum miskin dan hina.
-          Pilihan Mendahulukan Kaum Miskin
            Jati diri Gereja dalam terminologi persekutuan yang mengikuti Yesus, sakramen sejarah, komunitas Ekaristi mengandung makna sama, yakni perutusan menyatakan karya pembebasan bagi semua orang dengan pilihan mendahulukan kaum miskin (prefential option for the poor). “Pilihan” (Option) berarti putusan dan komitmen yang bebas. Pilihan/opsi adalah sebuah solidaritas sukarela, mendalam, terus menerus dalam dunia kaum miskin. “Yang Mendahulukan” (prefential) menunjuk siapa yang seharusnya menjadi yang pertama. Kaum miskin merupakan kelompok yang diutamakan. Mendahulukan kaum miskin tidak berarti menyingkirkan golongan lain, tetapi mengundang semua orang terlibat dalam gerak bersama kaum miskin untuk membangun masyarakat yang adil-bersaudara. Melalui kaum miskin Gereja menyapa semua orang.
            Maksud dari kaum miskin secara real yang meliputi seluruh dimensi kehidupan  yang bersifat ekonomis, politis maupun kultural. Gutierrez menyatakan bahwa kemiskinan merupakan ‘kematian’, dimana dia menegaskan bahwa kaum miskin adalah manusia yang memiliki nilai-nilai, harapan-harapan, gaya hidup tertentu. Kemiskinan adalah kondisi manusia yang global dan kompleks. Maka pilihan Allah mendahulukan orang lemah, hina, rendah dapat dipahami dalam perspektif kebebasan mutlak dan kasih cuma-cuma dari-Nya. Pilihan gereja dalam mendahulukan kaum miskin berpangkal dari Allah sendiri. Sebagai pengikut Kristus, gereja terlebih dahilu mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya (Mat 6:33). Sehingga Gutierrez berkata, kasih karunia Allah menuntut Gereja membangun keadilan autentik untuk semua dengan memberikan tempat istimewa kepada anggota-anggota masyarakat yang tidak penting yaitu mereka yang hak-hak asasinya diabaikan baik dalam teori (hukum) maupun dalam praktek.[13]
-          Menuju Gereja Kaum Miskin[14]
            Gereja kaum miskin adalah gereja yang sebagai tanda Kerajaan Allah dengan mendahulukan kaum miskin dalam seluruh praksis gerejani. Gereja kaum miskin memperjuangkan dalam mewujudkan keadilan sosial dan pembentukan tatanan sosial baru, dengan terbuka terhadap kehadiran Allah kehidupan, berdasarkan solidaritas Kristus dan bertolak dari proklamasi Kerajaan Allah yang mendahulukan kaum lemah dan tersingkir dalam sejarah. Sebagai gereja kaum miskin mampu mewujudkan dalam realitas sosial dengan meninggalkan status quo, melepaskan diri dari keterikatan dengan kelas sosial penindas dan mengambil posisi membela kaum miskin.

BAB V
DESAIN PASTORAL

5.1  DESAIN PASTORAL SECARA KESELURUHAN.
Berdasarkan rumusan refleksi teologis maka dirumuskan desain pastoral sebagai berikut
1. Tujuan: pemerintah
-          Pemerintah berhenti memihak pada pemilik modal dengan menindas pedagang dalam hal pembagian tempat berjualan (sebagai upaya melawan nilai ketidakadilan)
-          Pemerintah menjadi sadar bahwa penindasan yang mereka  lakukan  telah menimbulkan penderitaan bagi kaum miskin. Sehingga dengan itu mereka termotivasi untuk berhenti menindas.
aksi pastoral
1.      Memberkan  jalan kepada maysarakat miskin bagaimana cara menegur pemerintah. Yaitu dengan cara menyampaikan surat tuntutan kepada pemerintah kota (camat), melalui jalur hukum yang sah. Langkah yang dilakukan ialah sebaiknya organisasi pedagang mengumpulkan pedagang lalu bersama-sama atau perwakilan merumuskan surat tuntutan. Surat tersebut akan ditandatangani oleh pedagang.  Kemudian surat tuntutan itu akan  dibawakan kepada DPRD, supaya kemudian DPRD yang akan menyampaikannya kepada Pemko-camat. Isi tuntutan yang dimaksudkan ialah “supaya pemerintah yang berwenang membagi lapak tempat berjualan di pasar Horas memperlakukan sistem pembagian yang baik, yakni dengan melihat bahwa tadinya lokasi itu memang merupakan tempat berjualan pedagang, maka setelah lapak itu selesai dibangun, sebaikya juga disewakan kepada mereka. Seharusnya sistem pembagian tidak mengedepankan para perdagang pemilik modal yang lebih besar”
2.      Membuat slogan-slogan yang dipangpangkan di pasar dan dipinggir-pinggir jalan yang ramai dikunjungi orang.  Misalnya dengan membuat slogan bertuliskan:
kami pedagang membutuhkan sistem perekonomian pasar yang adil, karena kami butuh makan, dan anak-anak kami juga butuh bersekolah

 2. Tujuan: Mayarakat yang tertindas
-          Tujuan yang akan dicapai supaya masyarakat kota Perdagangan juga dapat merasakan pelayanan suatu gereja yang saling melayani dan saling memperlengkapi.
-          Pedagang berlaku solid terhadap sesamanya pedagang (sebagai upaya melawan nilai individualis di antara para pedagang)
-          Pedagang termotivasi untuk masuk menjadi anggota koperasi (sebagai upaya melawan nilai “lebih memilih yang simple tanpa menghiraukan kerugian yang ditimbulkan”)
-          Pedagang menjadi mengerti pokok permasalahan pemiskinan yang sedang mereka hadapi, yakni adanya kesalahan pada struktur ekonomi, dimana pengertian yang demikian akan mempengaruhi pola gerak pembenahan diri dan situasi yang akan mereka lakukan.
-          Agar realita menunjukkan bahwa buruh dan masyarakat setempat merasakan suatu keprihatinan bersama. Mereka yang memiliki agama dan kepercayaan berbeda, maupun suku yang berbeda, memiliki pola pikir, sikap dan refleksi sosial yang sama. Aksi pastoral
1.      Gereja memperlengkapi warga jemaat yang pengangguran dan keluarga-keluarga yang kurang mampu dengan keterampilan-keterampilan pesertanya.
2.      Membuat slogan-slogan yang berisikan pentingnya solidaritas di sekitar tempat berjualan pedagang, misalnya: “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”
  1. Bekerja sama dengan CUM, dan koperasi-koperasi lainnya supaya mendidik masyarakat mengenai cara-cara mengurus administrasi, sehingga pengurusan administrasi itu tidak lagi menjadi hal yang rumit dan akhirnya ditinggalkan oleh mereka, dengan berpaling pada cara peminjaman yang simple tetapi dengan bunga pinjaman lebih besar. Dengan cara mendatangi pegawai-pegawai CUM dan koperasi-koperasi lainnya untuk menyampaikan kesulitan yang dihadapi oleh pedagang dalam hal pengurusan administrasi peminjaman uang di CUM atau koperasi-koperasi.  sehingga dengan itu CUM dan koperasi-koperasi lainnya akan termotivasi mengajari pedagang mengenai pengurusan administrasi tersebut.
4.      Menanamkan pendidikan ekonomi yang baik kepada pedagang. Jika berdasarkan pendidikan seperti diuraikan pada nomor 1 di atas berhasil, maka pedagang itu akan diundang untuk mempelajari (melalui seminar) kiat-kiat yang baik dan sehat dalam berekonomi. Maka pada saat pembelajaran itulah diadakan kerja sama dengan CUM untuk mengajarkan pedagang mengenai adanya kesalahan dalam sistem perekonomian yang sedang mereka hadapi, pentingnya kemandirian, pentingnya menyuarakan aspirasi, bagaimana cara yang baik dan ampuh dalam menyuarakan aspirasi, dan pentingnya solidaritas
5.      Masyarakat  menyatu dan melakukan gerakan bersama. Dengan gerakan bersama tersebut maka terjadilah dialog antar iman dan dialog antar agama.

3. Tujuan: Masyarakat umum termasuk pelayan-pelayan gereja
-          Agar masyarakat umum termasuk pelayan-pelayan gereja menyadari penderitaan pedagang dan para korban penidasan akibat system di PT. Pantja Surya serta peka memperhatikan kehidupan pedagang dan masyarakat umum yang ada di lingkungan pabrik. (Sebagai upaya melawan  nilai ketidakpedulian terhadap sesama)
-          Supaya masyarakat kota Perdagangan juga dapat merasakan pelayanan suatu gereja yang saling melayani dan saling memperlengkapi.
Aksi pastoral
1.      Menyampaikan khotbah yang berisi ajakan supaya setiap orang peka memperhatikan penderitaan pedagang. Hal itu dapat dimulai dengan mengkhotbahkannya di kampus STT-HKBP.
2.      Membuat artikel di media cetak (majalah, koran) maupun elektronik (facebook) mengenai uraian kehidupan pedagang yang memprihatinkan dan yang membutuhkan perhatian.
Langkah utama yang sangat perlu dilakukan ialah mengubah pola pikir yang lama sehingga mengerti menentukan wewenang mana yang bisa dipakai dalam pembebasan masyarakat yang tertindas, kemudian dengan mendesain khotbah yang dapat menyentuh jalur-jalur sehingga tidak keluar dari wewenang mereka sebagai pihak korban. Berpikir global, bertindak lokal



[1] J.B. Banawiratma, Berteologi Sosial Lintas Budaya, Yogyakarta: Kanisius, 1993, hlm. 197-205. 
[2] Ester Kuntjara, Teologi oleh Rakyat, Refleksi Tentang Berteologi dalam jemaat, Jakarta; BPK GUnung Mulia, 1993,hlm.60
[3] J.B. Banawiratma, Op. Cit, hlm.30-31.
[4] J.B. Banawiratma (ed), Kemiskinan dan Kebebasan, Kanisius, Yogyakarta 1987, hlm. 131
[5] Lih. Ibid.,  hlm. 136
[6] Y. B. Mangunwijaya, Gereja Diaspora, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2003, hlm. 95-97
[7] Samuel Amirtham dan John S. Pobee, Teologi oleh rakyat, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1998, hlm. 21
[8] J.B. Banawiratma (ed), Op. Cit, hlm. 141
[9] H. Kraemer, Theologia Kaum Awam, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2001, hlm. 97- 98
[10] Lih. Ibid., hlm. 99
[11] Y.B. Mangunwijaya, Pr. Gereja Diaspora, Yogyakarta: Kanisius, , hlm 131
[12] Gustavo Gutierrez, Teologi Gustavo Gutierrez, Jakarta: BPK-GM, 2003, hlm. 114-120
[13] Gustavo Gutierrez, Op. Cit, hlm 120-125
[14] Ibid, hlm 126-128

[1] Lih. Joe Holland Peter Henriot, Analisis Sosial dan Refleksi Teologis, Yokyakarta: Kanisius, 1986, hlm. 30-32
[2] Lih. Joe Holland Peter Henriot, Op., Cit, hlm. 33-34
[3] Berdasarkan pengamatan penulis pada tanggal 12 Maret 2011, pada pukul 15.00