TUGASKU
SEBAGAI HAMBA TUHAN
I. Pemeliharaan Jiwa
Pemeliharaan jiwa, atau
pelayanan pastoral, terdiri dari tindakan-tindakan pertolongan yang dilakukan
atas nama gereja, dan yang menjurus kepada penyembuhan, pendampingan,
bimbingan, dan perdamaian orang-orang yang bermasalah, khususnya
berhubungan dengan masalah-masalah yang paling pokok dan mendasar dalam
kehidupan manusia. Atas nama
gereja berarti bahwa
tindakan pastoral tidak selalu jatuh sama dengan apa yang kita buat sebagai
orang pribadi, sebagai anggota masyarakat, anggota keluarga, dan
seterusnya. Dalam pastoral kita mewakili gereja dan menjadi wadah bagi
keprihatinan gereja terhadap manusia. Kalau hal ini tidak diperhatikan,
dari satu segi kita bisa mencampur-baur kepentingan pribadi dengan pelayanan
gerejawi dan karena itu dicurigai oleh jemaat. Dari segi yang lain jemaat
bisa mendapat kesan bahwa kita melayani oleh karena kebaikan hati kita pribadi
dan bukan karena Kristus. Sedangkan tujuan yang sebenarnya dari semua
penggembalaan ialah supaya Allah dipermuliahkan baik dalam tindakan kita
sebagai pelayan maupun dalam kehidupan mereka yang dilayani. Pastoral secara
khusus ditujukan kepada mereka yang bermasalah, bukan saja mereka yang bersalah.
Permasalahan yang dimaksud bisa berhubungan dengan suatu krisis (sakit, duka
cita, perkelahian) atau suatu tahap perkembangan yang membawa perobahan yang
mendasar (kebingungan remaja, pernikahan, rasa kehilangan oleh orang yang baru
pensiun, dsb.). Yang penting di sini bahwa pastoral bukan sekedar alat
disiplin gerejawi yang dikhususkan bagi orang yang melanggar peraturan.
Pelayan pastoral bukanlah polisi gerejawi.
Tujuan pastoral secara konkrit akan bergantung
pada situasi warga jemaat masing-masing, tetapi di sini dirumuskan empat tujuan
yang umum:
1. Penyembuhan: Kata Yunani“ ;swsen“( sw,|zw save (of
Christian salvation); save, rescue, deliver; keep safe, preserve; cure, make
well)yang dipakai dalam
Perjanjian Baru untuk keselamatan juga berarti penyembuhan (lih.Titus 3:5).
Dalam P.B. kesejahteraan jasmani tidak begitu dibedakan dengan kesejahteraan
rohani. Dalam penyembuhan ada dua hal yang perlu diperhatikan:
a. Walaupun perhatian kita paling diarahkan
kepada iman, namun kita tidak bisa melepaskan diri dari soal perawatan untuk
menentukan bahwa semua sarana dan fasilitas kesehatan yang tersedia sudah
dimanfaatkan.
b. Tidak semua orang sakit dapat sembuh. Yang
penting, kita berusaha supaya kalau sembuh atau sakit, iman jemaat tetap
bertahan dan diperkuat (lihat Roma 8.35-39). Doa yang lebih mengutamakan
penyembuhan secara jasmani daripada iman. Kalau orang berdoa, lalu yang sakit
sembuh, itu tidak berarti ada karunia yang khusus bagi mereka yang
berdoa. Allah yang menyembuhkan, bukan doa, entah doa oleh pendeta,
penatua, kelompok doa atau dukun.
2. Pendampingan, Kata "pendampingan" dipakai di
sini untuk menekankan bahwa kita tidak tarik dari muka atau mengejar dari
belakang, melainkan berjalan di sampingnya sebagai kawan seperjalanan.Orang
yang bermasalah seringkali rasa seperti dikucilkan, ditinggalkan oleh orang
lain. Ada orang yang menganggap bahwa mereka yang "bersalah"
atau dikenakan siasat tidak layak menerima pelayanan Rohani, termasuk pelayanan
pastoral. Tugas seorang gembala adalah untuk mendampingi dan menemani
mereka yang seolah-olah tidak ada teman lagi (band. Lukas 5.29-32,
15.3-7). Itu tidak berarti bahwa kita mendukung kesalahan-kesalahan
mereka, tetapi kita mencari kebaikan yang masih ada pada mereka dan mendukung
itu.
3. Bimbingan: Bukan saja orang yang sesat perlu
dibimbing, tapi juga mereka yang bingung. Dan siapa diantara kita tidak
bingung pada saat-saat tertentu? Yang penting di sini kita membimbing
orang bukan untuk ikut kemauan kita, tetapi bersama-sama mencari jalan yang
tepat bagi mereka. Percuma orang dibimbing untuk ikut jalan ke tempat di
mana mereka tidak mau atau tidak mampu pergi! Bimbingan yang dimaksud
paling banyak terwujud dalam memberi informasi atau alternatif-alternatif pada
jemaat, atau membantu menjernihkan kenyataan yang sementara dihadapi.
4. Perdamaian, Sebagian besar masalah-masalah
pastoral bukan menyangkut diri satu orang saja, tetapi melibatkan beberapa
fihak, entah suami dengan isteri, anak dengan orang tua, keluarga dengan
keluarga, atau suku dengan suku. Tujuan pastoral di sini ialah untuk
mendamaikan satu dengan yang lain supaya kembali sehati sepikir dalam
persekutuan gereja atas dasar kasih Kristus. Tidak mungkin kita
ambil sikap "asal tenang saja." Nabi Yeremiah sudah menegur
mereka yang "mengobati luka umatKu dengan memandangnya ringan, katanya:
Damai sejahtera! Damai sejahtera!, tetapi tidak ada damai sejahtera"
(Yer.6.14). Proses perdamaian menuntut suatu pemahaman bersama yang
sampai pada akar permasalahan. Dengan demikian, gembala sebagai pendamai
tidak mungkin menghindari pokok-pokok pertengkaran yang ada dalam jemaat,
melainkan dia harus menghadapinya dengan sabar, teliti, dan bijaksana.
5. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan Pastoral (Moment Healing)
a.
Pastoral
bukan saja soal kutip ayat dan memberi nasihat. Ia lebih mengutamakan
percakapan, komunikasi timbal-balik. Pastoral adalah sejenis hubungan
atau relasi diantara kita dan pasien. Relasi itu bukan berdasarkan
jabatan atau tugas, melainkan atas dasar kasih dalam persekutuan tubuh Kristus.
b.
Pastoral tidak bersifat sementara, berhubungan dengan
acara-acara yang khusus. Sebagai
suatu relasi, pastoral berjalan hari demi hari sepanjang kita bersama-sama
dalam persekutuan. Justru hubungan yang diciptakan melalui pergaulan
sehari-hari yang paling memungkinkan efektifitas dari pastoral kita pada saat
timbulnya krisis atau kasus dalam diri pasien. Menunggu sampai ada
masalah baru kita masuk berarti kita sudah terlambat. Pastoral seharusnya
dilihat sebagai satu aspek yang tetap dalam kehidupan.
c.
Pastoral tidak
sama dengan pemecahan masalah. Banyak pelayan kalau
berhadapan dengan jemaat yang bermasalah merasa seperti harus memberikan jalan
keluar, kalau tidak dianggap penggembalaan itu gagal. Tetapi bukan semua masalah ada jalan keluar, dan
bukan semua jalan keluar sesuai dengan iman Kristen. Nona sudah jadi
hamil di luar pernikahan dan tidak ada laki-laki yang mau bertanggung
jawab: jalan keluarnya bagaimana? Menggugurkan kandungannya?
Memaksa dia untuk nikah dengan orang yang tidak dicintainya? Masalah
seperti ini sebenarnya tidak ada jalan keluar, hanya ada jalan
melalui pengalaman yang pahit itu kepada suatu kedewasaan iman yang lebih
baik. Dan peranan kita adalah menjadi pembimbing dan pendamping di
perjalanan itu.
II.
Petunjuk Praktis
1. Persiapan: Perlu
kita tahu beberapa hal lebih dahulu:
a.
Situasi
orang yang dikunjungi
b.
Suasana apa
yang sedang dialaminya
c.
Hubungannya
dengan gereja selama ini.
d.
Berdoa dan
membaca bagian-bagian Alkitab yang ada hubungan dengan permasalahan yang
dihadapi.
e.
Memeriksa
diri untuk membetulkan sikap yang akan kita bawa ke dalam perjumpaan dengan
jemaat, dan berusaha untuk menghilangkan segala prasangka dan kecenderungan
untuk menghakimi.
2. Penampilan
seorang pelayan:
a.
Mendengarkan
secara aktif dan empatis. Pada umumnya manusia mau didengarkan sebelum dia mau
mendengar. Secara aktif berarti bahwa kita tidak hanya duduk
santai-santai dan membiarkan mereka omong, tetapi kita secara aktif membantu
mereka untuk mengungkapkan perasaan mereka melalui pertanyaan-pertanyaan yang
tepat dan tanggapan-tanggapan yang menunjukkan apakah ungkapan mereka sudah
kita fahami atau belum. Secara empatis berarti bahwa kita turut
merasakan apa yang dirasakan oleh jemaat. Kita hadir sepenuhnya sebagai
pendamping mereka, dan kita "bersukacita dengan orang yang bersukacita,
dan menangis dengan orang yang menangis" (Roma 12.15).
b.
Menghargai
dengan tak terbatas. Pada
umumnya orang akan lebih terbuka dengan seorang sahabat daripada kalau
dihadapan polisi atau hakim, dan orang juga lebih gampang menerima teguran
seorang teman daripada serangan seorang musuh. Kalau dalam Alkitab kita disuruh untuk membenci dosa, kita juga
diperintahkan untuk mengasihi orang yang berdosa. Justru bagi merekalah
Kristus rela disalibkan. Mungkin dalam seluruh Perjanjian Baru tidak ada
seorangpun yang bertobat karena dimarahi oleh Kristus, tetapi banyak bertobat
karena dikasihi Kristus. Hal ini berarti bahwa segala usaha untuk
mencegah dan mengoreksi dosa-dosa jemaat harus bertolak dari kasih Kristus
itu. Secara praktis hal ini perlu diwujudkan dalam pastoral dengan membuktikan
pada jemaat melalui sikap dan penampilan kita bahwa kita ada maksud yang baik
bagi mereka, dan mereka tidak akan ditolak atau dibenci oleh kita betapapun
berat kesalahan mereka. Hanya kalau jemaat sudah yakin akan penghargaan
kita terhadap mereka dapat mereka menerima peneguran dari kita dengan baik
(band. Amsal 27.6: "Seorang kawan memukul dengan maksud baik").
Memang Yesus pernah mengatakan kepada seorang wanita yang berzinah,
"Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi", tapi sebelumnya Ia
mengatakan, "Akupun tidak menghukum engkau" (Yoh. 8.11).
c.
Keaslian.
Yang dimaksudkan
dengan "keaslian" di sini ialah bahwa kita hadir dengan pasien
sebagai sesama manusia yang juga ada kekurangan dan kelemahan. Kita hadir
"apa adanya" dan memberi diri untuk dikenal oleh pasien.
Bagaimana mungkin kita mengharapkan jemaat terbuka dengan kita kalau kita tidak
terbuka dengan mereka? Ada kecenderungan untuk seorang pelayan
menyembunyikan diri di belakang toga atau jabatannya dan tampil sesuai dengan
suatu impian tentang pelayan "yang seharusnya". Hal ini tidak
membantu, karena segala unsur "ketidakaslian" dalam penampilan kita
cepat sekali dirasakan oleh pasien sebagai semacam kemunafikan. Pasien
membutuhkan kehadiran dan pendampingan seorang manusia yang sejati, dan bukan
semacam malaikat tiruan. Kita harus berani membuka topeng, justru supaya
pribadi kita yang "asli" dapat dikenal dan daya layan yang ada pada
diri kita dapat dimanfaatkan dalam pastoral.